Adolf Bastian

From Ensiklopedia
Adolf Bastian (1892). Foto oleh Benque & Kindermann. Sumber: Bibliothèque nationale de France


Adolf Bastian adalah seorang antropolog/etnolog Jerman, yang kemudian dikenal sebagai seseorang yang mempopulerkan istilah “Indonesia”. Bastian lahir di Bremen, pada 1826 dari kedua orangtua yang merupakan saudagar kaya raya. Oleh karena itu Bastian mendapatkan fasilitas pendidikan yang sangat memadai.  Pada awalnya, di tingkat pendidikan tinggi Bastian memilih jurusan hukum di Universitas Heidelberg. Akan tetapi, kemudian ia juga memilih jurusan baru yakni pada bidang ilmu alam dan kedokteran di Berlin, Jena, dan Wurzburg. Di Universitas terakhir inilah ia menghadiri kuliah Rudolf Virchow, yang mengantarkannya pada minat yang kemudian dikenal sebagai "etnologi”. (https://www.encyclopedia.com/people/social-sciences-and-law/anthropology-biographies/adolf-bastian, diakses pada Desember 2021).

Pada 1850, setelah menyelesaikan pendidikannya, Bastian kemudian memulai karir sebagai seorang dokter kapal. Oleh karena pekerjaannya tersebutlah Bastian berhasil mengunjungi beberapa wilayah seperti Australia, Peru, Mexico, India, Afrika, dan Asia (www.germananthropology.com/short-portrait/adolf-bastian/200, diakses pada Desember 2021). Perjalanan inilah yang menjadi titik awal ketertarikan Bastian terhadap ilmu Antropologi dan Etnologi. Selama perjalanan tersebut, Bastian kerap kali menuliskan berbagai pengalaman yang ia temukan di berbagai daerah. Catatan-catatan tersebut dijadikan sebuah buku dan artikel, yang kemudian diterbitkan pada 1860 dengan judul Der Mench in der Geschichte, yang menjadi salah satu karyanya yang paling terkenal.

Pada tahun 1861, Bastian kemudian melakukan perjalanan ke Asia Tenggara. Kisah perjalanan ini kemudian ia tuliskan dalam sebuah buku berjudul The People of East, sebanyak enam jilid. Karena riset-riset yang ia lakukan tersebut, kemudian ia terpilih menjadi kepala Museum Etnologi yang baru didirikan pada 1868 di Berlin (www.germananthropology.com/short-portrait/adolf-bastian/200, diakses pada Desember 2021).

Karir dari Bastian terus mengalami peningkatan, hingga akhirnya ia menjadi pengajar di Fridrich-Wilhelm University, di Berlin. Pada 1871 ia memegang jabatan Profesor dan menjadi antropolog akademik pertama di Jerman. Beberapa pemikiran Bastian yang terkenal adalah idenya mengenai psychic unity of mankind dan sebagai pencetus konsep “volkergedanken” dan “elementergedanken” (Koepping, 1984: 338). Selain sebagai seorang antropolog, Bastian juga memiliki ketertarikan dalam penelitian filologi. Salah satu karyanya di bidang filologi adalah sebuah artikel yang membahas mengenai sastra Burma dan alfabet Indo-Cina (Warnk, 2011: 73).

Sebagai seorang antropolog, dalam mengerjakan penelitiannya Bastian melakukan beberapa kali perjalanan panjang. Dalam kurun waktu 1851-1903 Bastian terhitung melakukan empat kali perjalanan ke “kepulauan Melayu” (wilayah-wilayah di Asia, khususnya Asia Tenggara). Pada tahun 1864, untuk membantunya dalam mempelajari bahasa Melayu, Bastian mempekerjakan seorang Munsyi yang berasal dari Singapura. Selain itu, Munsyi ini juga dijadikan sebagai teman untuk berdiskusi mengenai beberapa topik dari sastra Melayu. Salah satu karya yang dihasilkan mengenai Melayu adalah sebuah buku yang berjudul Reisen Im Indischen Archipel (Travels in the Indian Archipelago). Dalam buku tersebut salah satunya ia membahas mengenai Alexander Agung dari kronik Sejarah Melayu (Warnk, 2011: 73).

Dalam menuliskan karyanya ini, Bastian membawa romantisme jiwa rakyat, yang didukung oleh teorinya mengenai semangat rakyat, yakni Volkergedanke (Kramer, 1985: 341). Untuk bisa menguasai hal ini, ia harus bisa mempelajari suatu kelompok etnis dengan sangat rinci, termasuk bahasa dan sastra mereka. Dalam melakukan pencarian dokumentasi komprehensif dari kelompok etnis, lalu kemudian membuat perbandingannya, Bastian menghabiskan waktu kurang lebih selama dua puluh lima tahun, ke seluruh dunia. Pada perjalanannya yang terakhir ke Kepulauan Melayu, Bastian menghasilkan studi lima jilid, yang kemudian menjadi salah satu tonggak awal dikenalnya kata “Indonesia” oleh dunia (Warnk, 2011: 73-74).

Setelah perjalanan terakhir ke wilayah ‘Kepulauan Melayu’ pada 1870, Bastian menghasilkan sebuah tulisan lima jilid dengan judul Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels (Indonesia or The Islands of Malay Archipelago). Tulisan inilah yang kemudian membuat Bastian dianggap sebagai seseorang yang pertama kali menemukan istilah Indonesia. Akan tetapi, hal ini tidak sepenuhnya benar, karena menurut Justus M. Van der Kroef dalam salah satu tulisannya yang berjudul The Term Indonesia: It’s Origin and Usage, “....istilah Indonesia pertama kali dipahami oleh etnolog Inggris G.W. Earl, pada tahun 1850” (Kroef, 1951: 166).

Meskipun demikian, hal ini tidak lantas mengaburkan peran dari Bastian yang telah mempopulerkan istilah ‘Indonesia’ ke dunia internasional. Buku Bastian yang berjudul Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipels banyak menarik perhatian akademisi Belanda. Penggunaan istilah tersebut kemudian juga diikuti oleh seorang akademisi Belanda dari Universitas Leiden yang bernama RA Sern, pada tahun 1889. Penggunaan istilah “indonesia” dimasukkannya dalam sebuah studi tentang hubungan antara India Britania dan Indonesia. Setelah itu, tokoh lain yang kemudian menggunakan istilah Indonesia adalah Snouck Hurgronje. Ia menggunakan istilah tersebut dalam salah satu risalahnya mengenai orang-orang Aceh di Sumatera (1894) (Kroef, 1951: 168).

Penggunaan istilah Indonesia yang dilakukan oleh Bastian dalam karyanya tersebut, menjadi poin penting bagi perjalanan menuju kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini karena, istilah “Indonesia” menunjukkan lahirnya sebuah bangsa baru di Asia Tenggara, yang secara resmi merdeka pada Desember 1949. Karya dari  Bastian ini memperkenalkan kepada dunia Internasional, mengenai eksistensi Indonesia.

Setelah melakukan perjalanan panjang di wilayah Asia Tenggara, pada 1870 Bastian kembali meninggalkan Berlin dan melakukan perjalanan ke Afrika. Pada 1886, ia kemudian terpilih menjadi anggota American Philosophical Society. Perjalanan terakhir yang ia lakukan adalah pada sekitar tahun 1905. Pada tahun tersebut Adolf Bastian meninggal di Port of Spain, pada saat melakukan perjalanan di Trinidad dan Tobago.

Selama hidupnya, Bastian berhasil menghasilkan banyak karya, beberapa yang paling terkenal diantaranya yaitu Der Mensch in der Geschichte, The People of East, Reisen in Birma in den Jahren 1861-1862, Reisen in Siam in Jahren 1863, Reisen in China von Peking zur mongolischen Grenze und Rückkehr nach Europa, dan Die Deutsche Expedition Expedition an der Loango-Kuster.

Penulis: Allan Akbar
Instansi: Bank Indonesia Institute
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si


Referensi

https://www.encyclopedia.com/people/social-sciences-and-law/anthropology-biographies/adolf-bastian , diakses pada Desember 2021

Klaus-Peter Koepping, (1984). Adolf Bastian And The Psychic Unity Of Mankind. The      Foundations Of Anthropology In Nineteenth-Century Germany, St. Lucia,    London, and New York, University of Queensland Press.

Kramer, Fritz W. (1985). Reflection on the History of Ethnology in Pre-Facist Germany: Herder, Creuzer, Bastian, Bachofen, and Frobenius”, dalam Dialectical Anthropology, June 1985, Vol. 9,  No. 1 / 4, pp. 337-347.

Kroef, Justus M. Van der, “The Term Indonesia: Its Origin and Usage”, dalam Journal of the American Oriental Society, Jul-Sep., 1951, Vol. 71, No. 3 (Jul. - Sep., 1951), pp. 166-171.

Warnk, Holder., “From Romanticism to Colonial Pragmatics: Malay Language and          Literature Studies in Germany 1800-1945”, dalam Malaysian Branch of the         Royal Asiatic Society, December 2011, Vol. 84, No. 2 (301) (December 2011), pp. 67-94.

www.germananthropology.com/short-portrait/adolf-bastian/200, diakses pada Desember 2021.