Halim Perdana Kusuma

From Ensiklopedia
Revision as of 13:05, 21 July 2023 by Admin (talk | contribs)

Halim Perdana Kusuma adalah salah satu pendiri Angkatan Udara Republik Indonesia. Ia lahir pada tanggal 18 November 1922 di Sampang, Madura. Halim adalah anak ketiga dari pasangan H. Abdulgani Wongsotaruno dan R.A. Aisyah. Ayah Halim adalah seorang birokrat, yaitu menjabat sebagai Patih di Sampang, selain juga seorang penulis. Salah satu karya yang ditulis oleh H. Abdulgani berjudul “Batara Rama Sasrabahu”. Karya itu ditulis dalam bahasa Madura.

Halim mengawali pendidikannya di HIS (Hollandsche Inlandsche School) di Sumenep, Madura, pada tahun 1928 dan menamatkannya pada tahun 1935. Segera setelah menamatkan pendidikan dasarnya, ia melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) dan selesai pada tahun 1938. Ayah Halim menginginkan agar Halim mengikuti jejaknya menjadi pamong praja. Karena itu, Halim dikirim ayahnya untuk melanjutkan pendidikan ke MOSVIA (Mideelbaar Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren). Sekolah ini memang ditujukan untuk mendidik para pemuda bumiputra untuk menjadi pamong praja Hindia Belanda.

Sebelum Halim sempat menyelesaikan pendidikannya, di Eropa pecah Perang Dunia II. Nazi Jerman melakukan invasi ke Polandia dan negara-negara lain di Eropa. Pada tahun 1940 negeri Belanda jatuh ke tangan Jerman. Menghadapi ancaman Perang Dunia II yang mengancam berbagai koloni Eropa di Asia, pemerintah Hindia Belanda menerapkan kebijakan untuk mengadakan milisi umum. Halim sebagai seorang pelajar terkena kewajiban untuk mengikuti milisi umum. Ia bergabung ke Angkatan Laut Belanda dan dikirim ke Surabaya untuk menempuh pendidikan sebagai Opsir Terpedo. Sebelum Halim menuntaskan pendidikan sebagai Opsir Terpedo, pada Desember 1941 Jepang melancarkan serangan terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Teluk Mutiara, Hawai. Serangan Jepang ini menjadi awal dari pecahnya Perang Pasifik yang merupakan perluasan dari Perang Dunia II di Eropa.

Setelah melakukan pasifikasi terhadap kekuatan Amerika Serikat di Pasifik, Jepang segera mengerahkan kekuatannya menuju ke Asia Tenggara (Nan Yo). Pada awal tahun 1942 kekuatan militer Jepang menyerang Kalimantan Utara. Pada 1 Maret 1942 pasukan Jepang mendarat di tiga tempat di Jawa, yaitu di teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah). Tidak lama setelah itu, tepatnya pada tanggal 8 Maret, Jepang berhasil memaksa Belanda menyerah. Pada tanggal tersebut Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Subang.

Sebelum terjadi penyerahan tanpa syarat, pemerintah Hindia Belanda telah memindahkan seluruh staf dan siswa pendidikan perwira angkatan laut dari Surabaya ke Amerika Serikat. Halim berada dalam rombongan yang dibawa pindah tersebut. Sesampainya di Amerika Serikat Ia melanjutkan pendidikan militernya. Selanjutnya ia berkesempatan pindah untuk mengikuti pendidikan pada RCAF (Royal Canadian Air Forces). Sebagai perwira angkatan udara RCAF Halim ditugaskan sebagai perwira navigasi udara yang berpangkalan di Inggris. Selama Perang Dunia II, tercatat Halim pernah berkali-kali melakukan tugas pengeboman melalui udara terhadap berbagai titik kekuatan Jerman di Eropa bersama skuadron tempur yang menggunakan pesawat Lancaster dan Labrador. Kehebatan Halim dalam menjalankan tugas menyebabkannya mendapat julukan sebagai The Black Mascot di kalangan Angkatan Udara Inggris.

Setelah Perang Dunia II berakhir, Halim dikembalikan oleh Angkatan Udara Inggris kepada Angkatan Laut Hindia Belanda. Dia kembali ke Indonesia ketika Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya. Setelah sempat dibui beberapa saat di Kediri karena dianggap sebagai bagian dari kekuatan NICA, Halim akhirnya dibebaskan dari penjara atas perintah Menteri Pertahanan Republik Indonesia, Amir Syarifudin. Setelah dibebaskan dari penjara, Halim kembali ke Sumenep. Mendengar keberadaan Halim di Indonesia, tokoh pendiri Angkatan Udara Republik Indonesia, Suryadi Suryadarma, mengajak Halim untuk bergabung ke dalam Tentara Keamanan Rakyat di Jawatan Penerbangan. Bersama dengan Suryadarma, Adi Sucipto, dan Abdulrahman Saleh, Halim membangun Angkatan Udara. Sebagai seorang yang mempunyai pengalaman tempur dengan pesawat terbang di Eropa, Halim mendapat mandat sebagai perwira operasi udara dengan pangkat (KMO) Komodor Moeda Oedara.

Tugas-tugas penting segera diemban oleh Halim, diantaranya melakukan serangan balasan terhadap serangan tentara NICA dalam Agresi Militer I pada 22 Juli 1947. Serangan yang dikoordinasi oleh Halim Perdana Kusuma ditujukan ke tiga kota yang menjadi tempat kedudukan NICA, yaitu: Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Serangan itu mendapat balasan dari NICA. Pada sore harinya, dengan menggunakan pesawat pemburu Kitty Hawk, angkatan udara NICA melancarkan serangan ke pesawat Dacota VT-CLA yang ditumpangi oleh Adi Sucipto, Abdulrahman Saleh, dan Adi Sumarmo Wiryokusumo. Ketiga perwira angkatan udara RI itu sedang melakukan misi membawa obat-obatan bantuan dari Palang Merah Internasional. Ketiganya Dacota jatuh dan ketiganya gugur.

Pasca gugurnya ketiga perwira tersebut, Halim mendapat kepercayaan untuk menduduki posisi sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Udara RI. Salah satu tugas utamanya adalah membangun angkatan udara di Sumatra. Pembangunan kekuatan udara di Sumatra dianggap penting untuk menghubungkan pulau itu dengan Jawa dan menjadikan kekuatan udara di sana sebagai cadangan jika Jawa dikuasai sepenuhnya oleh NICA. Selama membangun kekuatan udara di Sumatra, Halim berhasil mengajak masyarakat di pulau itu untuk menggalang dana dan emas. Hasil yang terkumpul, yaitu berupa 12 kg emas, kemudian dibelikan pesawat AVRO Anson.

Pesawat yang dibeli dengan menukar emas hasil sumbangan rakyat Sumatra diberi nomor registrasi VH-PBY (RI-003). Dengan pesawat itu Halim menembus blokade udara NICA dan melakukan perdagangan ke beberapa wilayah tetangga, seperti Singapura dan Thailand. Pesawat terbang yang ditumpangi oleh Halim itu dipiloti oleh Penerbang Iswahjudi. Pada tanggal 14 Desember 1947, saat Halim kembali dari Singapura menuju ke Bukit Tinggi pesawat AVRO Anson yang ditumpanginya mengalami kecelakaan di Pantai Tanjung Hantu, Semenanjung Malaya, akibat cuaca buruk. Halim Perdana Kusuma gugur dalam peristiwa tersebut. Sementara itu, jenazah Iswahyudi tidak ditemukan hingga sekarang. Sebagai penghargaan atas pengabdiannya, Halim Perdana Kusuma mengalami kenaikan pangkat menjadi Laksamana Muda Udara (Anumerta). Selain itu, Halim juga mendapatkan penghargaan atas jasa-jasanya ketika lapangan udara Cililitan diganti namanya menjadi Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma pada tanggal 17 Agustus 1952.

Penulis: Bondan Kanumoyoso


Referensi

Al Farouk, H.P. Ghazi. Abdula Halim Perdana Kusuma Pahlawan Nasional. Surabaya: Media Alas Dayu, 1992.

Subdisjarah Diswatpersau. Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid I (1945-1949). Jakarta: Sudisjarah Diswatpersau, 2004.

https://tni-au.mil.id/portfolio/halim-perdanakusuma-bapak-penerbang-auri/, diakses Sabtu 11 Desember 2021, pukul 13.15 WIB.

https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/02/biografi-halim-perdanakusuma.html, diakses Minggu 12 Desember 2021, Pukul 08.20 WIB.