Universitas Gadjah Mada (UGM): Difference between revisions
(Created page with "Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan sebuah Universitas nasional pertama yang berdiri pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan yaitu 19 Desember 1949 di Yogyakarta (Purwanto, Suryo, & Padmo, [ed.] 1999: 9). Terbentuknya UGM merupakan penggabungan dan pendirian kembali dari berbagai balai pendidikan, sekolah tinggi, maupun perguruan tinggi yang terdapat di Yogyakarta, Klaten, dan Surakarta. Keberadaan berbagai balai pendidikan tinggi di Yogyakarta dan kota-kota...") |
No edit summary Tags: Reverted Visual edit |
||
Line 1: | Line 1: | ||
[[File:Istana Bung Hatta.jpg|center|frame|Contoh]] | |||
Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan sebuah Universitas nasional pertama yang berdiri pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan yaitu 19 Desember 1949 di Yogyakarta (Purwanto, Suryo, & Padmo, [ed.] 1999: 9). Terbentuknya UGM merupakan penggabungan dan pendirian kembali dari berbagai balai pendidikan, sekolah tinggi, maupun perguruan tinggi yang terdapat di Yogyakarta, Klaten, dan Surakarta. Keberadaan berbagai balai pendidikan tinggi di Yogyakarta dan kota-kota di sekitarnya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Yogyakarta sebagai ibukota RI sejak 4 Januari 1946 (Emilia 2017: 22-23) | Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan sebuah Universitas nasional pertama yang berdiri pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan yaitu 19 Desember 1949 di Yogyakarta (Purwanto, Suryo, & Padmo, [ed.] 1999: 9). Terbentuknya UGM merupakan penggabungan dan pendirian kembali dari berbagai balai pendidikan, sekolah tinggi, maupun perguruan tinggi yang terdapat di Yogyakarta, Klaten, dan Surakarta. Keberadaan berbagai balai pendidikan tinggi di Yogyakarta dan kota-kota di sekitarnya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Yogyakarta sebagai ibukota RI sejak 4 Januari 1946 (Emilia 2017: 22-23) | ||
Revision as of 15:04, 5 June 2023
Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan sebuah Universitas nasional pertama yang berdiri pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan yaitu 19 Desember 1949 di Yogyakarta (Purwanto, Suryo, & Padmo, [ed.] 1999: 9). Terbentuknya UGM merupakan penggabungan dan pendirian kembali dari berbagai balai pendidikan, sekolah tinggi, maupun perguruan tinggi yang terdapat di Yogyakarta, Klaten, dan Surakarta. Keberadaan berbagai balai pendidikan tinggi di Yogyakarta dan kota-kota di sekitarnya tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Yogyakarta sebagai ibukota RI sejak 4 Januari 1946 (Emilia 2017: 22-23)
Pada saat ibu kota RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946, berbagai lembaga negara termasuk institusi pendidikan tinggi ikut pindah ke Yogyakarta dan kota-kota di sekitarnya (Ibrahim 2014: 75). Sekolah Tinggi Teknik yang berdiri di Bandung setelah Proklamasi kemerdekaan pindah ke Yogyakarta dan dibuka kembali pada tanggal 17 Februari 1946 dengan pengajar antara lain Prof. Ir. Rooseno Soerjohadikoesoemo dan Prof. Ir. K.R.T. Wreksodhiningrat (ft.ugm.ac.id, 23 Juni 2022). Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta yang merupakan kelanjutan dari STOVIA yang pada masa pendudukan Jepang berubah menjadi Ika Dai Gaku, pindah ke Surakarta dan Klaten. Perpindahan ini menyebabkan dibuka Perguruan Tinggi Kedokteran (PTK) bagian klinik pada tanggal 4 Maret 1946 di Surakarta dan Perguruan Tinggi Kedokteran bagian Pre-Klinik di Klaten pada tanggal 5 Maret 1946 (Emilia 2017: 29-30; Sutaryo, Suratman & Gumilang 2010: 14). Di Klaten kemudian berdiri pula beberapa perguruan tinggi, yaitu Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan pada tanggal 20 September 1946; Sekolah Tinggi Farmasi tanggal 27 September 1946; dan Perguruan Tinggi Pertanian tanggal 27 September 1946 (Diwyarthi 23 Juni 2022).
Sementara itu di Yogyakarta secara resmi diumumkan berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada pada tanggal 3 Maret 1946 di Gedung Komite Nasional Indonesia (KNI) Malioboro. Pendirian balai ini atas prakarsa dari Boediarto, Marsito, Prijono, dan Soenarjo yang terlebih dahulu melakukan pembicaraan pada tanggal 24 Januari 1946 di gedung Sekolah Menengah Tinggi (SMT) Kotabaru. Hasil dari pertemuan ini adalah pembentukan panitia yang beranggotakan 32 orang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Panitia inilah yang bertugas membentuk balai pendidikan tinggi itu beserta pendirian fakultas dan mekanisme kegiatan belajar mengajar. Pada awal kegiatannya, Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada membuka dua fakultas, yaitu Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan (Purwanto, Suryo, & Padmo [ed.] 1999: 10).
Setelah persetujuan Roem Royen ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949, upaya untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi yang bersifat nasional muncul setelah berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta dan kota sekitarnya meniadakan perkuliahan akibat agresi militer Belanda II. Pada tanggal 20 Mei 1949 diadakan rapat persiapan pembentukan perguruan tinggi nasional di gedung Kepatihan Yogyakarta. Persiapan pendirian perguruan tinggi nasional ini mendapat dukungan sepenuhnya dari Sultan Hamengkubuwono IX. Sultan menyediakan Pagelaran, Sithinggil, dan beberapa bangunan milik kraton untuk kegiatan perguruan tinggi seperti kegiatan belajar mengajar maupun tempat tinggal para mahasiswa dan pengajar. Akhirnya, pada tanggal 1 November 1949 mulai dibuka perkuliahan di kompleks Kadipaten untuk Perguruan Tinggi Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Farmasi yang dipimpin oleh Prof. Sardjito dengan 105 mahasiswa; Sekolah Tinggi Pertanian yang dipimpin oleh Prof. Harjono dengan 82 mahasiswa; dan Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan yang dipimpin oleh Prof. Soeparwi dengan 6 mahasiswa. Sehari kemudian di komplek Jetis, dibuka perkuliahan Sekolah Tinggi Teknik yang dipimpin oleh Prof. Wreksodiningrat dengan 205 mahasiswa. Pada tanggal 3 Desember 1949, Sekolah Tinggi Hukum di Surakarta dipindahkan ke Yogyakarta dan dipimpin oleh Prof. Notonegoro dengan 85 orang mahasiswa (Purwanto, Suryo, & Padmo [ed.] 1999: 13).
Pada tahap awal penyelenggaraan pendidikan tinggi di Yogyakarta, sekolah tinggi yang ada masih tetap berada di bawah naungan masing-masing kementerian. Penggabungan baru terjadi saat dikeluarkan Peraturan Pemerintah no. 23 tanggal 16 Desember 1949 tentang Peraturan Sementara Penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universitas. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini Universitas Gadah Mada dinyatakan berdiri dan memilih pendiriannya pada tanggal 19 Desember 1949. Menurut peraturan ini, Universitas Gadjah Mada terdiri atas 6 fakultas, yaitu Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Farmasi; Fakultas Hukum, Sosial, dan Politik; Fakultas Teknik; Fakultas Sastra dan Filsafat; dan Fakultas Pertanian (Purwanto, Suryo, & Padmo [ed.] 1999: 13-14; Diwyarthi 23 Juni 2022).
Kegiatan belajar mengajar di Universitas Gadjah Mada pada mulanya menempati beberapa tempat di Kraton Kasultanan Yogyakarta, seperti Mangkubumen, Pagelaran, dan Wijilan. Pada tahun 1951 UGM berhasil membentuk panitia untuk memindahkan tempat perkuliahan ke tempat yang baru, yaitu Bulaksumur dan Sekip. Pada tanggal 19 Desember 1951 mulai dibangun Gedung Pusat UGM yang berhasil diselesaikan dan diresmikan pada tanggal 19 Desember 1959. Pada tahun 1970an seluruh kegiatan belajar mengajar sudah pindah dari Kraton ke kampus terpadu di Bulaksumur dan Sekip (Purwanto, Suryo, & Padmo [ed.] 1999: 46-73). Hingga Sekarang, UGM merupakan universitas terkemuka dan terbesar di Indonesia dengan 18 fakultas, 2 sekolah (Sekolah Vokasi dan Sekolah Pascasarjana), 278 program studi, dan 23 pusat studi (ugm.ac.id, 30 Juli 2022).
Penulis: Julianto Ibrahim
Referensi
Diwyarthi, N. (2022). “Universitas Gadjah Mada dan Sejarah Berdirinya”. https://www.academia.edu/41040380/UGM_dan_Sejarah_Berdirinya_1_, Diunduh 23 Juni 2022
Emilia, Ova, dkk. (2017). Sejarah Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1946-2016: Berkembang dalam Perjuangan dan Kesederhanaan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran UGM.
https://ft.ugm.ac.id/tentang-ft/sejarah/ diunduh 23 Juni 2022
https://www.ugm.ac.id/id/tentang-ugm/3679-ugm.in.number, diunduh 30 Juli 2022
Ibrahim, Julianto. (2014). Dinamika Sosial Politik Masa Revolusi Kemerdekaan, 1945-1950. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.