Mohammad Sjafei: Difference between revisions

From Ensiklopedia
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh")
No edit summary
 
(4 intermediate revisions by the same user not shown)
Line 1: Line 1:
Engku Mohammad Sjafei adalah seorang tokoh Minangkabau pada masa awal Indonesia merdeka. Lahir pada 31 Oktober 1893 di Kalimantan Barat, Sjafei tumbuh di bawah asuhan orang tua angkatnya, Marah Sutan, yang memberinya kesempatan belajar di ''[[Kweek School]]'' (1908-1914), tempat Marah Sutan mengajar di Pontianak.
[[File:Mohammad Sjafei - L0602 001.jpg|center|thumb|Mohammad Sjafei. Sumber: [https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=567619 Koleksi Perpustakaan Nasional RI, No. Panggil - L0602 001]]]


Sjafei mulai bersentuhan dengan dunia pergerakan ketika menjadi guru di Sekolah Kartini Batavia, di mana dia juga dan aktif dalam organisasi [[Boedi Oetomo|Budi Utomo]] dan ''[[Indische Partij]]'' (Abdullah, 2018: 160). Lebih jauh, dia terlibat aktif dalam pergerakan dengan pengalaman  belajar delapan tahun di Belanda (1922-1925), atas biaya dari orang tua angkatnya. Selama di Belanda, dia mengunjungi hampir semua sentra industri dan kerajinan untuk studinya. Dia mengajar di sekolah rendah, Mokhoek Rotterdam, selain menulis banyak buku pelajaran membaca Arab dan Latin untuk sekolah rendah yang kemudian diterbitkan J.B. Wolters di Jakarta. Ia aktif dalam ''[[Indonesische Vereeniging]]'' dan menjadi redaktur rubrik pendidikan pada majalah organisasi tersebut.  
 
 
Engku Mohammad Sjafei adalah seorang tokoh Minangkabau pada masa awal Indonesia merdeka. Lahir pada 31 Oktober 1893 di Kalimantan Barat, Sjafei tumbuh di bawah asuhan orang tua angkatnya, Marah Sutan, yang memberinya kesempatan belajar di ''[[Kweekschool|Kweek School]]'' (1908-1914), tempat Marah Sutan mengajar di Pontianak.
 
Sjafei mulai bersentuhan dengan dunia pergerakan ketika menjadi guru di Sekolah Kartini Batavia, di mana dia juga dan aktif dalam organisasi [[Boedi Oetomo|Budi Utomo]] dan ''Indische Partij'' (Abdullah, 2018: 160). Lebih jauh, dia terlibat aktif dalam pergerakan dengan pengalaman  belajar delapan tahun di Belanda (1922-1925), atas biaya dari orang tua angkatnya. Selama di Belanda, dia mengunjungi hampir semua sentra industri dan kerajinan untuk studinya. Dia mengajar di sekolah rendah, Mokhoek Rotterdam, selain menulis banyak buku pelajaran membaca Arab dan Latin untuk sekolah rendah yang kemudian diterbitkan J.B. Wolters di Jakarta. Ia aktif dalam ''[[Indonesische Vereeniging]]'' dan menjadi redaktur rubrik pendidikan pada majalah organisasi tersebut.  


Sjafei sering berdiskusi dengan [[Mohammad Hatta|Hatta]], yang lebih awal belajar di Belanda. Mereka memiliki pandangan yang sama, bahwa untuk menjadi bangsa merdeka maka harus memiliki mental yang rajin, ulet, teliti, dan disiplin. Ketika Hatta membentuk partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Merdeka), Sjafei mendirikan Ruang Pendidik ''Indonesisch Nederlandsche School'' (NIS) di Kayutanam tahun 1926. Sekolah ini merupakan gabungan antara sekolah umum dan kejuruan dengan perbandingan kurikulum 50:50. Dalam metode mengajarnya, murid sedapat mungkin menjadi subyek dan guru adalah objek, atau dalam istilah sekarang ''student centred'' (Navis 1996: 246-247). Pada 1958 INS ditutup karena gerakan PRRI dan dibuka kembali tahun 1967 sampai 1969.
Sjafei sering berdiskusi dengan [[Mohammad Hatta|Hatta]], yang lebih awal belajar di Belanda. Mereka memiliki pandangan yang sama, bahwa untuk menjadi bangsa merdeka maka harus memiliki mental yang rajin, ulet, teliti, dan disiplin. Ketika Hatta membentuk partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Merdeka), Sjafei mendirikan Ruang Pendidik ''Indonesisch Nederlandsche School'' (NIS) di Kayutanam tahun 1926. Sekolah ini merupakan gabungan antara sekolah umum dan kejuruan dengan perbandingan kurikulum 50:50. Dalam metode mengajarnya, murid sedapat mungkin menjadi subyek dan guru adalah objek, atau dalam istilah sekarang ''student centred'' (Navis 1996: 246-247). Pada 1958 INS ditutup karena gerakan PRRI dan dibuka kembali tahun 1967 sampai 1969.
Line 13: Line 17:
Pada masa aksi militer Belanda II akhir 1948 sampai akhir perang kemerdekaan, Sjafei menyingkir di kaki Gunung Singgalang bersama dengan Chalidjah. Beberapa kali ia didatangi suruhan Belanda memintanya untuk menjadi Kepala Negara Minangkabau, yang sedang dibentuk, namun Sjafei tidak setuju (Navis, 1996: 43). Pada tahun 1955 ia ikut pemilu, namun hanya memperoleh 200 suara. Ia bergabung dengan gerakan [[PRRI/PERMESTA|PRRI]] dengan jabatan Menteri PPK, karena dua alasan yakni: (1) menentang sentralisme yang semakin kuat oleh dukungan komunis di parlemen, dan (2) pelecehan terhadap Hatta.  
Pada masa aksi militer Belanda II akhir 1948 sampai akhir perang kemerdekaan, Sjafei menyingkir di kaki Gunung Singgalang bersama dengan Chalidjah. Beberapa kali ia didatangi suruhan Belanda memintanya untuk menjadi Kepala Negara Minangkabau, yang sedang dibentuk, namun Sjafei tidak setuju (Navis, 1996: 43). Pada tahun 1955 ia ikut pemilu, namun hanya memperoleh 200 suara. Ia bergabung dengan gerakan [[PRRI/PERMESTA|PRRI]] dengan jabatan Menteri PPK, karena dua alasan yakni: (1) menentang sentralisme yang semakin kuat oleh dukungan komunis di parlemen, dan (2) pelecehan terhadap Hatta.  


Penulis: Abd. Rahman Hamid
{{Penulis|Abd. Rahman Hamid|Universitas Islam Negeri Raden Intan
Lampung|Dr. Bondan Kanumoyoso}}
 





Latest revision as of 17:28, 12 September 2024

Mohammad Sjafei. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional RI, No. Panggil - L0602 001


Engku Mohammad Sjafei adalah seorang tokoh Minangkabau pada masa awal Indonesia merdeka. Lahir pada 31 Oktober 1893 di Kalimantan Barat, Sjafei tumbuh di bawah asuhan orang tua angkatnya, Marah Sutan, yang memberinya kesempatan belajar di Kweek School (1908-1914), tempat Marah Sutan mengajar di Pontianak.

Sjafei mulai bersentuhan dengan dunia pergerakan ketika menjadi guru di Sekolah Kartini Batavia, di mana dia juga dan aktif dalam organisasi Budi Utomo dan Indische Partij (Abdullah, 2018: 160). Lebih jauh, dia terlibat aktif dalam pergerakan dengan pengalaman  belajar delapan tahun di Belanda (1922-1925), atas biaya dari orang tua angkatnya. Selama di Belanda, dia mengunjungi hampir semua sentra industri dan kerajinan untuk studinya. Dia mengajar di sekolah rendah, Mokhoek Rotterdam, selain menulis banyak buku pelajaran membaca Arab dan Latin untuk sekolah rendah yang kemudian diterbitkan J.B. Wolters di Jakarta. Ia aktif dalam Indonesische Vereeniging dan menjadi redaktur rubrik pendidikan pada majalah organisasi tersebut.

Sjafei sering berdiskusi dengan Hatta, yang lebih awal belajar di Belanda. Mereka memiliki pandangan yang sama, bahwa untuk menjadi bangsa merdeka maka harus memiliki mental yang rajin, ulet, teliti, dan disiplin. Ketika Hatta membentuk partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Merdeka), Sjafei mendirikan Ruang Pendidik Indonesisch Nederlandsche School (NIS) di Kayutanam tahun 1926. Sekolah ini merupakan gabungan antara sekolah umum dan kejuruan dengan perbandingan kurikulum 50:50. Dalam metode mengajarnya, murid sedapat mungkin menjadi subyek dan guru adalah objek, atau dalam istilah sekarang student centred (Navis 1996: 246-247). Pada 1958 INS ditutup karena gerakan PRRI dan dibuka kembali tahun 1967 sampai 1969.

Sjafei adalah tokoh paling terkemuka, selain Ki Hajar Dewantara, di antara para pemikir besar pendidikan dalam sejarah Indonesia (Zed 2012: 173). Dia menekankan harmoni antara kecerdasan, keterampilan, dan seni yang mendorong kepercayaan pada diri sendiri dan menanamkan pengertian yang kuat akan arti tujuan di antara anak-anak (Abdullah 2018: 159-160).  

Sjafei adalah tokoh penting di Sumatera Barat pada awal proklamasi. Ia mengakui dan mengumumkan proklamasi itu di sana pada 29 Agustus 1945. Sjafei ditunjuk sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Sumatera Barat dengan jabatan residen. Dua bulan kemudian ia mengundurkan diri lalu diganti oleh Roesad Dt. Perpatih nan Baringek. Pada 29 Juni 1946 ia ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dalam kabinet Sjahrir. Namun ia tidak dapat menunaikan tugasnya karena tidak ingin meninggalkan Sumatera Barat. Sjafei kemudian diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung dan sekaligus anggota KNIP (Navis 1996: 39).  

Syafei sangat fokus pada pendidikan dan kebudayaan. Ia menggunakan gedung bekas kantin militer Belanda di Padang Panjang untuk pusat Ruang Kebudayaan dengan koleksi 23.000 buku. Ia diminta oleh Hatta mengumpulkan 20 kg emas dari rakyat. Dari 353 desa (nagari), hanya 75 desa yang berhasil dikunjungi yang mengumpulkan 9 kilogram emas (23 karat) selanjutnya diserahkan kepada Hatta sebelum berangkat ke India (Navis 1996: 41-42).

Pada masa aksi militer Belanda II akhir 1948 sampai akhir perang kemerdekaan, Sjafei menyingkir di kaki Gunung Singgalang bersama dengan Chalidjah. Beberapa kali ia didatangi suruhan Belanda memintanya untuk menjadi Kepala Negara Minangkabau, yang sedang dibentuk, namun Sjafei tidak setuju (Navis, 1996: 43). Pada tahun 1955 ia ikut pemilu, namun hanya memperoleh 200 suara. Ia bergabung dengan gerakan PRRI dengan jabatan Menteri PPK, karena dua alasan yakni: (1) menentang sentralisme yang semakin kuat oleh dukungan komunis di parlemen, dan (2) pelecehan terhadap Hatta.

Penulis: Abd. Rahman Hamid
Instansi: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso


Referensi

Navis, A. A. 1996. Filsafat dan Strategi Pendidikan M. Sjafei: Ruang Pendidik INS Kayutanam. Jakarta: Grasindo.

Hastuti, H. 2020. Mohammad Sjafe’i dan Konsepsi Pemikiran Pendidikan Ruang Pendidik Ins Kayutanam. Istoria, Volume 16, No 1, hlm. 2-16.

Zed, M. 2012. Engku Mohammad Sjafe’i dan INS Kayutanam: Jejak Pemikiran Pendidikannya. Tingkap, Vol. VIII No. 2, hlm. 173-188.

Abdullah, T. Sekolah dan Politik Pergerakan Kaum Muda di Sumatra Barat 1927-1933. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.