Malaysia, Philipina, Indonesia(MAPHILINDO): Difference between revisions

From Ensiklopedia
(Created page with "{{DISPLAYTITLE:Malaysia, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO)}} Maphilindo adalah organisasi tingkat regional yang terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Organisasi ini dibentuk pada bulan Juli 1963, menyusul pembentukan Federasi Malaysia pada 31 Agustus 1963 yang memicu konflik yang melibatkan negara Indonesia, kemudian Filipina dan Persekutuan Tanah Melayu. Filipina berupaya menjadi juru damai dengan pendekatan kepada Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu lewa...")
 
m (Text replacement - "Penulis: Mansyur" to "{{Penulis|Mansyur|Masyarakat Sejarah Indonesia|Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.}}")
 
(4 intermediate revisions by the same user not shown)
Line 1: Line 1:
{{DISPLAYTITLE:Malaysia, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO)}}
{{DISPLAYTITLE:Malaysia, Philipina, Indonesia (MAPHILINDO)}}


Maphilindo adalah organisasi tingkat regional yang terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Organisasi ini dibentuk pada bulan Juli 1963, menyusul pembentukan Federasi Malaysia pada 31 Agustus 1963 yang memicu konflik yang melibatkan negara Indonesia, kemudian Filipina dan Persekutuan Tanah Melayu. Filipina berupaya menjadi juru damai dengan pendekatan kepada Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu lewat pertemuan di Manila pada Maret 1963. Pertemuan membuahkan kesepakatan untuk mengakhiri konflik secara damai. Langkah berikutnya adalah pertemuan tingkat tinggi antara negara Indonesia, Filipina, dan Persekutuan Tanah Melayu (Ajingga 2016: 29-30; Sulistyono 2017: 10).
MAPHILINDO adalah organisasi tingkat regional yang terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Organisasi ini dibentuk pada bulan Juli 1963, menyusul pembentukan Federasi Malaysia pada 31 Agustus 1963 yang memicu konflik yang melibatkan negara Indonesia, kemudian Filipina dan Persekutuan Tanah Melayu. Filipina berupaya menjadi juru damai dengan pendekatan kepada Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu lewat pertemuan di Manila pada Maret 1963. Pertemuan membuahkan kesepakatan untuk mengakhiri konflik secara damai. Langkah berikutnya adalah pertemuan tingkat tinggi antara negara Indonesia, Filipina, dan Persekutuan Tanah Melayu (Ajingga 2016: 29-30; Sulistyono 2017: 10).


Pada 31 Mei 1963 digelar pertemuan bertempat di Tokyo yang dihadiri Presiden Soekarno (Indonesia) dan Perdana Menteri Tengku Abdulrahman (Persekutuan Tanah Melayu) (Viana 2015: 51). Pertemuan membuahkan mufakat penyelesaian konflik secara bersahabat. Kemudian diadakan lagi pertemuan tingkat menteri dihadiri Subandrio perwakilan Indonesia, Emmanuel Pelaez dari Filipina serta wakil Persekutuan Tanah Melayu Tun Abdul Razak (Ajingga 2016: 29-30; Wardaya 2007: 384-385). Subandrio dan Emmanuel Pelaez sepakat negara Indonesia dan Filipina tidak keberatan gagasan Federasi Malaysia jika dikehendaki rakyat dari  Kalimantan bagian Utara.
Pada 31 Mei 1963 digelar pertemuan bertempat di Tokyo yang dihadiri Presiden [[Sukarno]] (Indonesia) dan Perdana Menteri Tengku Abdulrahman (Persekutuan Tanah Melayu) (Viana 2015: 51). Pertemuan membuahkan mufakat penyelesaian konflik secara bersahabat. Kemudian diadakan lagi pertemuan tingkat menteri dihadiri Subandrio perwakilan Indonesia, Emmanuel Pelaez dari Filipina serta wakil Persekutuan Tanah Melayu Tun Abdul Razak (Ajingga 2016: 29-30; Wardaya 2007: 384-385). Subandrio dan Emmanuel Pelaez sepakat negara Indonesia dan Filipina tidak keberatan gagasan Federasi Malaysia jika dikehendaki rakyat dari  Kalimantan bagian Utara.


Berikutnya, pada 31 Juli hingga 5 Agustus 1963 diadakan pertemuan tingkat kepala pemerintahan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Manila, Philipina. KTT ini dihadiri Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Diasdado Macapagal (Filipina) serta Perdana Menteri Tengku Abdulrachman (Persekutuan Tanah Melayu) (Buttwell 1969: 211; Ajingga 2016: 31). Keputusan Konferensi Tingkat Tinggi di Manila menghasilkan Persetujuan Manila (Manila Accord) pada 31 Juli 1963 (Wardaya 2007: 386). Filipina dan Indonesia akan mengakui Persekutuan Tanah Melayu, dengan catatan dukungan dari rakyat Serawak, Sabah dan Brunei yang difasilitasi oleh Komisi Internasional independen serta tidak memihak. Ketiga negara berlatar Melayu ini bersama membentuk gabungan negara bernama Maphilindo (Muahimin 2005: 162).  
Berikutnya, pada 31 Juli hingga 5 Agustus 1963 diadakan pertemuan tingkat kepala pemerintahan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Manila, Philipina. KTT ini dihadiri Presiden [[Sukarno]] (Indonesia), Presiden Diasdado Macapagal (Filipina) serta Perdana Menteri Tengku Abdulrachman (Persekutuan Tanah Melayu) (Buttwell 1969: 211; Ajingga 2016: 31). Keputusan Konferensi Tingkat Tinggi di Manila menghasilkan [[Persetujuan Manila]] (''Manila Accord'') pada 31 Juli 1963 (Wardaya 2007: 386). Filipina dan Indonesia akan mengakui Persekutuan Tanah Melayu, dengan catatan dukungan dari rakyat Serawak, Sabah dan Brunei yang difasilitasi oleh Komisi Internasional independen serta tidak memihak. Ketiga negara berlatar Melayu ini bersama membentuk gabungan negara bernama MAPHILINDO (Muahimin 2005: 162).  


Deklarasi Manila menyetujui akan diadakan musyawarah segala tingkat bernama Musyawarah Maphilindo (Ajingga 2016: 32). Terbentuknya Maphilindo tidak berbuah maksimal perihal konflik Filipina-Malaysia-Indonesia. Ketika Federasi Malaysia diresmikan pada 16 September 1963, meliputi Sabah dan Sarawak, Indonesia merespon dengan meningkatkan konfrontasi terhadap federasi baru Malaysia (Buttwel 1969: 211; Suryadinata 1998: 83-114). Soekarno curiga pembentukan Federasi Malaysia memiliki tujuan terselubung yakni mengembangkan kolonialisme di Asia Tenggara. Selain itu, Philipina juga menyusul memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia (Ajingga 2016: 32). Organisasi regional ini memang tidak pernah dibubarkan resmi. Maphilindo pun lumpuh karena tiap negara anggota memiliki konflik sendiri (Solidum 1974: 19-21; Apriandhini 2015: 428).
Deklarasi Manila menyetujui akan diadakan musyawarah segala tingkat bernama Musyawarah MAPHILINDO (Ajingga 2016: 32). Terbentuknya MAPHILINDO tidak berbuah maksimal perihal konflik Filipina-Malaysia-Indonesia. Ketika Federasi Malaysia diresmikan pada 16 September 1963, meliputi Sabah dan Sarawak, Indonesia merespon dengan meningkatkan konfrontasi terhadap federasi baru Malaysia (Buttwel 1969: 211; Suryadinata 1998: 83-114). Sukarno curiga pembentukan Federasi Malaysia memiliki tujuan terselubung yakni mengembangkan kolonialisme di Asia Tenggara. Selain itu, Philipina juga menyusul memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia (Ajingga 2016: 32). Organisasi regional ini memang tidak pernah dibubarkan resmi. MAPHILINDO pun lumpuh karena tiap negara anggota memiliki konflik sendiri (Solidum 1974: 19-21; Apriandhini 2015: 428).


Penulis: Mansyur
{{Penulis|Mansyur|Masyarakat Sejarah Indonesia|Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.}}




'''Referensi'''
'''Referensi'''


Ajingga, Deshinta Nindya, 2016. “Peranan Angkatan Udara Republik Indonesia dalam Operasi Ganyang Malaysia di Kalimantan tahun 1964-1966”. Skripsi pada Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, UNS Surakarta.
Ajingga, Deshinta Nindya, 2016. “Peranan Angkatan Udara Republik Indonesia dalam Operasi Ganyang Malaysia di Kalimantan tahun 1964-1966”. ''Skripsi'' pada Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, UNS Surakarta.


Apriandhini, Megafury, 2015. “Keberadaan Asean Way Dalam  Menghadapi Komunitas Asean 2015”. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka UTCC, 26 Agustus.
Apriandhini, Megafury, 2015. “Keberadaan Asean Way Dalam  Menghadapi Komunitas Asean 2015”. ''Prosiding'' Seminar Nasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka UTCC, 26 Agustus.


Butwell, Richard, 1969. Southeast Asian Today and Tomorrow: Problems and Political Development. New York: Praeger Publish.
Butwell, Richard, 1969. ''Southeast Asian Today and Tomorrow: Problems and Political Development''. New York: Praeger Publish.


Muahimin, Yahya A., 2005. Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta: UGM Press.
Muahimin, Yahya A., 2005. ''Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966.'' Yogyakarta: UGM Press.


Solidum, Estrella D, 1974. Towards A Southeast Asian Community (Quezon City: University of Philippines Press)
Solidum, Estrella D, 1974. ''Towards A Southeast Asian Community'' (Quezon City: University of Philippines Press)


Sulistiyono, Bambang B., 2017. “Merajut Asa Dalam Kekerabatan dan Kerjasama Sosial Budaya Khas Bangsa-Bangsa Asean”. Prosiding International Conference on the Three Pilars of Asean Community Development, 3-4 October.
Sulistiyono, Bambang B., 2017. “Merajut Asa Dalam Kekerabatan dan Kerjasama Sosial Budaya Khas Bangsa-Bangsa Asean”. ''Prosiding'' International Conference on the Three Pilars of Asean Community Development, 3-4 October.


Suryadinata, Leo, 1998. Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN: Stabilitas Regional dan Peran Kepemimpinan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta, LP3ES.
Suryadinata, Leo, 1998. ''Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN: Stabilitas Regional dan Peran Kepemimpinan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto.'' Jakarta, LP3ES.


Viana, Augusto V. De, 2015. “The Dream of Malayan Unity: President Diosdado Macapagal and the Maphilindo”, Jurnal Sejarah: Journal of the Department of History Vol. 24 No. 1 (June) (2015), Department of History, Faculty of Arts and Social Sciences, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Viana, Augusto V. De, 2015. “The Dream of Malayan Unity: President Diosdado Macapagal and the Maphilindo”, ''Jurnal Sejarah: Journal of the Department of History'' Vol. 24 No. 1 (June) (2015), Department of History, Faculty of Arts and Social Sciences, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.


Wardaya, Baskara T., 2007. Cold War Shadow. Yogyakarta: Galang Press.
Wardaya, Baskara T., 2007. ''Cold War Shadow''. Yogyakarta: Galang Press.
{{Comment}}
[[Category:Organisasi]]
[[Category:Organisasi]]

Latest revision as of 13:47, 10 August 2023


MAPHILINDO adalah organisasi tingkat regional yang terdiri dari Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Organisasi ini dibentuk pada bulan Juli 1963, menyusul pembentukan Federasi Malaysia pada 31 Agustus 1963 yang memicu konflik yang melibatkan negara Indonesia, kemudian Filipina dan Persekutuan Tanah Melayu. Filipina berupaya menjadi juru damai dengan pendekatan kepada Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu lewat pertemuan di Manila pada Maret 1963. Pertemuan membuahkan kesepakatan untuk mengakhiri konflik secara damai. Langkah berikutnya adalah pertemuan tingkat tinggi antara negara Indonesia, Filipina, dan Persekutuan Tanah Melayu (Ajingga 2016: 29-30; Sulistyono 2017: 10).

Pada 31 Mei 1963 digelar pertemuan bertempat di Tokyo yang dihadiri Presiden Sukarno (Indonesia) dan Perdana Menteri Tengku Abdulrahman (Persekutuan Tanah Melayu) (Viana 2015: 51). Pertemuan membuahkan mufakat penyelesaian konflik secara bersahabat. Kemudian diadakan lagi pertemuan tingkat menteri dihadiri Subandrio perwakilan Indonesia, Emmanuel Pelaez dari Filipina serta wakil Persekutuan Tanah Melayu Tun Abdul Razak (Ajingga 2016: 29-30; Wardaya 2007: 384-385). Subandrio dan Emmanuel Pelaez sepakat negara Indonesia dan Filipina tidak keberatan gagasan Federasi Malaysia jika dikehendaki rakyat dari  Kalimantan bagian Utara.

Berikutnya, pada 31 Juli hingga 5 Agustus 1963 diadakan pertemuan tingkat kepala pemerintahan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Manila, Philipina. KTT ini dihadiri Presiden Sukarno (Indonesia), Presiden Diasdado Macapagal (Filipina) serta Perdana Menteri Tengku Abdulrachman (Persekutuan Tanah Melayu) (Buttwell 1969: 211; Ajingga 2016: 31). Keputusan Konferensi Tingkat Tinggi di Manila menghasilkan Persetujuan Manila (Manila Accord) pada 31 Juli 1963 (Wardaya 2007: 386). Filipina dan Indonesia akan mengakui Persekutuan Tanah Melayu, dengan catatan dukungan dari rakyat Serawak, Sabah dan Brunei yang difasilitasi oleh Komisi Internasional independen serta tidak memihak. Ketiga negara berlatar Melayu ini bersama membentuk gabungan negara bernama MAPHILINDO (Muahimin 2005: 162).

Deklarasi Manila menyetujui akan diadakan musyawarah segala tingkat bernama Musyawarah MAPHILINDO (Ajingga 2016: 32). Terbentuknya MAPHILINDO tidak berbuah maksimal perihal konflik Filipina-Malaysia-Indonesia. Ketika Federasi Malaysia diresmikan pada 16 September 1963, meliputi Sabah dan Sarawak, Indonesia merespon dengan meningkatkan konfrontasi terhadap federasi baru Malaysia (Buttwel 1969: 211; Suryadinata 1998: 83-114). Sukarno curiga pembentukan Federasi Malaysia memiliki tujuan terselubung yakni mengembangkan kolonialisme di Asia Tenggara. Selain itu, Philipina juga menyusul memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia (Ajingga 2016: 32). Organisasi regional ini memang tidak pernah dibubarkan resmi. MAPHILINDO pun lumpuh karena tiap negara anggota memiliki konflik sendiri (Solidum 1974: 19-21; Apriandhini 2015: 428).

Penulis: Mansyur
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.


Referensi

Ajingga, Deshinta Nindya, 2016. “Peranan Angkatan Udara Republik Indonesia dalam Operasi Ganyang Malaysia di Kalimantan tahun 1964-1966”. Skripsi pada Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, UNS Surakarta.

Apriandhini, Megafury, 2015. “Keberadaan Asean Way Dalam  Menghadapi Komunitas Asean 2015”. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Terbuka UTCC, 26 Agustus.

Butwell, Richard, 1969. Southeast Asian Today and Tomorrow: Problems and Political Development. New York: Praeger Publish.

Muahimin, Yahya A., 2005. Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-1966. Yogyakarta: UGM Press.

Solidum, Estrella D, 1974. Towards A Southeast Asian Community (Quezon City: University of Philippines Press)

Sulistiyono, Bambang B., 2017. “Merajut Asa Dalam Kekerabatan dan Kerjasama Sosial Budaya Khas Bangsa-Bangsa Asean”. Prosiding International Conference on the Three Pilars of Asean Community Development, 3-4 October.

Suryadinata, Leo, 1998. Hubungan Indonesia dengan Negara-Negara ASEAN: Stabilitas Regional dan Peran Kepemimpinan, dalam Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta, LP3ES.

Viana, Augusto V. De, 2015. “The Dream of Malayan Unity: President Diosdado Macapagal and the Maphilindo”, Jurnal Sejarah: Journal of the Department of History Vol. 24 No. 1 (June) (2015), Department of History, Faculty of Arts and Social Sciences, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Wardaya, Baskara T., 2007. Cold War Shadow. Yogyakarta: Galang Press.