Teuku Nyak Arif
Teuku Nyak Arif, seorang Residen Aceh, lahir pada 17 Juli 1899 di Ulee Lheue, Banda Aceh. Ayahnya bernama Teuku Nyak Banta yang berkedudukan sebagai Panglima Sagi 26 Mukim. lbunya bernama Cut Nyak Rayeuk yang juga berasal dari Ulee Lheue (Mardanas, 1976: 23). Sejak masa kanak-kanak, Teuku Nyak Arif termasuk anak yang mempunyai sifat yang keras. Ia selalu menjadi pemimpin di antara teman-temannya, baik dalam pergaulan di sekolah maupun dalam pergaulan luar sekolah (Safwan, 1976: 24). Semenjak masa muda, Teuku Nyak Arif telah mempunyai perasaan benci terhadap orang Belanda (Safwan, 1976: 26).
Pada tahun 1912, Teuku Nyak Arif melanjutkan pelajarannya ke OSVIA (Opleiding School Voor lnlandsche Ambtenaren) di Serang, Banten (Zainuddin, 1966: 1). Pada 1915, Teuku Nyak Arif pulang ke Aceh untuk ikut menyumbangkan tenaganya bagi pembangunan daerah. Pada tahun 1918–1920, beliau bekerja sebagai "pegawai urusan distribusi beras/makanan rakyat (ambtenaar bij de food voorziening) daerah Aceh (Zainuddin. 1966: 1). Di samping bekerja di kantor, Teuku Nyak Arif juga mengikuti kegiatan politik. Pada tahun 1918, ia masuk organisasi Nationale lndische Partij (N.I.P). Organisasi ini awal mulanya bernama lnsulinde yang diketuai oleh Douwes Dekker dan kawan-kawannya di Jakarta (Mardanas, 1976: 28). Pada tahun 1919 dalam kongres "Sarekat Aceh" (Aceh-Vereeniging) periode II, Teuku Nyak Arif terpilih menjadi Ketua Pengurus Besar menggantikan T. Muhammad Thayeb dari Peureulak. Organisasi Syarikat Aceh adalah suatu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial (Zainuddin, 1966: 1).
Atas keinginan orang tuanya, Teuku Nyak Arif menikah dengan putri dari Teuku Maharaja yang menjadi Ze1fbesfourder/Uleebalang di Lhokseumawe (Safwan, 1976: 30). Pernikahannya itu tidak berlangsung lama. Mereka berpisah secara baik-baik sebelum memiliki keturunan (Mardanas, 1976: 30). Teuku Nyak Arif menduda tidak lama. Pada akhir tahun 1927, beliau menikah lagi dengan seorang putri yang berasal dari Minangkabau bernama Jauhari yang merupakan seorang putri dari Mantri Polisi bernama Yazid yang waktu itu bertugas di Banda Aceh. Jauhari pada waktu itu adalah seorang siswi MULO (Mardanas, 1976: 30). Pernikahan Teuku Nyak Arif dengan Cut Nyak Jauhari dikaruniai tiga orang anak (Mardanas, 1976: 31).
Semenjak Teuku Nyak Arif diangkat menjadi Panglima Sagi (Sagi Hoofd) 26 Mukim, beliau berkedudukan di Lam Nyong (Zainuddin, 1966: 1). Walaupun daerah Aceh telah dikuasai oleh Belanda, tetapi para pemimpin Aceh yang seluruhnya beragama Islam tidak betul-betul tunduk kepada Belanda (Nasution, 1968: 81). Dari tahun 1918 hingga 1920 Pemerintah Hindia Belanda mengangkat Teuku Mohammad Tayeb dari Peureulak sebagai anggota Volksraad. Kemudian pada tanggal 16 Mei 1927 Teuku Nyak Arif diangkat menjadi anggota dewan tersebut, disamping tetap memegang jabatan selaku Panglima Sagi 26 Mukim (Mardanas, 1976: 37).
Pada 16 Mei 1927, Teuku Nyak Arif diangkat menjadi salah seorang anggota Dewan Rakyat (Volksraad), tetapi ia tetap menjabat sebagai Panglima Sagi 26 mukim (Irini, 1996: 81). Selama menjadi anggota Volksraad, Teuku Nyak Arif juga ikut membantu perkembangan Muhammadiyah di Aceh, begitu juga dengan organisasi lainnya. Partisipasi Muhammadiyah terhadap perkembangan Islam di Aceh sangat besar berkat bantuan Teuku Nyak Arif (Mardanas, 1976: 56). Pada tahun 1931, kedudukan Teuku Nyak Arif sebagai anggota Volksraad digantikan oleh Tuanku Mahmud, seorang keluarga kesultanan Aceh. Sebagaimana diketahui, Teuku Nyak Arif memiliki sikap yang keras terhadap Pemerintah Hindia Belanda sebagai anggota Volksraad (Mardanas, 1976: 65).
Pada Desember 1935, Teuku Nyak Arif diangkat menjadi Ketua "Atjehche Voetbal Bond" menggantikan Teuku Hasan. Upacara perpisahan dan serah terima diadakan pada tanggal 24 November 1935 dalam suatu pertemuan ramah tamah (Mardanas, 1976: 73). Pada tahun 1944, Teuku Nyak Arif terpilih menjadi “Wakil Ketua Sumatera Chuo Sangi In" yang diketuai oleh Moh. Sjafei (Zainuddin, 1966: 3). Pada tanggal 28 Agustus 1945, Teuku Nyak Arif dipilih dan diangkat menjadi ketua "Komite Nasional Indonesia" (K.N.I.) daerah Aceh, dengan Tuanku Mahmud sebagai wakilnya. Karena biaya perjuangan yang semakin berat, Teuku Nyak Arif menjual harta benda pribadinya termasuk berbagai perhiasan emas milik istrinya, begitupun dengan Tuanku Mahmud (Djanuijah, 1936: 4). Residen Teuku Nyak Arif mengadakan pertemuan dengan Tengku Daud Beureueh, Tuanku Mahmud, Ali Hasymi, dan Syamaun Gaharu. Mereka kemudian menemui Cokang S. Ina beserta stafnya. Dalam pertemuan itu, Teuku Nyak Arif menuntut kepada pejabat Jepang itu untuk menyerahkan kekuasaan dan senjata kepada orang Indonesia (Alibasjah, 1969: 84).
Teuku Nyak Arif, sebagai Residen Aceh, mempunyai pengaruh yang besar di kalangan T.KR. yang dipimpin oleh Syamaun Gaharu. Di antara pemimpin-pemimpin itu sudah tentu terjadi persaingan untuk memegang kekuasaan di Aceh, terutama antara golongan ulama dan golongan uleebalang. Dengan alasan Teuku Nyak Arif adalah golongan uleebalang, maka datang desakan kepada Komite Nasional lndonesia untuk menonaktifkan Teuku Nyak Arif dan mengasingkan beliau ke Takengon. Desakan ini mendapat dukungan penuh dari kelompok Husin Al Mujahid yang menamakan diri mereka "Tentara Perlawanan Rakyat” (TPR). Husin Al Mujahid mempunyai ambisi yang besar sekali untuk menjadi pemimpin Aceh. Sebenarnya, Husin Al Mujahid adalah alat dari Natar Zainuddin yang kemudian menjadi tokoh penting PKI di daerah Sumatera Utara (Mardanas, 1976: 115-116).
Kemudian kedudukan Teuku Nyak Arif diambil oleh Husin Al Mujahid dan pangkat Kolonel Syamaun Gaharu diambil oleh Husin Yusuf. Teuku Nyak Arif tidak melakukan perlawanan mengingat bukan itu yang lebih penting, akan tetapi persatuan dan kesatuanlah yang ia utamakan. Setelah itu Teuku Nyak Arif ditangkap dengan cara yang baik melalui penghormatan dalam keadaan sakit untuk diistirahatkan. la dibawa ke Takengon dengan sebuah sedan yang dikawal oleh dua orang anggota TPR. Di Takengon ia tidak mendapat perawatan sebagaimana mestinya sehingga penyakitnya bertambah parah (Irini, 1996: 95). Sebelum Teuku Nyak Arif meninggal, ia berpesan kepada keluarganya agar jangan menaruh rasa dendam dan meletakkan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. Teuku Nyak Arif meninggal dunia pada tanggal 4 Mei 1946 dan dimakamkan di pusara keluarga di Desa Lam Reung, Aceh Besar pada tanggal 6 Mei 1946 (Irini, 1996: 95). Atas jasanya yang besar terhadap negara Indonesia, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Teuku Nyak Arif melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 071/TK/Tahun 1974 tanggal 9 November 1974 (Irini, 1996: 95).
Penulis: Mujiburrahman
Referensi
A.H. Nasution, (1968) TNI I, Jakarta: Seruling Masa.
Alibasjah Talsja Teuku, (1969) Bagaimana Mulanya Aceh Membentuk Negara Merdeka. Banda Aceh: Yayasan Pembina Darussalam.
Djanujjah Al Ishlaahijjah, (1936) Pertemuan Ulama-Ulama di Kotaraja. Yogya; Persatuan Jogja.
H.M. Zainuddin Srikandi, (1966) Aceh. Medan: Pustaka Iskandar Muda.
Mardanas, Safwan, (1976) Pahlawan Nasional Mayjen Teuku Nyak Arif. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Biografi Pahlawan Nasional.
Wanti, Rini Dewi, dkk (1996) Enam Pahlawan Nasional Asal Aceh Banda Aceh. Banda Aceh: Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional.