Warkhadun Wondoamiseno: Difference between revisions

From Ensiklopedia
(Created page with "Warkhadun Wondoamiseno adalah seorang tokoh politik Islam Indonesia. Wondoamiseno yang memiliki nama lain Wondosudirdjo ini, lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 1891. Setelah lulus dari ''Europeesche Lagere School'' (ELS), ia bekerja di Kantor Pekerjaan Umum pada bagian Pengairan (''Waterstaat'') di Surabaya sejak 1909 sampai 1925. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia bekerja di bagian Penerangan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) (Departemen Dalam Negeri, 199...")
 
No edit summary
 
(3 intermediate revisions by the same user not shown)
Line 1: Line 1:
Warkhadun Wondoamiseno adalah seorang tokoh politik Islam Indonesia. Wondoamiseno yang memiliki nama lain Wondosudirdjo ini, lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 1891. Setelah lulus dari ''Europeesche Lagere School'' (ELS), ia bekerja di Kantor Pekerjaan Umum pada bagian Pengairan (''Waterstaat'') di Surabaya sejak 1909 sampai 1925. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia bekerja di bagian Penerangan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) (Departemen Dalam Negeri, 1996: 55).  
[[File:Warkhadun Wondoamiseno - L0846.jpg|center|thumb|Warkhadun Wondoamiseno. Sumber: [https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=594515 Koleksi Perpustakaan Nasional RI, No. Panggil - L0846]]] 


Keterlibatan Wondoamiseno dalam dunia politik dimulai ketika ia bergabung dengan organisasi Sarekat Islam dan diangkat menjadi anggota pengurus Sentral Sarekat Islam di Surabaya pada 1915 bersama Agus Salim, Abdul Muis, dan lain-lain (Muljana, 2008: 123). Pada 1937, Wondoamiseno bersama KH. Mas Mansur dari Muhammadiyah, KH. Muhammad Dahlan serta KH. Wahab Hasbullah dari Nahdlatul Ulama memprakarsai pembentukan Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), suatu federasi organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk membina kerja sama antara organisasi-organisasi Islam. Di awal MIAI terbentuk, Wondoamiseno dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dipercaya menjadi ketua sekretariat organisasi (Noer, 1980: 262). Kemudian, dalam masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi ketua MIAI melalui suatu konferensi pada Agustus 1942 (Benda, 1980: 147). Di bawah kepemimpinan Wondoamiseno, MIAI secara aktif berusaha memperjuangkan kepentingan umat Islam. Namun, menguatnya pengaruh MIAI kemudian menimbulkan kekhawatiran pemerintah Jepang, sehingga organisasi itu dibubarkan pada Oktober 1943 (Benda, 1980: 183) dan digantikan dengan Majelis Syura Muslim Indonesia (Masyumi) pada akhir tahun 1943 (Noer, 1987: 26). Pendirian Masyumi merupakan upaya politik Jepang dalam menyingkirkan pemimpin PSII, yang dianggap nonkooperatif pada masa kolonial (Benda, 1980: 185). Wondoamiseno, sebagai salah seorang tokoh PSII kemudian menduduki posisi yang kurang memiliki pengaruh dalam Barisan Sabilillah dan Hizbullah di bawah naungan Masyumi (Noer, 1987: 101).  
Warkhadun Wondoamiseno adalah seorang tokoh politik Islam Indonesia. Wondoamiseno yang memiliki nama lain Wondosudirdjo ini, lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 1891. Setelah lulus dari [[Europeesche Lagere School (ELS)|''Europeesche Lagere School'' (ELS)]], ia bekerja di Kantor Pekerjaan Umum pada bagian Pengairan (''Waterstaat'') di Surabaya sejak 1909 sampai 1925. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia bekerja di bagian Penerangan [[Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)]] (Departemen Dalam Negeri, 1996: 55).  


Setelah Indonesia merdeka, pada Juli 1947 Wondoamiseno sebagai salah seorang pimpinan partai sementara, menghidupkan kembali PSII di luar Masyumi dan memberikan dukungan sebagai kubu Islam kepada kabinet Amir Syarifuddin. Keputusan Wondoamiseno ini ditegaskan dalam Kongres PSII yang diselenggarakan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada 13 Juli 1947 (Fogg, 2020: 262). Wondoamiseno kemudian menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Amir Syarifuddin I, mulai Juli 1947 sampai Syarifuddin merombak kabinetnya pada November 1947 dan ia menjadi wakil dua perdana menteri (Noer, 1987: 170). Pasca terjadinya pemberontakan Madiun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada September 1948, Wondoamiseno rentan disalahkan atas dukungannya pada kabinet tersebut. Pada 13 Oktober 1948, ia pun kemudian menyerahkan kembali jabatan pimpinan pusat sementara PSII kepada Abikoesno dan Harsono Tjokroaminoto (Poeze, 2008: 127). Dalam kepengurusan PSII yang baru, Wondoamiseno duduk sebagai anggota Dewan Partai (Kementerian Penerangan RI, 1950: 48). Ia kemudian menjadi anggota KNIP pada periode 1949-1950 (Sekretariat DPR-GR, 1970: 24 dan 575) dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) periode 16 Agustus 1950-26 Maret 1956. Sebelum masa tugasnya habis, Wondoamiseno meninggal dunia di Jakarta pada 11 Desember 1952 (Departemen Dalam Negeri, 1996: 55).
Keterlibatan Wondoamiseno dalam dunia politik dimulai ketika ia bergabung dengan organisasi [[Sarekat Dagang Islam (SDI)|Sarekat Islam]] dan diangkat menjadi anggota pengurus Sentral Sarekat Islam di Surabaya pada 1915 bersama [[Agus Salim]], [[Abdoel Moeis|Abdul Muis]], dan lain-lain (Muljana, 2008: 123). Pada 1937, Wondoamiseno bersama [[Mas Mansyur|KH. Mas Mansur]] dari [[Muhammadiyah]], KH. Muhammad Dahlan serta [[Abdul Wahab Hasbullah|KH. Wahab Hasbullah]] dari [[Nahdlatul Ulama (NU)|Nahdlatul Ulama]] memprakarsai pembentukan [[Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)|Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI)]], suatu federasi organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk membina kerja sama antara organisasi-organisasi Islam. Di awal MIAI terbentuk, Wondoamiseno dari [[Partai Sarekat Islam|Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)]] dipercaya menjadi ketua sekretariat organisasi (Noer, 1980: 262). Kemudian, dalam masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi ketua MIAI melalui suatu konferensi pada Agustus 1942 (Benda, 1980: 147). Di bawah kepemimpinan Wondoamiseno, MIAI secara aktif berusaha memperjuangkan kepentingan umat Islam. Namun, menguatnya pengaruh MIAI kemudian menimbulkan kekhawatiran pemerintah Jepang, sehingga organisasi itu dibubarkan pada Oktober 1943 (Benda, 1980: 183) dan digantikan dengan [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI)|Majelis Syura Muslim Indonesia (Masyumi)]] pada akhir tahun 1943 (Noer, 1987: 26). Pendirian Masyumi merupakan upaya politik Jepang dalam menyingkirkan pemimpin PSII, yang dianggap nonkooperatif pada masa kolonial (Benda, 1980: 185). Wondoamiseno, sebagai salah seorang tokoh PSII kemudian menduduki posisi yang kurang memiliki pengaruh dalam Barisan Sabilillah dan Hizbullah di bawah naungan Masyumi (Noer, 1987: 101).  


Penulis: Nazala Noor Maulany
Setelah Indonesia merdeka, pada Juli 1947 Wondoamiseno sebagai salah seorang pimpinan partai sementara, menghidupkan kembali [[Partai Sarekat Islam|PSII]] di luar [[Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI)|Masyumi]] dan memberikan dukungan sebagai kubu Islam kepada kabinet Amir Syarifuddin. Keputusan Wondoamiseno ini ditegaskan dalam Kongres PSII yang diselenggarakan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada 13 Juli 1947 (Fogg, 2020: 262). Wondoamiseno kemudian menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dalam [[Amir Sjarifuddin|Kabinet Amir Syarifuddin I,]] mulai Juli 1947 sampai Syarifuddin merombak kabinetnya pada November 1947 dan ia menjadi wakil dua perdana menteri (Noer, 1987: 170). Pasca terjadinya pemberontakan Madiun oleh [[Partai Komunis Indonesia (1920-1966)|Partai Komunis Indonesia (PKI)]] pada September 1948, Wondoamiseno rentan disalahkan atas dukungannya pada kabinet tersebut. Pada 13 Oktober 1948, ia pun kemudian menyerahkan kembali jabatan pimpinan pusat sementara PSII kepada [[Abikoesno Tjokrosoejoso|Abikoesno]] dan Harsono Tjokroaminoto (Poeze, 2008: 127). Dalam kepengurusan PSII yang baru, Wondoamiseno duduk sebagai anggota Dewan Partai (Kementerian Penerangan RI, 1950: 48). Ia kemudian menjadi anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)|KNIP]] pada periode 1949-1950 (Sekretariat DPR-GR, 1970: 24 dan 575) dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) periode 16 Agustus 1950-26 Maret 1956. Sebelum masa tugasnya habis, Wondoamiseno meninggal dunia di Jakarta pada 11 Desember 1952 (Departemen Dalam Negeri, 1996: 55).
 
{{Penulis|Nazala Noor Maulany|Universitas Islam Negeri Mataram|Dr. Endang Susilowati, M.A}}




Line 27: Line 29:


Sekretariat DPR-GR (1970) ''Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia''. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Sekretariat DPR-GR (1970) ''Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia''. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat RI.
[[Category:Tokoh]]
{{Comment}} [[Category:Tokoh]]

Latest revision as of 02:12, 13 September 2024

Warkhadun Wondoamiseno. Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional RI, No. Panggil - L0846

Warkhadun Wondoamiseno adalah seorang tokoh politik Islam Indonesia. Wondoamiseno yang memiliki nama lain Wondosudirdjo ini, lahir di Pasuruan, Jawa Timur pada 1891. Setelah lulus dari Europeesche Lagere School (ELS), ia bekerja di Kantor Pekerjaan Umum pada bagian Pengairan (Waterstaat) di Surabaya sejak 1909 sampai 1925. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia bekerja di bagian Penerangan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) (Departemen Dalam Negeri, 1996: 55).  

Keterlibatan Wondoamiseno dalam dunia politik dimulai ketika ia bergabung dengan organisasi Sarekat Islam dan diangkat menjadi anggota pengurus Sentral Sarekat Islam di Surabaya pada 1915 bersama Agus Salim, Abdul Muis, dan lain-lain (Muljana, 2008: 123). Pada 1937, Wondoamiseno bersama KH. Mas Mansur dari Muhammadiyah, KH. Muhammad Dahlan serta KH. Wahab Hasbullah dari Nahdlatul Ulama memprakarsai pembentukan Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), suatu federasi organisasi yang dibentuk dengan tujuan untuk membina kerja sama antara organisasi-organisasi Islam. Di awal MIAI terbentuk, Wondoamiseno dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) dipercaya menjadi ketua sekretariat organisasi (Noer, 1980: 262). Kemudian, dalam masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi ketua MIAI melalui suatu konferensi pada Agustus 1942 (Benda, 1980: 147). Di bawah kepemimpinan Wondoamiseno, MIAI secara aktif berusaha memperjuangkan kepentingan umat Islam. Namun, menguatnya pengaruh MIAI kemudian menimbulkan kekhawatiran pemerintah Jepang, sehingga organisasi itu dibubarkan pada Oktober 1943 (Benda, 1980: 183) dan digantikan dengan Majelis Syura Muslim Indonesia (Masyumi) pada akhir tahun 1943 (Noer, 1987: 26). Pendirian Masyumi merupakan upaya politik Jepang dalam menyingkirkan pemimpin PSII, yang dianggap nonkooperatif pada masa kolonial (Benda, 1980: 185). Wondoamiseno, sebagai salah seorang tokoh PSII kemudian menduduki posisi yang kurang memiliki pengaruh dalam Barisan Sabilillah dan Hizbullah di bawah naungan Masyumi (Noer, 1987: 101).

Setelah Indonesia merdeka, pada Juli 1947 Wondoamiseno sebagai salah seorang pimpinan partai sementara, menghidupkan kembali PSII di luar Masyumi dan memberikan dukungan sebagai kubu Islam kepada kabinet Amir Syarifuddin. Keputusan Wondoamiseno ini ditegaskan dalam Kongres PSII yang diselenggarakan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada 13 Juli 1947 (Fogg, 2020: 262). Wondoamiseno kemudian menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Amir Syarifuddin I, mulai Juli 1947 sampai Syarifuddin merombak kabinetnya pada November 1947 dan ia menjadi wakil dua perdana menteri (Noer, 1987: 170). Pasca terjadinya pemberontakan Madiun oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada September 1948, Wondoamiseno rentan disalahkan atas dukungannya pada kabinet tersebut. Pada 13 Oktober 1948, ia pun kemudian menyerahkan kembali jabatan pimpinan pusat sementara PSII kepada Abikoesno dan Harsono Tjokroaminoto (Poeze, 2008: 127). Dalam kepengurusan PSII yang baru, Wondoamiseno duduk sebagai anggota Dewan Partai (Kementerian Penerangan RI, 1950: 48). Ia kemudian menjadi anggota KNIP pada periode 1949-1950 (Sekretariat DPR-GR, 1970: 24 dan 575) dan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) periode 16 Agustus 1950-26 Maret 1956. Sebelum masa tugasnya habis, Wondoamiseno meninggal dunia di Jakarta pada 11 Desember 1952 (Departemen Dalam Negeri, 1996: 55).

Penulis: Nazala Noor Maulany
Instansi: Universitas Islam Negeri Mataram
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

Benda, Harry J. (1980) Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang. Jakarta: Pustaka Jaya.

Departemen Dalam Negeri (1996) Departemen Dalam Negeri dari Masa ke Masa tentang Biografi Menteri-Menteri 1945 – 1995. Jakarta: Departemen Dalam Negeri.

Fogg, Kevin W. (2020) Spirit Islam pada Masa Revolusi Indonesia. Jakarta: Noura Books.

Kementerian Penerangan Republik Indonesia (1950) Kepartaian di Indonesia, Jakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia

Muljana, Slamet (2008) Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan Volume 1. Yogyakarta: LKiS.

Noer, Deliar (1980) Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Noer, Deliar (1987) Partai Islam di Pentas Nasional 1945-1965. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Poeze, Harry A. (2008) Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia Jilid 2: Maret 1946- Maret 1947. Jakarta: KITLV.

Sekretariat DPR-GR (1970) Seperempat Abad Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat RI.