Hasjim Ning: Difference between revisions
(Created page with "Hasjim Ning adalah pejuang dan pengusaha terkemuka pada awal pembentukan Republik Indonesia. Ia lahir di Padang tanggal 22 Agustus 1916. Ayahnya bernama Masagus Ismail Ning dan ibunya bernama Umi Salamah. Nama lengkap Hasjim Ning adalah Nur Muhammad Hasjim. Karena memiliki garis keturunan Palembang ia diberi nama Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning dan bergelar Rajo Endah setelah menikah. Ia menikah dengan Ratna Maida dan dikaruniai tiga orang anak. Hasjim Ning menghabisk...") |
No edit summary |
||
Line 1: | Line 1: | ||
Hasjim Ning adalah pejuang | Hasjim Ning adalah pejuang dan pengusaha terkemuka pada awal pembentukan Republik Indonesia. Ia lahir di Padang tanggal 22 Agustus 1916. Ayahnya bernama Masagus Ismail Ning dan ibunya bernama Umi Salamah. Nama lengkap Hasjim Ning adalah Nur Muhammad Hasjim. Karena memiliki garis keturunan Palembang ia diberi nama Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning dan bergelar Rajo Endah setelah menikah. Ia menikah dengan Ratna Maida dan dikaruniai tiga orang anak. Hasjim Ning menghabiskan masa kecilnya di beberapa tempat di Sumatra Barat yaitu Payakumbuh, Bukittinggi dan Padang. Jiwa entrepreneur Hasjim Ning telah ada sejak masa kecil, menurun dari ayah dan kakeknya sebagai pedagang terkenal di Padang. | ||
Hasjim Ning menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Bukittinggi. Pada tahun 1933, ia menempuh Pendidikan Mulo Palembang. Namun setelah itu ia pindah ke Mulo di Jakarta. Hasjim Ning bukanlah orang yang memiliki minat besar terhadap sekolah. Ia merasa jenuh berada di sekolah formal oleh karena itu ayahnya mendaftarkannya ke sekolah privat untuk bahasa Inggris dan buku dagang. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ketertarikannya Hasjim Ning terhadap ilmu ekonomi berlanjut saat ia mulai dekat dengan Bung Hatta. Namun keinginannya belajar dengan pada Bung Hatta ditentang oleh Residen Belanda karena ayahnya memiliki kontrak dengan residen untuk membangun Tambang Batu Bara di Tanjung Enim. Akhirnya Hasjim Ning pulang ke Palembang dan membantu ayahnya menjadi kontraktor Tambang Batubara. Setelah Belanda memutuskan kontrak, usaha ini merugi. Hasjim pindah ke Jakarta dan menjadi pengusaha ikan yang menampung ikan-ikan nelayan lalu menjualnya ke berbagai restoran dan hotel. Usaha Ikan Hasjim Ning tidak bertahan lama karena ia kemudian memperoleh pekerjaan sebagai pemimpin pabrik teh di Cianjur. Pengalaman usaha yang beragam ini kemudian mengantarkan Hasjim untuk menentukan jalan hidupnya sendiri dalam berusaha. Ia adalah pengusaha sejati dan sekaligus seorang pejuang pada zaman revolusi. Ia bukan hanya suka berdagang tetapi juga tertarik menjadi tentara. | Hasjim Ning menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Bukittinggi. Pada tahun 1933, ia menempuh Pendidikan Mulo Palembang. Namun setelah itu ia pindah ke Mulo di Jakarta. Hasjim Ning bukanlah orang yang memiliki minat besar terhadap sekolah. Ia merasa jenuh berada di sekolah formal oleh karena itu ayahnya mendaftarkannya ke sekolah privat untuk bahasa Inggris dan buku dagang. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ketertarikannya Hasjim Ning terhadap ilmu ekonomi berlanjut saat ia mulai dekat dengan Bung Hatta. Namun keinginannya belajar dengan pada Bung Hatta ditentang oleh Residen Belanda karena ayahnya memiliki kontrak dengan residen untuk membangun Tambang Batu Bara di Tanjung Enim. Akhirnya Hasjim Ning pulang ke Palembang dan membantu ayahnya menjadi kontraktor Tambang Batubara. Setelah Belanda memutuskan kontrak, usaha ini merugi. Hasjim pindah ke Jakarta dan menjadi pengusaha ikan yang menampung ikan-ikan nelayan lalu menjualnya ke berbagai restoran dan hotel. Usaha Ikan Hasjim Ning tidak bertahan lama karena ia kemudian memperoleh pekerjaan sebagai pemimpin pabrik teh di Cianjur. Pengalaman usaha yang beragam ini kemudian mengantarkan Hasjim untuk menentukan jalan hidupnya sendiri dalam berusaha. Ia adalah pengusaha sejati dan sekaligus seorang pejuang pada zaman revolusi. Ia bukan hanya suka berdagang tetapi juga tertarik menjadi tentara. | ||
Kiprah Hasjim Ning dalam dunia militer dimulai saat pemerintah Kolonial Belanda merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi Vrijwillegers Korps atau Korp Sukarela. Korp ini dibentuk oleh Belanda untuk mengantisipasi kedatangan Jepang. Mereka dibekali dengan keterampilan menggunakan senjata , mengenal alat peledak dan mengenalkan jiwa korps. | Kiprah Hasjim Ning dalam dunia militer dimulai saat pemerintah Kolonial Belanda merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi ''Vrijwillegers Korps'' atau Korp Sukarela. Korp ini dibentuk oleh Belanda untuk mengantisipasi kedatangan Jepang. Mereka dibekali dengan keterampilan menggunakan senjata , mengenal alat peledak dan mengenalkan jiwa korps. | ||
Pada masa Jepang, Hasjim Ning juga terlibat dalam pembentukan tentara Pembela Tanah Air atau disingkat PETA. Ia bersama dengan Gatot Mangkupradja, Kuswaya, Kosasih, Suhardiman, Sanusi, Kiai Siradj, dan Raden Ayu Cicih membangun pasukan yang berbeda dengan Heiho. Jika Heiho dijadikan sebagai tentara bantuan militer Jepang untuk menghadapi tentara sekutu, maka PETA merupakan pasukan yang akan membela rakyat Indonesia. Saat pembentukan PETA, Hasjim Ning semakin membulatkan tekadnya untuk menjadi tentara. Cita-citanya sejak masa kecil menjadi tentara. Selanjutnya, Hasjim menjadi tentara PETA. | Pada masa Jepang, Hasjim Ning juga terlibat dalam pembentukan tentara Pembela Tanah Air atau disingkat PETA. Ia bersama dengan Gatot Mangkupradja, Kuswaya, Kosasih, Suhardiman, Sanusi, Kiai Siradj, dan Raden Ayu Cicih membangun pasukan yang berbeda dengan Heiho. Jika Heiho dijadikan sebagai tentara bantuan militer Jepang untuk menghadapi tentara sekutu, maka PETA merupakan pasukan yang akan membela rakyat Indonesia. Saat pembentukan PETA, Hasjim Ning semakin membulatkan tekadnya untuk menjadi tentara. Cita-citanya sejak masa kecil menjadi tentara. Selanjutnya, Hasjim menjadi tentara PETA. | ||
Setelah menjadi tentara PETA, jiwa enterpreneurnya tidak hilang. Saat Jepang membutuhkan pasokan beras untuk tentaranya, Hasjim Ning menjadi koordinator dan pengawas pabrik beras di seluruh karesidenan Bogor. Jepang menugaskannya sebagai perwira PETA yang diperbantukan kepada karesidenan Bogor dengan pangkat Shodance Tokobetsu. Kedudukannya sebagai perwira PETA memudahkannya untuk melakukan mobilisasi barang dan orang untuk perjuangan kemerdekaan. Ia banyak membantu tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan seperti Sukarno, Hatta dan Syahrir. Bahkan Hasjim Ning merupakan tokoh yang selalu mendampingi mereka. Pada awal kemerdekaan, semangat Hasjim Ning tidak pernah surut untuk terus berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Di saat kondisi ekonomi rakyat Indonesia kacau, Hasjim berjuang untuk menjaga stabilitas pangan. Ia mengumpulkan padi-padi untuk digiling dan didistribusikan ke rakyat yang membutuhkannya. | Setelah menjadi tentara PETA, jiwa enterpreneurnya tidak hilang. Saat Jepang membutuhkan pasokan beras untuk tentaranya, Hasjim Ning menjadi koordinator dan pengawas pabrik beras di seluruh karesidenan Bogor. Jepang menugaskannya sebagai perwira PETA yang diperbantukan kepada karesidenan Bogor dengan pangkat ''Shodance Tokobetsu.'' Kedudukannya sebagai perwira PETA memudahkannya untuk melakukan mobilisasi barang dan orang untuk perjuangan kemerdekaan. Ia banyak membantu tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan seperti Sukarno, Hatta dan Syahrir. Bahkan Hasjim Ning merupakan tokoh yang selalu mendampingi mereka. Pada awal kemerdekaan, semangat Hasjim Ning tidak pernah surut untuk terus berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Di saat kondisi ekonomi rakyat Indonesia kacau, Hasjim berjuang untuk menjaga stabilitas pangan. Ia mengumpulkan padi-padi untuk digiling dan didistribusikan ke rakyat yang membutuhkannya. | ||
Pada saat ibukota pemerintahan pindah ke Yogyakarta, Hasjim Ning diminta Sukarno untuk menjadi ajudan, tetapi Hasjim Ning menolak karena tidak ingin terikat dengan protokoler kenegaraan. Ia kemudian bekerja sebagai staf sekretariat Wakil Presiden, M. Hatta. Namun pekerjaannya ini dianggap Hasjim Ning tidak sesuai dengan karakternya yang menyukai tantangan dan petualangan. Akhirnya setelah mendapatkan tawaran dari Angkatan Laut untuk membantu menyediakan kebutuhan spare parts: ban mobil, obat-obatan, dan senjata, Hasjim Ning memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Kemampuan dagang Hasjim Ning memudahkannya untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkan oleh Angkatan Laut. Ia selalu dipercaya untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan penyediaan barang. | Pada saat ibukota pemerintahan pindah ke Yogyakarta, Hasjim Ning diminta Sukarno untuk menjadi ajudan, tetapi Hasjim Ning menolak karena tidak ingin terikat dengan protokoler kenegaraan. Ia kemudian bekerja sebagai staf sekretariat Wakil Presiden, M. Hatta. Namun pekerjaannya ini dianggap Hasjim Ning tidak sesuai dengan karakternya yang menyukai tantangan dan petualangan. Akhirnya setelah mendapatkan tawaran dari Angkatan Laut untuk membantu menyediakan kebutuhan ''spare parts'': ban mobil, obat-obatan, dan senjata, Hasjim Ning memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Kemampuan dagang Hasjim Ning memudahkannya untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkan oleh Angkatan Laut. Ia selalu dipercaya untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan penyediaan barang. | ||
Setelah kembali ke Jakarta, Hasjim Ning mulai terlibat dalam perdagangan senjata yang dibutuhkan pemerintah Republik, selain ia juga bekerja sebagai staf di Kantor Perdana Menteri yang dijabat oleh Sjahrir di Pegangsaan Timur. | Setelah kembali ke Jakarta, Hasjim Ning mulai terlibat dalam perdagangan senjata yang dibutuhkan pemerintah Republik, selain ia juga bekerja sebagai staf di Kantor Perdana Menteri yang dijabat oleh Sjahrir di Pegangsaan Timur. Kedekatan Hasjim Ning dengan Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Bung Karno mendorongnya untuk terlibat dalam dunia politik. Ia menjadi pengusaha yang besar berkat program Benteng, sebuah program yang dirintis oleh Sumitro Djojohadikusumo, Menteri Perdagangan dan Industri pada tahun 1950 dengan tujuan untuk memperkuat pengusaha pribumi dalam perekonomian. Hasjim Ning berhasil mengubah dirinya dari broker menjadi pengusaha sejati. Ia kemudian berhasil mendirikan perusahaan sendiri dengan nama Djakarta Motor Company, lalu membuka usaha perakitan mobil, yaitu Indonesia Services Company, sebagai industri perakitan mobil pertama di Indonesia. Sejak saat itu Hasjim Ning disebut sebagai raja mobil Indonesia. | ||
Pada masa Orde Baru, Hasjim tetap survive dengan usahanya. Ia dipandang sebagai prototipe pengusaha sukses dan termasuk di antara sedikit pengusaha yang bisa lolos dari saringan Ekonomi Terpimpin Sukarno. Hasjim bergerak dalam berbagai bidang usaha, baik otomotif , perbankan dan asuransi. | Pada masa Orde Baru, Hasjim tetap ''survive'' dengan usahanya. Ia dipandang sebagai prototipe pengusaha sukses dan termasuk di antara sedikit pengusaha yang bisa lolos dari saringan Ekonomi Terpimpin Sukarno. Hasjim bergerak dalam berbagai bidang usaha, baik otomotif , perbankan dan asuransi. | ||
Penulis: Ida Liana Tanjung | Penulis: Ida Liana Tanjung | ||
Line 20: | Line 20: | ||
'''Referensi''' | '''Referensi''' | ||
Ning, Hasjim. 1986. Pasang Surut Pengusaha Pejuang. Jakarta : Pustaka Grafiti Pers. | Ning, Hasjim. 1986. ''Pasang Surut Pengusaha Pejuang.'' Jakarta : Pustaka Grafiti Pers. | ||
Profil 200 Tokoh, Aktivitis dan Pemuka Masyarakat Minang. PT Permo Promotion dan Yayasan Bina Prestasi Minang Indonesia. | ''Profil 200 Tokoh, Aktivitis dan Pemuka Masyarakat Minang.'' PT Permo Promotion dan Yayasan Bina Prestasi Minang Indonesia. | ||
[[Category:Tokoh]] | [[Category:Tokoh]] |
Revision as of 13:09, 21 July 2023
Hasjim Ning adalah pejuang dan pengusaha terkemuka pada awal pembentukan Republik Indonesia. Ia lahir di Padang tanggal 22 Agustus 1916. Ayahnya bernama Masagus Ismail Ning dan ibunya bernama Umi Salamah. Nama lengkap Hasjim Ning adalah Nur Muhammad Hasjim. Karena memiliki garis keturunan Palembang ia diberi nama Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning dan bergelar Rajo Endah setelah menikah. Ia menikah dengan Ratna Maida dan dikaruniai tiga orang anak. Hasjim Ning menghabiskan masa kecilnya di beberapa tempat di Sumatra Barat yaitu Payakumbuh, Bukittinggi dan Padang. Jiwa entrepreneur Hasjim Ning telah ada sejak masa kecil, menurun dari ayah dan kakeknya sebagai pedagang terkenal di Padang.
Hasjim Ning menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di Bukittinggi. Pada tahun 1933, ia menempuh Pendidikan Mulo Palembang. Namun setelah itu ia pindah ke Mulo di Jakarta. Hasjim Ning bukanlah orang yang memiliki minat besar terhadap sekolah. Ia merasa jenuh berada di sekolah formal oleh karena itu ayahnya mendaftarkannya ke sekolah privat untuk bahasa Inggris dan buku dagang. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ketertarikannya Hasjim Ning terhadap ilmu ekonomi berlanjut saat ia mulai dekat dengan Bung Hatta. Namun keinginannya belajar dengan pada Bung Hatta ditentang oleh Residen Belanda karena ayahnya memiliki kontrak dengan residen untuk membangun Tambang Batu Bara di Tanjung Enim. Akhirnya Hasjim Ning pulang ke Palembang dan membantu ayahnya menjadi kontraktor Tambang Batubara. Setelah Belanda memutuskan kontrak, usaha ini merugi. Hasjim pindah ke Jakarta dan menjadi pengusaha ikan yang menampung ikan-ikan nelayan lalu menjualnya ke berbagai restoran dan hotel. Usaha Ikan Hasjim Ning tidak bertahan lama karena ia kemudian memperoleh pekerjaan sebagai pemimpin pabrik teh di Cianjur. Pengalaman usaha yang beragam ini kemudian mengantarkan Hasjim untuk menentukan jalan hidupnya sendiri dalam berusaha. Ia adalah pengusaha sejati dan sekaligus seorang pejuang pada zaman revolusi. Ia bukan hanya suka berdagang tetapi juga tertarik menjadi tentara.
Kiprah Hasjim Ning dalam dunia militer dimulai saat pemerintah Kolonial Belanda merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi Vrijwillegers Korps atau Korp Sukarela. Korp ini dibentuk oleh Belanda untuk mengantisipasi kedatangan Jepang. Mereka dibekali dengan keterampilan menggunakan senjata , mengenal alat peledak dan mengenalkan jiwa korps.
Pada masa Jepang, Hasjim Ning juga terlibat dalam pembentukan tentara Pembela Tanah Air atau disingkat PETA. Ia bersama dengan Gatot Mangkupradja, Kuswaya, Kosasih, Suhardiman, Sanusi, Kiai Siradj, dan Raden Ayu Cicih membangun pasukan yang berbeda dengan Heiho. Jika Heiho dijadikan sebagai tentara bantuan militer Jepang untuk menghadapi tentara sekutu, maka PETA merupakan pasukan yang akan membela rakyat Indonesia. Saat pembentukan PETA, Hasjim Ning semakin membulatkan tekadnya untuk menjadi tentara. Cita-citanya sejak masa kecil menjadi tentara. Selanjutnya, Hasjim menjadi tentara PETA.
Setelah menjadi tentara PETA, jiwa enterpreneurnya tidak hilang. Saat Jepang membutuhkan pasokan beras untuk tentaranya, Hasjim Ning menjadi koordinator dan pengawas pabrik beras di seluruh karesidenan Bogor. Jepang menugaskannya sebagai perwira PETA yang diperbantukan kepada karesidenan Bogor dengan pangkat Shodance Tokobetsu. Kedudukannya sebagai perwira PETA memudahkannya untuk melakukan mobilisasi barang dan orang untuk perjuangan kemerdekaan. Ia banyak membantu tokoh-tokoh perjuangan kemerdekaan seperti Sukarno, Hatta dan Syahrir. Bahkan Hasjim Ning merupakan tokoh yang selalu mendampingi mereka. Pada awal kemerdekaan, semangat Hasjim Ning tidak pernah surut untuk terus berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Di saat kondisi ekonomi rakyat Indonesia kacau, Hasjim berjuang untuk menjaga stabilitas pangan. Ia mengumpulkan padi-padi untuk digiling dan didistribusikan ke rakyat yang membutuhkannya.
Pada saat ibukota pemerintahan pindah ke Yogyakarta, Hasjim Ning diminta Sukarno untuk menjadi ajudan, tetapi Hasjim Ning menolak karena tidak ingin terikat dengan protokoler kenegaraan. Ia kemudian bekerja sebagai staf sekretariat Wakil Presiden, M. Hatta. Namun pekerjaannya ini dianggap Hasjim Ning tidak sesuai dengan karakternya yang menyukai tantangan dan petualangan. Akhirnya setelah mendapatkan tawaran dari Angkatan Laut untuk membantu menyediakan kebutuhan spare parts: ban mobil, obat-obatan, dan senjata, Hasjim Ning memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Kemampuan dagang Hasjim Ning memudahkannya untuk memperoleh barang-barang yang dibutuhkan oleh Angkatan Laut. Ia selalu dipercaya untuk mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan penyediaan barang.
Setelah kembali ke Jakarta, Hasjim Ning mulai terlibat dalam perdagangan senjata yang dibutuhkan pemerintah Republik, selain ia juga bekerja sebagai staf di Kantor Perdana Menteri yang dijabat oleh Sjahrir di Pegangsaan Timur. Kedekatan Hasjim Ning dengan Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Bung Karno mendorongnya untuk terlibat dalam dunia politik. Ia menjadi pengusaha yang besar berkat program Benteng, sebuah program yang dirintis oleh Sumitro Djojohadikusumo, Menteri Perdagangan dan Industri pada tahun 1950 dengan tujuan untuk memperkuat pengusaha pribumi dalam perekonomian. Hasjim Ning berhasil mengubah dirinya dari broker menjadi pengusaha sejati. Ia kemudian berhasil mendirikan perusahaan sendiri dengan nama Djakarta Motor Company, lalu membuka usaha perakitan mobil, yaitu Indonesia Services Company, sebagai industri perakitan mobil pertama di Indonesia. Sejak saat itu Hasjim Ning disebut sebagai raja mobil Indonesia.
Pada masa Orde Baru, Hasjim tetap survive dengan usahanya. Ia dipandang sebagai prototipe pengusaha sukses dan termasuk di antara sedikit pengusaha yang bisa lolos dari saringan Ekonomi Terpimpin Sukarno. Hasjim bergerak dalam berbagai bidang usaha, baik otomotif , perbankan dan asuransi.
Penulis: Ida Liana Tanjung
Referensi
Ning, Hasjim. 1986. Pasang Surut Pengusaha Pejuang. Jakarta : Pustaka Grafiti Pers.
Profil 200 Tokoh, Aktivitis dan Pemuka Masyarakat Minang. PT Permo Promotion dan Yayasan Bina Prestasi Minang Indonesia.