Sumitro Djojohadikusumo

From Ensiklopedia
Revision as of 14:40, 24 July 2023 by Admin (talk | contribs) (Created page with "center|frame|Sumber: <nowiki>https://id.wikipedia.org/wiki/Soemitro_Djojohadikoesoemo</nowiki> Sumitro Djojohadikusumo, dikenal sebagai begawan ekonom Indonesia, lahir pada 29 Mei 1917 di Kebumen, Jawa Tengah. Soemitro adalah anak dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri  Bank Negara Indonesia (BNI) dan memegang beberapa jabatan  penting lain di Indonesia masa awal kemerdekaan. Soemitro Djojohadikusumo menikah dengan Dora M...")
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Soemitro_Djojohadikoesoemo

Sumitro Djojohadikusumo, dikenal sebagai begawan ekonom Indonesia, lahir pada 29 Mei 1917 di Kebumen, Jawa Tengah. Soemitro adalah anak dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri  Bank Negara Indonesia (BNI) dan memegang beberapa jabatan  penting lain di Indonesia masa awal kemerdekaan.

Soemitro Djojohadikusumo menikah dengan Dora Marie Sigar, mahasiswa ilmu keperawatan di Utrecht, Belanda. Ia berdarah Minahasa yang ditemuinya dalam sebuah acara yang diadakan oleh Indonesia Christen Jongeren (Mahasiswa Kristen Indonesia). Dora Marie Sigar sendiri beragama Kristen. Orang tua Dora saat itu adalah pejabat kelas tinggi di Hindia Belanda, sehingga berstatus layaknya warga negara Belanda.

Mereka menikah setahun dari kepulangannya dari Belanda pada 7 Januari 1947. Pernikahan dalam wujud berbeda agama (Islam dan Kristen) tersebut menunjukkan kehidupan toleransi yang tidak diragukan. Setelah menikah mereka tinggal di daerah Matraman, Jakarta. Anak pertama mereka bernama Biantiningsih Miderawati, merupakan sarjana pendidikan dari Harvard. Anak keduanya bernama Mariani Ekowati, seorang ahli mikrobiologi. Anak ketiganya Prabowo Subianto, menantu Presiden Soeharto, yang hingga saat ini menjadi politikus Partai Gerindra dan Menteri Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia. Anak bungsunya Hashim Sujono saat ini menjadi pebisnis grup Arsari dan juga Fungsionaris Partai Gerindra.

Menurut keterangan tokoh ini sendiri, Soemitro meraih gelar doktor ekonomi dari Nederlandsche Economische Hogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, Belanda, pada tahun 1943 dengan disertasinya berjudul Het Volkscredietwezen in de Depressie (Kredit Rakyat di Masa Depresi). Soemitro termasuk putra Indonesia yang beruntung, karena tidak semua pemuda keturunan priayi bisa kuliah ekonomi jenjang Doktoral di sana, lebih-lebih pada zaman sulit pasca depresi ekonomi dunia. Setelah menyelesaikan studinya di Belanda, Soemitro tidak langsung kembali ke Indonesia. Dia sempat bekerja di lembaga riset almamaternya di Nederlandsche Economische Hogeschool (Djojohadikusumo 1991: 429).

Soemitro pulang ke Indonesia pada tahun 1946, tiga tahun setelah ia bekerja. Ia mengawali karirnya di pemerintahan ketika diangkat sebagai staf oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir, seraya bergabung ke Partai Sosialis yang dipimpin Sjahrir bersama Amir Sjarifuddin. Ia pernah menjadi Direktur Utama Banking Trading Center (BTC) yang berdagang di luar negeri dan sempat menjadi Kuasa Usaha Republik Indonesia di Washington D.C., Amerika Serikat. Soemitro juga menjadi dosen ekonomi di Universitas Indonesia, di samping mengajar di beberapa perguruan tinggi lainnya.  Di Universitas Indonesia, ia mengabdikan ilmu dan mengembangkan karir akademiknya hingga mencapai gelar profesor. Ia adalah pendiri sekaligus dekan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (Djojohadikusumo 1991: 429).

Sumitro memperoleh banyak penghargaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Misalnya, Bintang Mahaputra Adipradana (II), Panglima Mangku Negara, Kerajaan Malaysia, Grand Cross of Most Exalted Order of the White Elephant, First Class dari Kerajaan Thailand, Grand Cross of the Crown dari Kerajaan Belgia, serta yang lainnya ada dari Republik Tunisia dan Prancis. Thee Kian Wie  (2001: 37, 173) menyebut Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sebagai arsitek, peletak dasar kebijakan ekonomi Pasca kemerdekaan Indonesia. Dalam ungkapan lengkapnya: Professor Sumitro Djojohadikusumo is one of the principal architects of Indonesia’s post-independence economic policy. He has held key economic portfolios in both the immediate post-independence and the New Order eras.

Sepanjang karirnya di pemerintahan, Sumitro berkali-kali dipercaya menjadi menteri. Pada tahun 1950-an, pasca pengakuan kedaulatan dan era demokrasi liberal, dia pernah diangkat menjadi Menteri Perdagangan dan Perindustrian dalam Kabinet Mohammad Natsir (1950-1951), Menteri Keuangan dalam Kabinet Wilopo (1952-1953), dan juga Menteri Keuangan dalam kabinet Burhanuddin Harahap (1955-1956) (Wie 2001: 37, 173).

Keterlibatannya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berdampak besar pada karirnya. Ketika bergabung dengan PRRI pada tahun 1957 dan menetap di Bukittinggi, pemerintahan Sukarno menuduhnya terlibat tindak korupsi yang dipergunakan untuk perjuangan PRRI. Tidak hanya berdampak pada dirinya, keterlibatan Soemitro dalam PRRI juga berpengaruh partai PSI. Partai kaum sosialis ini, bersama dengan Partai Masyumi, dibubarkan oleh pemerintah tahun 1960. Pemerintah juga menuduh tokoh-tokoh Masyumi juga terlibat dalam PRRI. Presiden Sukarno sebenarnya memberi sinyal akan memberikan pengampunan, asal saja Soemitro mau meminta maaf dan mengakui Sukarno sebagai Pemimpin Besar.

Namuan, ketimbang meminta maaf dan mengakui Sukarno sebagai “Pemimpin Besar”, serta meminta maaf atas tuduhan yang dilancarkan terlibat dalam kegiatan melawan pemerintah, Soemitro memilih menghilang dari Jakarta dan menetap di Sumatra Barat serta kemudian ke luar negeri. Di luar negeri ia berpindah-pindah negara, dimulai ke Malaysia, Hong Kong, Thailand, Francis dan Switzerland. Dengan kata lain, Sumitro bersama istri dan anak-anaknya berpindah tempat tinggal dari satu negara ke negara lainnya. Soemitro bersama istri dan empat orang anaknya baru kembali ke Indonesia pada masa Orde Baru atau masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Dia dipanggil pulang setelah Soeharto memberikan sinyal membutuhkan dirinya guna mengabdi bersama untuk membangun Indonesia (Wie 2001: 37, 174).   

Tidak lama setelah kembali ke Indonesia, Presiden Soeharto mengangkat Soemitro Djojohadikusumo dalam Kabinet Pembangunan I sebagai Menteri Perdagangan (1968-1972) dan selanjutnya dalam Kabinet Pembangunan II sebagai Menteri Negara Riset (1972-1978). Dalam dua periode dan dua kabinet Pembangunan itulah Soemitro banyak memberi andil bagi pembentukan dasar pembangunan ekonomi Indonesia. Ide-idenya tersebut mewarnai kebijakan pembangunan ekonomi Orde Baru.

Sejak selesai menjalankan tugas sebagai Menteri Negara Riset pada tahun 1978, Soemitro ditunjuk pula oleh Presiden Soeharto sebagai Direktur Utama IKPN (Induk Koperasi Pegawai Negeri). Di lembaga ini ia mengimplementasikan teori ilmu ekonomi dan koperasi dalam kehidupan nyata. Kemudian dalam tahun-tahun itu juga ia memberikan dukungan, masukan, penilaian dan pemecahan problem perekonomian Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Soeharto (Wie 2001: 37, 174).

Sebagai seorang ilmuwan, Sumitro dikenal aktif menulis. Banyak karyanya, tidak kurang dari 130 buku dan artikel (2001: 37, 174),  yang secara khusus mengkaji bidang ekonomi dan perdagangan. Buku terakhir yang ia tulis adalah Jejak Perlawanan Begawan Pejuang (2000). Satu buku lainnya yang banyak dirujuk adalah Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Buku I, Dasar Teori dalam Ekonomi Umum (1991).

Teori ekonomi Soemitro dikenal dengan Ekonomi Gerakan Benteng, yang menjadi kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia sejak April 1951 dan secara resmi dihentikan tahun 1952.  Cara kerja sistem Ekonomi Gerakan Benteng adalah memberi kesempatan bagi pribumi untuk meningkatkan usahanya, sehingga dapat memicu perekonomian Indonesia. Sistem Ekonomi Gerakan Benteng dijalankan pada masa kabinet Mohammad Natsir, yang menghasilkan naiknya pengusaha pribumi tidak kurang dari 700 orang pengusaha.

Soemitro Djojohadikusumo meninggal dunia di Rumah Sakit Dharma Nugraha, Jalan Balai Pustaka, Rawamangun, Jakarta Timur, pada tanggal 9 Maret 2001 dalam usia 84 tahun. Soemitro berpulang setelah cukup lama menderita penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah. Jenazahnya disemayamkan di rumah duka, Jalan Metro Kencana IV/22, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Sesuai wasiatnya, Soemitro Djojohadikusumo dimakamkan dengan cara Islam dan di tempat pekuburan yang sederhana. Pihak keluarga pun memilih tempat pemakamannya di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak Blok A III, sebagai tempat persemayaman terakhir begawan ekonomi Indonesia ini.

Penulis: Misri A. Muchsin


Referensi

Djojohadikusumo, Sumitro (1991), Perkembangan Pemikiran Ekonomi: Buku I, Dasar Teori dalam Ekonomi Umum, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Thee Kian Wie (2001) ‘In Memoriam Professor Sumitro Djojohadikusumo, 1917-2001’, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 37:2.