Djawa Dwipa: Difference between revisions
(Created page with "Djawa Dwipa adalah gerakan untuk menghapuskan hirarki dalam bahasa Jawa yang menjadi simbol feodalisme. Gerakan ini diinisiasi pada Maret 1917 oleh pimpinan Sarekat Islam cabang Surabaya, Tirtodanoedjo dan Tjokrosoedarmo, serta didukung Tjokroaminoto selaku tokoh Sarekat Islam (Setyarso 2013: 140). Mereka berusaha menjadikan bahasa Jawa rendah (ngoko) sebagai standar baru bahas Jawa sehari-hari, menggantikan bahasa Jawa tinggi (kromo). Gerakan ini diakui sebagai satu ter...") |
No edit summary |
||
Line 1: | Line 1: | ||
Djawa Dwipa adalah gerakan untuk menghapuskan hirarki dalam bahasa Jawa yang menjadi simbol feodalisme. Gerakan ini diinisiasi pada Maret 1917 oleh pimpinan Sarekat Islam cabang Surabaya, Tirtodanoedjo dan Tjokrosoedarmo, serta didukung Tjokroaminoto selaku tokoh Sarekat Islam (Setyarso 2013: 140). Mereka berusaha menjadikan bahasa Jawa rendah (ngoko) sebagai standar baru bahas Jawa sehari-hari, menggantikan bahasa Jawa tinggi (kromo). Gerakan ini diakui sebagai satu terobosan penting dalam menciptakan demokrasi dalam budaya Jawa, dengan menyasar kalangan priyayi pemerintah muda dan orang-orang swasta Jawa (Fajar 2021:87). | Djawa Dwipa adalah gerakan untuk menghapuskan hirarki dalam bahasa Jawa yang menjadi simbol feodalisme. Gerakan ini diinisiasi pada Maret 1917 oleh pimpinan Sarekat Islam cabang Surabaya, Tirtodanoedjo dan Tjokrosoedarmo, serta didukung Tjokroaminoto selaku tokoh Sarekat Islam (Setyarso 2013: 140). Mereka berusaha menjadikan bahasa Jawa rendah (''ngoko'') sebagai standar baru bahas Jawa sehari-hari, menggantikan bahasa Jawa tinggi (''kromo''). Gerakan ini diakui sebagai satu terobosan penting dalam menciptakan demokrasi dalam budaya Jawa, dengan menyasar kalangan priyayi pemerintah muda dan orang-orang swasta Jawa (Fajar 2021:87). | ||
Jawa kromo adalah tingkatan bahasa Jawa tinggi yang mencerminkan kesopanan dan kepatuhan. Sebaliknya, ketika bangsawan Jawa berbicara dengan bawahan mereka, para bangsawan menggunakan bahasa Jawa ngoko, yang dinilai terlalu kasar bagi para pendengarnya. Gerakan ini menginstruksikan kepada anggotanya untuk tidak menggunakan gelar Raden, Raden Mas atau Bendoro dalam komunikasi kesehariannya dengan priyayi. | Jawa ''kromo'' adalah tingkatan bahasa Jawa tinggi yang mencerminkan kesopanan dan kepatuhan. Sebaliknya, ketika bangsawan Jawa berbicara dengan bawahan mereka, para bangsawan menggunakan bahasa Jawa ''ngoko'', yang dinilai terlalu kasar bagi para pendengarnya. Gerakan ini menginstruksikan kepada anggotanya untuk tidak menggunakan gelar Raden, Raden Mas atau Bendoro dalam komunikasi kesehariannya dengan priyayi. | ||
Akibat dari gerakan ini, SI secara sistematik mempromosikan bahasa Jawa ngoko sebagai bahasa untuk semua orang Jawa dan sebagai simbol penghapusan penindasan. Dengan adanya promosi ini, pengikut SI meningkat (Melayu 2000: 45-46). Gerakan Djawa Dwipa ini makin intensif seiring naiknya Tjokroaminoto dalam kepemimpinan SI. Dia adalah seorang pendukung | Akibat dari gerakan ini, SI secara sistematik mempromosikan bahasa Jawa ''ngoko'' sebagai bahasa untuk semua orang Jawa dan sebagai simbol penghapusan penindasan. Dengan adanya promosi ini, pengikut SI meningkat (Melayu 2000: 45-46). Gerakan Djawa Dwipa ini makin intensif seiring naiknya Tjokroaminoto dalam kepemimpinan SI. Dia adalah seorang pendukung kesetaraan (Daulay 1997: 140). | ||
Penulis: Syarah Nurul Fazri | Penulis: Syarah Nurul Fazri | ||
Line 10: | Line 10: | ||
'''Referensi''' | '''Referensi''' | ||
Fajar, A. (2021). Politisasi Isu Agama di Media Massa: Strategi Politik Hos Cokroaminoto dalam Surat Kabar Djawi Hisworo (1918). Journal of Islamic History, 1(1), 78–100. <nowiki>https://doi.org/10.53088/jih.v1i1.115</nowiki> | Fajar, A. (2021). Politisasi Isu Agama di Media Massa: Strategi Politik Hos Cokroaminoto dalam Surat Kabar Djawi Hisworo (1918). ''Journal of Islamic History'', ''1''(1), 78–100. <nowiki>https://doi.org/10.53088/jih.v1i1.115</nowiki> | ||
Budi Setyarso, et al. 2013. Tjokroaminoto: Freedom’s Leading Light. Jakarta: Tempo Publishing | Budi Setyarso, et al. 2013. Tjokroaminoto: Freedom’s Leading Light. Jakarta: Tempo Publishing | ||
Daulay, Agus Salim. 1997. Al-Hajj Sa’id Shukru Aminutu: Hayatuh wa Kifahuh wa Afkaruh. Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 4 No. 4 1997. | Daulay, Agus Salim. 1997. Al-Hajj Sa’id Shukru Aminutu: Hayatuh wa Kifahuh wa Afkaruh. Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 4 No. 4 1997. | ||
Melayu, Hasnul Arifin. 2000. Islam and Politics in the Thought of Tjokroaminoto (1882-1934) A Thesis. Canada: McGill University | Melayu, Hasnul Arifin. 2000. Islam and Politics in the Thought of Tjokroaminoto (1882-1934) A Thesis. Canada: McGill University | ||
[[Category:Organisasi]] | [[Category:Organisasi]] |
Revision as of 17:02, 25 July 2023
Djawa Dwipa adalah gerakan untuk menghapuskan hirarki dalam bahasa Jawa yang menjadi simbol feodalisme. Gerakan ini diinisiasi pada Maret 1917 oleh pimpinan Sarekat Islam cabang Surabaya, Tirtodanoedjo dan Tjokrosoedarmo, serta didukung Tjokroaminoto selaku tokoh Sarekat Islam (Setyarso 2013: 140). Mereka berusaha menjadikan bahasa Jawa rendah (ngoko) sebagai standar baru bahas Jawa sehari-hari, menggantikan bahasa Jawa tinggi (kromo). Gerakan ini diakui sebagai satu terobosan penting dalam menciptakan demokrasi dalam budaya Jawa, dengan menyasar kalangan priyayi pemerintah muda dan orang-orang swasta Jawa (Fajar 2021:87).
Jawa kromo adalah tingkatan bahasa Jawa tinggi yang mencerminkan kesopanan dan kepatuhan. Sebaliknya, ketika bangsawan Jawa berbicara dengan bawahan mereka, para bangsawan menggunakan bahasa Jawa ngoko, yang dinilai terlalu kasar bagi para pendengarnya. Gerakan ini menginstruksikan kepada anggotanya untuk tidak menggunakan gelar Raden, Raden Mas atau Bendoro dalam komunikasi kesehariannya dengan priyayi.
Akibat dari gerakan ini, SI secara sistematik mempromosikan bahasa Jawa ngoko sebagai bahasa untuk semua orang Jawa dan sebagai simbol penghapusan penindasan. Dengan adanya promosi ini, pengikut SI meningkat (Melayu 2000: 45-46). Gerakan Djawa Dwipa ini makin intensif seiring naiknya Tjokroaminoto dalam kepemimpinan SI. Dia adalah seorang pendukung kesetaraan (Daulay 1997: 140).
Penulis: Syarah Nurul Fazri
Referensi
Fajar, A. (2021). Politisasi Isu Agama di Media Massa: Strategi Politik Hos Cokroaminoto dalam Surat Kabar Djawi Hisworo (1918). Journal of Islamic History, 1(1), 78–100. https://doi.org/10.53088/jih.v1i1.115
Budi Setyarso, et al. 2013. Tjokroaminoto: Freedom’s Leading Light. Jakarta: Tempo Publishing
Daulay, Agus Salim. 1997. Al-Hajj Sa’id Shukru Aminutu: Hayatuh wa Kifahuh wa Afkaruh. Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies Vol. 4 No. 4 1997.
Melayu, Hasnul Arifin. 2000. Islam and Politics in the Thought of Tjokroaminoto (1882-1934) A Thesis. Canada: McGill University