Abdulrahman Saleh: Difference between revisions

From Ensiklopedia
No edit summary
No edit summary
 
(3 intermediate revisions by the same user not shown)
Line 1: Line 1:
Prof. Dr., Marsekal Muda TNI (Anumerta) Abdul Rahman Saleh adalah seorang dokter, ahli radio dan juga tokoh kedirgantaraan nasional. Ia merupakan salah satu pendiri Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, serta dikenal sebagai “Bapak Ilmu Faal” (Fisiologi) Indonesia, serta salah satu pendiri penyiaran radio di Indonesia. Di masa muda, Saleh kerap dipanggil “Pak Karbol,” dan sebutan ini menjadi panggilan kehormatan bagi pada taruna Akademi Angkatan Udara hingga kini.  
[[File:Abdulrahman Saleh - Ensiklopedia Dinas Kebudayaan.jpg|thumb|Abdulrahman Saleh. Sumber: Repro dari Ensiklopedia Dinas Kebudayaan]] 


Ia lahir pada 1 Juli 1909 di Ketapang, Kwitang Barat, Jakarta. Pada masa kolonial Belanda, Saleh lulus Sekolah Menengah Pertama (''Meer Uitgebreid Lagere Opleiding,'' MULO) kemudian SMA (''Algemene Middelbare School,'' AMS) di Malang. Lantas, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Kedokteran (''Geneeskundige Hogeschool'', GHS) di Batavia pada 1934. Setelah lulus dari GHS, dr. Abdulrahman Saleh menjadi dosen di Sekolah Dokter Hindia (''Nederlands Indische Artsen School'', NIAS) Surabaya dan GHS Batavia (Dharmasena, 1977: 23-24; Hakim, 2009: 186). Di masa mudanya ini, Saleh berpartisipasi dalam berbagai organisasi nasionalis, seperti Jong Java, Organisasi Kepanduan Indonesia (Indonesische Padvinderij Organisatie), dan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Peran Abdulrahman Saleh dalam dunia penyiaran radio di Indonesia dimulai saat ia mengikuti Asosiasi Penyiaran Radio Timur (''Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep'', VORO), dimana ia adalah salah satu pelopornya. Pada tahun 1936, Abdulrahman Saleh menjadi pemimpin VORO. Setelah Jepang menginvasi Hindia Belanda pada 1942, Abdulrahman Saleh kembali menjadi pengajar pada GHS Batavia. Bersama para mahasiswa lainnya, ia pun ikut aktif dalam latihan militer yang diadakan oleh Pembela Tanah Air (PETA) di Jakarta (Anonim, t.t.: 25).  
Prof. Dr., Marsekal Muda TNI (Anumerta) Abdul Rahman Saleh adalah seorang dokter, ahli radio dan juga tokoh kedirgantaraan nasional. Ia merupakan salah satu pendiri [[Tentara Nasional Indonesia]] Angkatan Udara, serta dikenal sebagai “Bapak Ilmu Faal” (Fisiologi) Indonesia, serta salah satu pendiri penyiaran radio di Indonesia. Di masa muda, Saleh kerap dipanggil “Pak Karbol,” dan sebutan ini menjadi panggilan kehormatan bagi pada taruna Akademi Angkatan Udara hingga kini.  


Setelah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Sukarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, Saleh berperan besar dalam memfasilitasi penyiaran berita tersebut melalui radio. Saleh, bersama Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro, berhasil menyiarkan proklamasi melalui sebuah stasiun radio pemancar gelombang 16 meter yang terletak di Bandung. Awalnya, kegiatan penyiaran ini dihentikan oleh pihak polisi militer Jepang (''Kempeitai''), namun berhasil dilanjutkan. Namun, untuk kedua kalinya dihentikan oleh perintah Markas Besar Tentara Sekutu di Asia Tenggara (Anonim, t.t.: 25). Saleh kemudian berperan untuk mendirikan Radio Indonesia Merdeka, stasiun radio dengan pemancar gelombang 85 meter, di Jakarta. Radio ini menjadi alat utama bagi Pemerintah Indonesia untuk menyiarkan berita-berita mengenai Republik Indonesia yang masih muda itu, utamanya keluar negeri. Radio Indonesia Merdeka kemudian menjadi Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945, dengan Abdulrahman Saleh sebagai salah satu pendirinya.
Ia lahir pada 1 Juli 1909 di Ketapang, Kwitang Barat, Jakarta. Pada masa kolonial Belanda, Saleh lulus Sekolah Menengah Pertama (''Meer Uitgebreid Lagere Opleiding,'' MULO) kemudian SMA ([[Algemene Middelbare School (AMS)|''Algemene Middelbare School,'' AMS]]) di Malang. Lantas, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Kedokteran (''Geneeskundige Hogeschool'', GHS) di Batavia pada 1934. Setelah lulus dari GHS, dr. Abdulrahman Saleh menjadi dosen di Sekolah Dokter Hindia (''Nederlands Indische Artsen School'', NIAS) Surabaya dan GHS Batavia (Dharmasena, 1977: 23-24; Hakim, 2009: 186). Di masa mudanya ini, Saleh berpartisipasi dalam berbagai organisasi nasionalis, seperti [[Jong Java]], [[Organisasi Kepanduan Indonesia (Indonesische Padvinderij Organisatie)]], dan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Peran Abdulrahman Saleh dalam dunia penyiaran radio di Indonesia dimulai saat ia mengikuti [[Asosiasi Penyiaran Radio Timur]] ([[Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep, VORO|''Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep'', VORO]]), dimana ia adalah salah satu pelopornya. Pada tahun 1936, Abdulrahman Saleh menjadi pemimpin VORO. Setelah Jepang menginvasi Hindia Belanda pada 1942, Abdulrahman Saleh kembali menjadi pengajar pada GHS Batavia. Bersama para mahasiswa lainnya, ia pun ikut aktif dalam latihan militer yang diadakan oleh [[Pembela Tanah Air (PETA)]] di Jakarta (Anonim, t.t.: 25).  


Setelah Tentara Keamanan Rakyat berdiri pada 5 Oktober 1945, Saleh mendaftar dalam Jawatan Penerbangan Tentara Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Setelah Agustinus Adisucipto mendirikan Sekolah Penerbangan di Maguwo, Yogyakarta pada 15 November 1945, Saleh pun belajar menerbangkan pesawat-pesawat peninggalan Jepang, seperti Yokosuka K5Y (“Cureng”), pesawat layang (''glider''), hingga Nakajima Ki-43 Hayabusa di sekolah tersebut (Subdirsejarah Diswatpersau, 2004: 58-61). Saleh, bersama dengan tokoh-tokoh angkatan udara lainnya seperti Husein Sastranegara, Suwongso Wirjosaputro, dan Iswahjudi, merupakan siswa-siswa pertama yang mampu terbang ''solo'', sehingga mereka diangkat menjadi pembantu Instruktur (Subdirsejarah: 61).  
Setelah [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|Proklamasi Kemerdekaan]] dibacakan oleh [[Sukarno]] dan [[Mohammad Hatta|Hatta]] pada 17 Agustus 1945, Saleh berperan besar dalam memfasilitasi penyiaran berita tersebut melalui radio. Saleh, bersama Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro, berhasil menyiarkan proklamasi melalui sebuah stasiun radio pemancar gelombang 16 meter yang terletak di Bandung. Awalnya, kegiatan penyiaran ini dihentikan oleh pihak polisi militer Jepang (''[[Kempeitai]]''), namun berhasil dilanjutkan. Namun, untuk kedua kalinya dihentikan oleh perintah Markas Besar Tentara Sekutu di Asia Tenggara (Anonim, t.t.: 25). Saleh kemudian berperan untuk mendirikan Radio Indonesia Merdeka, stasiun radio dengan pemancar gelombang 85 meter, di Jakarta. Radio ini menjadi alat utama bagi Pemerintah Indonesia untuk menyiarkan berita-berita mengenai Republik Indonesia yang masih muda itu, utamanya keluar negeri. Radio Indonesia Merdeka kemudian menjadi [[Radio Republik Indonesia (RRI)]] pada 11 September 1945, dengan Abdulrahman Saleh sebagai salah satu pendirinya.


Pada 29 Juli 1947, saat meletusnya Agresi Militer Belanda I, Saleh bersama dengan Komodor Udara Agustinus Adisutjipto dan Opsir Muda Udara Adisoemarmo Wirjokusumo gugur dalam peristiwa penembakan jatuh pesawat angkut C-47 ''Dakota'' VT-CLA di atas Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta (kini Lanud Adisucipto) (Subdirsejarah: 140-44). Saleh dinaikkan pangkatnya secara anumerta dan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No.071/TK/1974 Tanggal 9 November 1974. Namanya pun diabadikan sebagai nama Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh, Malang.  
Setelah [[Tentara Keamanan Rakyat]] berdiri pada 5 Oktober 1945, Saleh mendaftar dalam Jawatan Penerbangan Tentara Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Setelah [[Agustinus Adisucipto]] mendirikan Sekolah Penerbangan di Maguwo, Yogyakarta pada 15 November 1945, Saleh pun belajar menerbangkan pesawat-pesawat peninggalan Jepang, seperti Yokosuka K5Y (“Cureng”), pesawat layang (''glider''), hingga Nakajima Ki-43 Hayabusa di sekolah tersebut (Subdirsejarah Diswatpersau, 2004: 58-61). Saleh, bersama dengan tokoh-tokoh angkatan udara lainnya seperti Husein Sastranegara, Suwongso Wirjosaputro, dan Iswahjudi, merupakan siswa-siswa pertama yang mampu terbang ''solo'', sehingga mereka diangkat menjadi pembantu Instruktur (Subdirsejarah: 61).  


Penulis: Norman Joshua
Pada 29 Juli 1947, saat meletusnya [[Agresi Militer Belanda I]], Saleh bersama dengan [[Agustinus Adisucipto, Marsekal Muda TNI (Anumerta)|Komodor Udara Agustinus Adisutjipto]] dan [[Adisumarmo Wirjokusumo, Opsir Muda Udara I|Opsir Muda Udara Adisoemarmo Wirjokusumo]] gugur dalam peristiwa penembakan jatuh pesawat angkut C-47 ''Dakota'' VT-CLA di atas Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta (kini Lanud Adisucipto) (Subdirsejarah: 140-44). Saleh dinaikkan pangkatnya secara anumerta dan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No.071/TK/1974 Tanggal 9 November 1974. Namanya pun diabadikan sebagai nama Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh, Malang.


{{Penulis|Norman Joshua Soelias|Northwestern University|Dr. Andi Achdian, M.Si}}


'''Referensi'''  
'''Referensi'''  
Line 19: Line 20:


Subdisjarah Diswatpersau. 2004. ''Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid 1 (1945-1949)''.  
Subdisjarah Diswatpersau. 2004. ''Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid 1 (1945-1949)''.  
{{Comment}}
[[Category:Tokoh]]
[[Category:Tokoh]]

Latest revision as of 00:30, 15 November 2024

Abdulrahman Saleh. Sumber: Repro dari Ensiklopedia Dinas Kebudayaan

Prof. Dr., Marsekal Muda TNI (Anumerta) Abdul Rahman Saleh adalah seorang dokter, ahli radio dan juga tokoh kedirgantaraan nasional. Ia merupakan salah satu pendiri Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, serta dikenal sebagai “Bapak Ilmu Faal” (Fisiologi) Indonesia, serta salah satu pendiri penyiaran radio di Indonesia. Di masa muda, Saleh kerap dipanggil “Pak Karbol,” dan sebutan ini menjadi panggilan kehormatan bagi pada taruna Akademi Angkatan Udara hingga kini.

Ia lahir pada 1 Juli 1909 di Ketapang, Kwitang Barat, Jakarta. Pada masa kolonial Belanda, Saleh lulus Sekolah Menengah Pertama (Meer Uitgebreid Lagere Opleiding, MULO) kemudian SMA (Algemene Middelbare School, AMS) di Malang. Lantas, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hogeschool, GHS) di Batavia pada 1934. Setelah lulus dari GHS, dr. Abdulrahman Saleh menjadi dosen di Sekolah Dokter Hindia (Nederlands Indische Artsen School, NIAS) Surabaya dan GHS Batavia (Dharmasena, 1977: 23-24; Hakim, 2009: 186). Di masa mudanya ini, Saleh berpartisipasi dalam berbagai organisasi nasionalis, seperti Jong Java, Organisasi Kepanduan Indonesia (Indonesische Padvinderij Organisatie), dan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Peran Abdulrahman Saleh dalam dunia penyiaran radio di Indonesia dimulai saat ia mengikuti Asosiasi Penyiaran Radio Timur (Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep, VORO), dimana ia adalah salah satu pelopornya. Pada tahun 1936, Abdulrahman Saleh menjadi pemimpin VORO. Setelah Jepang menginvasi Hindia Belanda pada 1942, Abdulrahman Saleh kembali menjadi pengajar pada GHS Batavia. Bersama para mahasiswa lainnya, ia pun ikut aktif dalam latihan militer yang diadakan oleh Pembela Tanah Air (PETA) di Jakarta (Anonim, t.t.: 25).

Setelah Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Sukarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, Saleh berperan besar dalam memfasilitasi penyiaran berita tersebut melalui radio. Saleh, bersama Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro, berhasil menyiarkan proklamasi melalui sebuah stasiun radio pemancar gelombang 16 meter yang terletak di Bandung. Awalnya, kegiatan penyiaran ini dihentikan oleh pihak polisi militer Jepang (Kempeitai), namun berhasil dilanjutkan. Namun, untuk kedua kalinya dihentikan oleh perintah Markas Besar Tentara Sekutu di Asia Tenggara (Anonim, t.t.: 25). Saleh kemudian berperan untuk mendirikan Radio Indonesia Merdeka, stasiun radio dengan pemancar gelombang 85 meter, di Jakarta. Radio ini menjadi alat utama bagi Pemerintah Indonesia untuk menyiarkan berita-berita mengenai Republik Indonesia yang masih muda itu, utamanya keluar negeri. Radio Indonesia Merdeka kemudian menjadi Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945, dengan Abdulrahman Saleh sebagai salah satu pendirinya.

Setelah Tentara Keamanan Rakyat berdiri pada 5 Oktober 1945, Saleh mendaftar dalam Jawatan Penerbangan Tentara Keamanan Rakyat yang kemudian menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Setelah Agustinus Adisucipto mendirikan Sekolah Penerbangan di Maguwo, Yogyakarta pada 15 November 1945, Saleh pun belajar menerbangkan pesawat-pesawat peninggalan Jepang, seperti Yokosuka K5Y (“Cureng”), pesawat layang (glider), hingga Nakajima Ki-43 Hayabusa di sekolah tersebut (Subdirsejarah Diswatpersau, 2004: 58-61). Saleh, bersama dengan tokoh-tokoh angkatan udara lainnya seperti Husein Sastranegara, Suwongso Wirjosaputro, dan Iswahjudi, merupakan siswa-siswa pertama yang mampu terbang solo, sehingga mereka diangkat menjadi pembantu Instruktur (Subdirsejarah: 61).

Pada 29 Juli 1947, saat meletusnya Agresi Militer Belanda I, Saleh bersama dengan Komodor Udara Agustinus Adisutjipto dan Opsir Muda Udara Adisoemarmo Wirjokusumo gugur dalam peristiwa penembakan jatuh pesawat angkut C-47 Dakota VT-CLA di atas Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta (kini Lanud Adisucipto) (Subdirsejarah: 140-44). Saleh dinaikkan pangkatnya secara anumerta dan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No.071/TK/1974 Tanggal 9 November 1974. Namanya pun diabadikan sebagai nama Pangkalan Udara Abdulrahman Saleh, Malang.

Penulis: Norman Joshua Soelias
Instansi: Northwestern University
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si

Referensi

Anonim, 1977. “Pak Karbol,” Dharmasena 40 (April 1977)

Hakim, Chappy. 2009. Awas Ketabrak Pesawat Terbang!. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Subdisjarah Diswatpersau. 2004. Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid 1 (1945-1949).