Asian Games IV Jakarta Tahun 1962
Asian Games adalah pesta olahraga multi-event antar negara-negara se Asia. Gagasan diselenggarakannya Asian Games muncul dan disepakati dalam pertemuan negara-negara Asia saat Olimpiade London tahun 1948 (Rahayu 2012: 2). Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan, yaitu: (1) Mendirikan Asian Amateur Athletic Federation (AAAF), (2) Mengadakan Asian Games setiap empat tahun sekali, dimulai pada tahun 1950, (3) Asian Games dilaksanakan di antara 2 Olimpiade, dan (4) Cabang olahraga yang akan dipertandingkan terdiri dari atletik, renang, tenis, baseball, hoki, bola basket, voli, tinju, sepak bola, gulat, dan angkat berat (Lutan 2005: 418). Namun, dikarenakan beberapa kendala, Asian Games I baru bisa dilaksanakan pada tahun 1951 di New Delhi, India. Kemudian secara berturut-turut Asian Games II di Manila Filipina tahun 1954, Asian Games III di Tokyo Jepang tahun 1958, dan akhirnya Asian Games IV di Jakarta Indonesia tahun 1962 (Pour 2004: 24).
Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games ke-4 melalui proses cukup panjang. Keinginan menjadi negara penyelenggara pertama kali disampaikan pada pertemuan Asian Games Foundation (AGF)—pengganti AAAF pada 13 Februari 1949—di New Delhi tahun 1951, Manila tahun 1954, dan Olimpiade Australia tahun 1956. Banyak keraguan muncul dari anggota AGF yang menilai Indonesia belum siap secara kemampuan maupun fasilitas untuk menyelenggarakan event sebesar Asian Games. Hingga pada Asian Games III di Tokyo tahun 1958 Indonesia berhasil maju menjadi salah satu kandidat pemilihan tuan rumah. Para delegasi Indonesia, yaitu Sri Paku Alam VIII, dr. A. Halim dan H.E. Maladi (Menteri Olahraga) berjuang keras meyakinkan para anggota untuk dapat memberikan suaranya kepada Jakarta (Lutan 2005: 418; Rahayu 2012: 50).
Sehari sebelum upacara pembukaan Asian Games III di Tokyo tanggal 24 Mei 1958, AGF mengadakan sidang pleno penentuan tuan rumah Asian Games berikutnya. Selain Jakarta, kandidat tuan rumah lainnya yaitu Karachi ibukota Pakistan dan Taipei ibukota Taiwan. Akhirnya usaha para delegasi membuahkan hasil positif. Jakarta memenangkan voting dengan memperoleh 22 suara, sedangkan Karachi memperoleh 20 suara dan 1 suara dinyatakan abstain. Selain itu, anggota AGF juga menyepakati penambahan beberapa cabang olahraga baru yang akan dipertandingkan, yaitu Bulutangkis, Panahan, dan Perahu Layar (Pour 2004: 26).
Tujuan dari kegigihan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games adalah untuk mengangkat nama dan martabat bangsa serta meningkatkan prestasi olahraga Indonesia di kancah internasional (Rahayu 2012: 51-63). Oleh karena itu, Indonesia harus segera mempersiapkan fasilitas dan juga para atletnya guna mensukseskan acara empat tahunan tersebut. Pemerintah segera membentuk Dewan Asian Games Indonesia (DAGI) sebagai lembaga yang bertanggung jawab mempersiapkan penyelenggaraan Asian Games IV pada tanggal 11 Mei 1959 (Keppres RI No. 113 Tahun 1959 dalam Pour, 2004: 27). DAGI terdiri dari berbagai macam elemen, seperti pemerintah, sipil militer, KOI (Komite Olimpiade Indonesia), organisasi induk berbagai cabang olahraga, pers, unsur-unsur pariwisata, wanita, dan Yayasan Stadion Ikada (YSI) (Rahayu 2012: 64). Tugas dari DAGI diperbarui melalui Keppres RI No. 239 tanggal 19 September 1960, yaitu:
- Membangun komplek olahraga beserta fasilitas pendukungnya
- Membangun perkampungan untuk para atlet, official team, dan petugas lainnya
- Penyelenggaraan akomodasi para tamu dan pengunjung dari dalam dan luar negeri
- Pendidikan staf penyelenggaraan untuk semua bidang
- Penyusunan dan persiapan tim Indonesia
- Penyelenggaraan perayaan Asian Games IV
- Usaha-usaha lain untuk menyempurnakan Asian Games IV (Keppres RI No. 239 Tahun 1960 tanggal 19 September 1960, dalam Rahayu, 2012: 64-65).
Kondisi perekonomian Indonesia pada awal tahun 1960an sangat buruk, sedangkan untuk menyukseskan perhelatan Asian Games IV membutuhkan dana yang tidak sedikit. Presiden Sukarno kemudian melakukan manuver diplomatik dengan meminta bantuan dari Uni Soviet. Pinjaman dana sekitar $12,5 juta diajukan guna membangun sebuah komplek olahraga yang memenuhi standar internasional. Mega proyek yang di dalamnya mencakup pembangunan Stadion Utama Gelora Bung Karno, asrama atlet/kampung internasional, stasiun televisi, dan berbagai fasilitas lainnya dengan luas wilayah sekitar 300 hektar di Senayan (Lutan 2005: 419; Pour 2004: 37). Presiden Sukarno menegaskan bahwa penyelenggaraan Asian Games IV dilakukan oleh pihak non-pemerintah namun dengan dukungan penuh pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menghindari segala perdebatan yang terjadi di antara para menteri dan melancarkan persiapan penyelenggaraan (Rahayu 2012: 73).
Akhirnya segala persiapan telah rampung dan upacara pembukaan Asian Games IV di Stadion Utama Gelora Bung Karno dilaksanakan pada tanggal 24 Agustus 1962. Serangkaian acara penyambutan, pementasan, dan sambutan diatur sedemikian rupa sehingga upacara yang dihadiri sekitar 100.000 orang berjalan semarak dan megah (Kedaulatan Rakyat dalam Zara, 2018: 184-187). Api yang digunakan untuk menyulut obor Asian Games IV berasal dari api abadi Desa Mrapen, Purwodadi, Jawa Tengah, dan membutuhkan sekitar 700 pelari untuk membawa api tersebut sampai di Stadion Utama Gelora Bung Karno secara estafet (Pour 2004: 51).
Berbagai macam cabang olahraga dijadwalkan bertanding selama 10 hari. Atlet yang bertanding berjumlah 1.342 laki-laki dan 203 perempuan dari 17 negara peserta. Indonesia sendiri menyumbang 217 atlet laki-laki dan 68 atlet perempuan (Asian Games 4th Report dalam Rahayu 2012: 239). Hingga pada hari terakhir Asian Games IV, atlet Indonesia berhasil menempati peringkat ke-2 dengan perolehan 11 medali emas, 12 medali perak, dan 28 medali perunggu. Indonesia kalah dari Jepang yang menempati posisi puncak dengan perolehan 73 medali emas, 55 medali perak, dan 24 medali perunggu (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2018: 139-141). Hasil ini merupakan prestasi tertinggi yang pernah dicapai Indonesia selama gelaran Asian Games. Upacara penutupan kemudian dilangsungkan pada tanggal hingga tanggal 4 September 1962.
Indonesia berhasil menyelenggarakan Asian Games IV dan meraih prestasi olahraga yang gemilang. Namun, Indonesia juga harus menanggung hukuman dari International Olympic Committee (IOC) karena tidak mengizinkan Israel dan Taiwan sebagai anggota AGF ikut bertanding di Jakarta. Permasalahan ini muncul bahkan sebelum upacara pembukaan Asian Games IV dimulai. Pemerintah Indonesia menganggap tidak memiliki hubungan diplomatik dan keduanya tidak memenuhi syarat untuk ikut bertanding (Hubner 2012: 1299). Wakil Presiden AGF, G.D. Sondhi mempermasalahkan karena Indonesia telah melibatkan urusan politik dengan olahraga. Bahkan muncul ancaman untuk tidak diakuinya Asian Games IV Jakarta (Pour 2004: 57; Hubner 2012: 1304), sehingga Presiden Sukarno merespon akan membuat Asian Games model baru yang kemudian dikenal dengan nama Games of The New Emerging Force (GANEFO) (Mustikawati 2020: 22). Gagasan ini lahir di Istana Merdeka pada tanggal 3 September 1962, satu hari sebelum upacara penutupan Asian Games IV.
Penulis: Fernanda Prasky Hartono
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Referensi
Pour, J. 2004. Dari Gelora Bung Karno ke Gelora Bung Karno. Jakarta: Penerbit Grasindo.
Rahayu, A. 2012. Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya. Tesis Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia.
Hubner, S. 2012. The Fourth Asian Games (Jakarta 1962) in a Transnational Perspective: Japanese and Indian Reactions to Indonesia’s Political Instrumentalisation of The Games. The International Journal of The History of Sport, Vol. 29 No. 9, pp. 1295-1310.
Mustikawati, R. 2020. The Games of The New Emerging Force (GANEFO) 1963: The Olympics of The Left. International Journal of Culture and History, Vol. 6, No. 2. pp. 20-24.
Lutan, R. 2005. Indonesia and The Asian Games: Sport, Nationalism, and The “New Order”. Sport in Society, 8(3), pp. 414-424.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Mengungkap Kejayaan Asian Games IV 1962 di Era Sukarno dan Upaya Indonesia Mengulang Kembali di Era Jokowi. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.