Bintang Hindia

From Ensiklopedia

Bintang Hindia adalah majalah besutan Abdul Rivai yang terbit di Belanda pada awal abad ke-20, dan dirancang untuk mendorong emansipasi etis dan ide-ide kemajuan serta memperkuat rasa kesadaran diri orang-orang bumiputera di Hindia Belanda (Poeze, 2008: 55; Fachrurozi  2017: 30[f1] ). Majalah ini terbit untuk menyasar kalangan masyarakat Bumiputera, Tionghoa dan Arab sebagai komunitas pembaca, yang menginginkan informasi tentang keadaan di Negeri Belanda. Artikel yang terbit beragam, meliputi isu pengajaran, tentang orang Indonesia di negeri Belanda, dan berbagai laporan tentang perang Jepang-Rusia. Hal terakhir ini diberi perhatian khusus untuk menunjukkan keberhasilan bangsa kulit berwarna mengalahkan bangsa kulit putih (Poeze 2008: 44, 55).

Terkait dengan Abdul Rivai, isi Bintang Hindia sangat bergantung pada buah pena serta pemikiran tokoh ini. Abdul Rivai adalah seorang dokter lulusan STOVIA yang berusaha melanjutkan studi ke Belanda. Di tengah proses ujian masuk di perguruan tinggi di negeri kincir angin tersebut, dia ktif dalam dunia jurnalistik di sana. Artikel-artikelnya dimuat dalam surat kabar Bandera Wollanda, Pewarta Wollanda, Oost en West, dan Algemeen Handelsblad (Fachrurozi, Warto dan Mulyoto 2017: 73). Sejumlah gagasan penting yang ditulis Abdul Rivai dalam surat kabar Bintang Hindia adalah tentang ‘kaoem moeda’, ‘perhimpoenan kaoem moeda’, dan ‘bangsawan fikiran’. Pemikiran Abdul Rivai dalam Bintang Hindia sangat mempengaruhi kesadaran politik pribumi terpelajar. Kesadaran kolektif inilah yang menjadi cikal-bakal kemunculan kesadaran nasional Indonesia (Fachrurozi 2017: 28-29; Fachrurozi, Warto dan Mulyoto 2017: 76-79). Melalui Bintang Hindia, Abdul Rivai juga mendapatkan kesempatan menguraikan gagasan-gagasannya tentang bahasa Melayu (Poeze, 2008: 42).

Majalah ini didirikan bersama Clockener Brousson dengan penerbit N. J. BOOS di Amsterdam. Clockener Brousson adalah mantan tentara KNIL yang kembali ke Negeri Belanda dan aktif dalam dunia jusnalistik, seperti dalam surat kabar Soldatenkrant, Soerat Kabar Soldadoe dan majalah Bandera Wolanda. Mereka menjadi pemimpin redaksi Bintang Hindia.  Salah satu anggota redaksi adalah O-Siaudhai, seorang Tionghoa keturunan yang sudah tujuh tahun tinggal di Belanda. Anggota redaksi lainnya adalah Raden Mas Ario Koesoema Joedha, putra Pakualam V dari Yogyakarta (Poeze 2008: 36-41). Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu tinggi pada 1903-1904 dan 1906 serta bahasa Melayu pasar pada 1905 dan 1907 (Fachrurozi 2017: 27).

Perencanaan penerbitannya telah selesai disusun pada Maret 1902. Sebelum volume pertama terbit pada 1 Januari 1903, terbitan-terbitan perkenalan disebarkan ke Hindia dan Malaka dengan jumlah 10.000 eksemplar tiap bulan (Poeze 2008: 44). Pada peluncuran jilid pertama, 1 Januari 1903, majalah itu telah memiliki lebih dari enam ribu pelanggan (Poeze 1989: 93). Pada 1 Juni 1903 Clockener Brousson membuka kantor majalah Bintang Hindia di Bogor. Di usia satu tahun penerbitannya, Bintang Hindia telah mengalami sukses besar dengan memiliki lebih dari 14.000 pelanggan, menjangkau lapisan atas masyarakat Indonesia (Poeze 2008: 46). Menjelang akhir 1904, pelanggan majalah telah mencapai jumlah 27.000 (Poeze 2008: 49).

Dalam pengantar redaksi pada nomor perkenalan ketiga dikemukakan bahwa Bintang Hindia adalah majalah bergambar dengan kualitas bagus pertama yang didirikan untuk warga pribumi, Tionghoa, dan Arab yang mempunyai tujuan etis tertentu (Poeze 2008: 44). Penilaian terhadap majalah Bintang Hindia dikemukakan A. A. Fokker tentang bahasanya yang baik, nadanya yang beadab, isinya mengandung pelajaran dan ilustrasinya yang indah menjadikan Bintang Hindia majalah yang bisa dibaca di tiap sekolah pribumi di Hindia Belanda (Poeze, 2008: 43).

Hindia Belanda merupakan media informasi bagi penduduk bumiputera untuk kesempatan belajar di Belanda. Dalam dua tahun penerbitan Bintang Hindia, sudah ada sebelas pemuda Hindia yang datang ke Belanda untuk belajar, yaitu dua orang putra Sultan Asahan, dua orang putra putra Susuhunan Solo, seorang putra Bupati Magelang, seorang adik Bupati Serang, seorang dokter Hindia, dua orang guru dan seorang Tionghoa (Poeze, 2008: 46-47).

Majalah Bintang Hindia berakhir pada terbitan nomor lima, 15 Juni 1907. Berakhirnya penerbitan majalah ini karena Abdul Rivai menginginkan adanya ruang untuk mengungkapkan gagasan-gagasan politiknya, sebagaimana gagasan yang dituangkannya dalam artikel “Kaum Muda”, sedangkan Clockener Brousson menginginkan Rivai membatasi diri pada tulisan-tulisan yang bersifat didaktif karena khawatir akan larinya pelanggan dan hilangnya tunjangan dari pemerintah (Poeze 2008: 54).

Penulis: Asti Kurniawati
Instansi: Universitas Sebelas Maret
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.

Referensi

Poeze, Harry A (2008). Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950. Jakarta: KPG dan KITLV-Jakarta.

Poeze, Harry A (1989). “Early Indonesian Emancipation; Abdul Rivai, van Heutsz and the Bintang Hindia”, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Rituals and Socio-Cosmic Order in EasternIndonesian Societies; Part I Nusa Tenggara Timur 145 (1989), no: 1, Leiden, 87-106.

Habib F., Miftahul (2017). “Pers dan Bangkitnya Kesadaran Nasional Indonesia pada Awal Abad XX”, Istoria, Volume 12 No. 2 Maret.

Fachrurozi, Miftahul Habib; Warto dan Mulyoto (2017). “The Abdul Rivai’s Thought of Nationalism in the Bintang Hindia Newspaper”, International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding. Volume 4, Issue 6, Desember, pages: 72-81