Agustinus Adisucipto

From Ensiklopedia

Marsekal Muda (Anumerta) Agustinus Adisucipto atau dikenal sebagai Adisoetjipto adalah tokoh penerbang Angkatan Udara Republik Indonesia yang pertama, tokoh Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) dan Pahlawan Nasional Indonesia. Adisoetjipto dikenal sebagai salah satu penerbang awal TNI-AU. Ia dianggap sebagai salah satu pelopor kedirgantaraan militer di Indonesia bersama dengan Surjadi Surjadarma, Abdulrahman Saleh, Adisoemarmo Wirjokusumo, Husein Sastranegara, Halim Perdanakusuma, dan Iswahjudi.

Adisucipto lahir di Salatiga, 4 Juli 1916. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda, Adisucipto sempat masuk Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hoge School, GHS) di Batavia. Namun, ia juga mendaftar untuk masuk Sekolah Penerbang AU Tentara Kolonial Belanda (Militaire Luchtvaart Opleidings School). Pada 1937, Adisucipto, bersama Husein Sastranegara dan delapan perwira pribumi lainnya, diterima masuk Sekolah Penerbang AU Tentara Kolonial Belanda (Militaire Luchtvaart-Koninklijk Nederlands Indische Leger) di Kalijati, Jawa Barat. Di sekolah itu pula ia bertemu dengan Surjadi Surjadarma, yang kala itu seorang perwira lulusan Akademi Militer Belanda di Breda (I.H.N. Hadi Soewito, N.N. Suyono, S. Suhartono, 2008: 4). Dengan demikian, Adisucipto menjadi adalah salah satu dari sedikit perwira pribumi yang mengenyam pendidikan penerbang.

Adisucipto dan yang lainnya lulus Sekolah Penerbang dengan pangkat Vaandrig Kortverband Vlieger (Letnan Dua Penerbang Dinas Pendek) (Soewito, t.t.: 23). Setelah Proklamasi, Adisoetjipto tercatat sebagai penerbang TNI-AU yang pertama menerbangkan pesawat tempur dengan identitas Merah-Putih, yakni pesawat Yokosuka K5Y (“Cureng”) peninggalan Jepang yang diterbangkan pada 27 Oktober 1945 (Subdisjarah Diswatpersau, 2004: 93). Pada 18 Agustus 1946, Adisucipto bersama dengan Opsir Udara II Hubertus Soejono, Mayor Udara Tarsono Roedjito, dan Komodor Muda Halim Perdanakusuma melakukan pameran kedirgantaraan pertama Indonesia di Yogyakarta (Bintoro, 2014: 75-76).

Pada 15 November 1945, Adisucipto berperan sebagai salah satu pendiri Sekolah Penerbang Maguwo yang menjadi salah satu cikal bakal sekolah penerbang TNI-AU (Subdisjarah Diswatpersau, 2004: 59). Setelah 17 Desember 1945, Adisucipto diangkat sebagai Wakil Kepala Staf AU II dibawah Kepala Staf AU Komodor Suryadi Suryadarma (Soewito, t.t.: 25). Pada 10 September 1946, Adisucipto juga mempelopori berdirinya Sekolah Teknik Udara di Pangkalan Udara Maospati, Madiun (kini Pangkalan Udara Iswahyudi) (Subdisjarah, t.t.: 77).

Pada 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Pada 29 Juli 1947, Adisucipto bersama dengan Komodor Udara Abdulrahman Saleh dan Opsir Muda Udara Adisoemarmo Wirjokusumo gugur dalam peristiwa penembakan jatuh pesawat C-47 Dakota VT-CLA di atas Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta (Subdisjarah, t.t.: 140-44). Saleh dinaikkan pangkatnya secara anumerta dan menjadi Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden No.071/TK/1974 Tanggal 9 November 1974. Pada 17 Agustus 1951, namanya pun diabadikan sebagai nama Pangkalan Udara Adisucipto, Yogyakarta.

Penulis: Norman Joshua Soelias
Instansi: Northwestern University
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si

Referensi

Bintoro, Yos. 2014. Fly to Fight. Biografi Komodor Muda Agustinus Adisutjipto. Rayyana Komunikasindo.

Soewito, Irna H.N. et.al. 2008. Awal Kedirgantaraan di Indonesia I. Perjuangan AURI 1945-1950. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Subdisjarah Diswatpersau. 2004. Sejarah TNI Angkatan Udara Jilid 1 (1945-1949).