Sakirman: Difference between revisions

From Ensiklopedia
m (Text replacement - "Penulis: Ida Liana Tanjung" to "{{Penulis|Ida Liana Tanjung|Masyarakat Sejarah Indonesia|Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum}}")
m (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh")
Line 35: Line 35:


<nowiki>https://g30s-pki.com</nowiki>. Aksi-aksi PKI dalam Badan Legislatif Tahun 1950-1959.
<nowiki>https://g30s-pki.com</nowiki>. Aksi-aksi PKI dalam Badan Legislatif Tahun 1950-1959.
[[Category:Tokoh]]
{{Comment}} [[Category:Tokoh]]

Revision as of 16:55, 25 August 2023

Ir Sakirman adalah seorang tokoh pergerakan yang beraliran komunis. Ia lahir di Wonosobo, 11 Oktober 1911. Ayahnya bernama Kromodihardjo, seorang pengusaha sukses di Wonosobo. Sakirman menempuh pendidikan di AMS-B Yogyakarta dan melanjutkan studinya ke Technische-Hogeschool te Bandoeng. Setelah menyelesaikan studinya, Sakirman bekerja sebagai guru dan menjabat sebagai Kepala Sekolah di Sekolah Teknik Menengah di Bandung.

Pada tahun 1941, Sakirman mulai aktif di Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) cabang Bandung dan berkenalan dengan Amir Sjarifuddin, Wikana dan  Sartono. Gerindo menjadi wadah bagi para pemuda revolusioner dalam menghadapi Kolonialisme Belanda. Gerakan ini banyak dipengaruhi oleh Partai Komunis Indonesia. Sakirman kemudian menjadi salah satu tokoh penting dari partai ini bersama dengan dengan D.N. Aidit, Anwar Kadir, Nguntjik AR, Sidik Kertapati, Sudisman, Sudjojono, Tjugito, dan M. Jusuf.

Pada masa pendudukan Jepang, Sakirman bekerja di Departemen van Economische Zaken dan Djawa Hokokai. Namun, Sakirman juga terlibat dalam gerakan anti fasis Jepang, seraya memperjuangkan bekerjanya prinsip-prinsip demokrasi. Pada awal kemerdekaan, saat Komisi Nasional Indonesia (KNI) daerah menyusun keanggotaannya, Sakirman mengusulkan untuk menerapkan asas demokrasi. Usulan ini diterima dengan baik terutama di Solo, Yogyakarta, Kedu dan Semarang.

Sakirman juga sempat menjadi pimpinan AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia) pada tahun 1945 yang dibentuk oleh Gerakan bawah tanah PKI. Selama masa jabatannya, ia terlibat dalam peristiwa pendudukan daerah Tegal.  Gelombang aksi massa  melanda ibu kota Kabupaten Pemalang, Tegal dan Brebes. KNI mengutus dua orang anggotanya yaitu Maryono dan H. Ikhsan ke Slawi untuk mengadakan pendekatan dengan Sakirman, selaku pimpinan AMRI. Namun Sakirman membawa utusan tersebut ke pabrik gula Pagongan dan digiring ke markas AMRI Talang. Utusan ini  dibunuh oleh Kutil, pimpinan AMRI Talang yang juga seorang lenggaong (Jawara) terkenal dari Talang (Djamhari dkk., 2009: 59). Pada 3 November 1945, Sakirman memimpin rapat AMRI dan memutuskan semua pamong praja harus diperiksa dan diserahkan kepada rakyat untuk diadili. Selain itu, di dalam rapat yang dipimpin Sakirman juga dikemukakan bahwa TKR harus dilucuti, dan organisasi Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang merupakan saingan AMRI Slawi harus disingkirkan karena melindungi residen dan pamong praja (Djamhari dkk., 2009: 60).

Pada 1946 Sakirman bergabung dalam sebuah pertemuan dengan beberapa organisasi yang diprakarsai oleh Tan Malaka dalam rangka penyusunan strategi melawan Belanda. Pertemuan ini dihimpun oleh sekitar 138 organisasi massa, politik, laskar dan pimpinan TRI dalam satu front yang bernama Persatuan Perjuangan (PP). Pertemuan pertama diadakan di Purwokerto, 3-5 Januari 1946. Pertemuan kedua diadakan di Solo pada 15-16 Januari 1946 dan pesertanya bertambah menjadi 141 Organisasi. Dalam pertemuan kedua, Panglima Besar Jenderal Sudirman hadir dan memberikan sokongan yang tegas. Akhirnya, sebuah panitia dibentuk untuk menyusun minimum program PP, yang terdiri dari Ir. Sakirman (Dewan Pusat Perjuangan Jawa Tengah), Ibnu Parna (Pesindo), Wali al-Fatah (Masyumi), Abdulmajid (Partai Sosialis), Jenderal Sudirman (TRI), Atmadji (TLRI), Ny. Mangunsarkoro (Perwari), Tan Malaka, dan seorang dari Panitia Musyawarah Solo (Gie, 2005: 102).

Nama Sakirman mulai dikenal saat ia memimpin Laskar Rakyat, berkedudukan di Magelang, dalam menghadapi Agresi Militer Belanda pada masa revolusi. Berkat Sakirman Laskar Rakyat yang terpisah-pisah di Jawa dan Madura disatukan dalam kepemimpinannya. Ia adalah seorang sosialis dan salah satu pemimpin komunis terkemuka di Indonesia. Sakirman sebagai pemimpin Laskar Rakyat diberi gelar Mayor Jenderal. Laskar Rakyat yang dipimpin Sakirman bertujuan: 1) memerangi buta huruf; 2) meningkatkan kesiapsiagaan militer dan menangkap mata-mata; 3) memajukan kerjasama antara rakyat, khususnya di dalam organisasi-organisasi petani dan pekerja (McVey, 1971; Gie, 2005: 28; Soerjono and Anderson 1989).

Sakirman berperan aktif di dalam organisasi petani dan menjadi Wakil Ketua DPP Barisan Tani Indonesia. Aktivitasnya di PKI juga semakin meningkat seiring dengan pengangkatannya sebagai Politbiro PKI. Pokok-pokok pikiran Sakirman banyak dicurahkan dalam tulisan-tulisannya tentang ekonomi dan pertahanan. Ia juga menulis buku tentang pemilihan umum (Suroso, 2013: 164). Pada tahun 1954, Sakirman mengikuti Kongres Nasional V PKI. Di dalam kongres ini ia mengemukakan bahwa Indonesia setengah dijajah setengah feudal.  Sakirman memandang bahwa PKI bertujuan membuat sistem hukum baru untuk Indonesia, sistem yang tidak akan lagi menghasilkan memisahkan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Di mata PKI hukum Adat sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi masyarakat dan modernisasi bangsa Indonesia yang progresif (Leyser, 1954).

Pada tahun 1955, Sakirman menjadi wakil PKI di parlemen setelah PKI berada  di urutan 4 pemilu. Selama menjabat di Parlemen, Sakirman merupakan sosok yang tegas dalam mengambil kebijakan sebagai wakil PKI. Ia adalah tokoh yang memberikan reaksi paling keras saat Indonesia menandatangani persetujuan persetujuan Mutual Security Act (MSA) dengan Amerika Serikat. la menuduh bahwa negara-negara yang menerima MSA akan kehilangan kedaulatan dan  kemerdekaannya sehingga akan menjadi negara jajahan Amerika. Oleh karena itu PKI mengajak semua partai-partai/golongan-golongan di seluruh Indonesia untuk bersatu dalam front nasional anti fasis guna menolak MSA dan persetujuan yang merugikan rakyat Indonesia. Selain itu, pada tahun 1957, Sakirman dalam Sidang Konstituante menolak konstitusi yang hanya memenuhi kebutuhan dari satu golongan atau aliran saja dalam masyarakat, karena hal ini bertentangan dengan arti yang sewajarnya daripada res publica", demikian kata Ir. Sakirman dari Fraksi Partai Komunis Indonesia (PKI) (Khairul 2008: XV; (https://g30s-pki.com). Pada peristiwa G-30S tahun 1965, Sakirman kehilangan adiknya yakni S. Parman yang menjadi Asisten Intel Menteri Panglima Angkatan Darat. Pada tahun 1966. Sakirman bersama tokoh-tokoh PKI di Indonesia menjadi korban pembasmian komunis di Indonesia. Ia dibunuh  saat akan melarikan diri dari  penjara (https://g30s-pki.com).

Penulis: Ida Liana Tanjung
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Djamhari, Saleh As’ad, dkk. 2009. Komunisme di Indonesia Jilid I. Jakarta: Pusjarah TNI 

Gie, Soe Hok  (2005). Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan. Yogyakarta:PT Bentang Pustaka

Khairul & Erwien Kusuma (ed) (2008). Pancasila dan Islam: Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante. Jakarta: BAUR Publishing.

Leyser, J. Legal Developments in Indonesia. The American Journal of Comparative Law, Summer, 1954, Vol. 3, No. 3 (Summer, 1954), pp. 399-411 Published by: Oxford University Press

McVey, Ruth. The Post-Revolutionary Transformation of the Indonesian Army.  Indonesia, Apr., 1971, No. 11 (Apr., 1971), pp. 131-176 Published by: Cornell University Press; Southeast Asia Program Publications at Cornell University

Soerjono & Ben Anderson (1980). On Musso's Return. Cornell University Press; Southeast Asia Program Publications at Cornell University.

Suroso, Suar (2013). Akar dan Dalang Pembantai Manusia tak Berdosa dan Penggulingan Bung Karno. Bandung: Ultimus.

https://g30s-pki.com. Aksi-aksi PKI dalam Badan Legislatif Tahun 1950-1959.