Diniyah Putri Padang Panjang
Diniyah Putri adalah sebuah lembaga pendidikan moderen khusus untuk kaum perempuan. Lembaga ini didirikan oleh Rahmah El-Yunusiyah, adik dari Zainuddin Labay El-Yunusy (pendiri Diniyyah School) di kota Padangpanjang, Sumatra Barat. Pada awal berdirinya (1 November 1923) sekolah ini diberi nama Al Madrasah Diniyah Lil Banat, populer dengan nama Dinijah School Poeteri. Masyarakat kerap menyebut “Sekolah Etek Rahmah”. Sejak masa pendudukan Jepang sebutannya menjadi Sekolah Diniyah Putri, dan dewasa ini dikenal dengan Perguruan Diniyah Puteri Padang Panjang (Rasyad 1978: 224-225; Sugiantoro 2021: 54-55). Diniyah Putri bertujuan membentuk putri berjiwa Islam, ibu pendidik yang cakap, aktif, dan bertanggung jawab mensejahterakan masyarakat dalam rangka pengabdian terhadap agama dan bangsa (Ensiklopedi Islam 1997: 238).
Pada dua tahun pertama keberadaannya, kegiatan belajar berlangsung di Serambi Mesjid Ashliyah Pasar Usang Padangpanjang dengan duduk bersila di lantai (sistem halaqah). Tahun 1925 aktivitas belajar pindah ke gedung sewaan berlantai dua di dekat mesjid itu. Di lokasi yang baru Sekolah Diniyah Putri mulai dikelola dengan sistem pendidikan baru, punya ruang kelas, meja, bangku, dan papan tulis, serta asrama. Pembiayaan sekolah dibantu oleh orang tua murid dan dana masyarakat. Rahmah El-Yunisiyah pernah beberapa kali (tahun 1927, 1933 dan 1935) menggalang dana ke Sumatra Utara, Aceh, dan Tanah Semenanjung Melayu (Asnan 2003: 66; Rasyad 1977: 222).
Perguruan Diniyah Putri teguh menganut prinsip non-koperasi, dan menolak subsidi dari pemerintah Belanda. Rahmah menjaga sekolahnya dari pengaruh faham politik (isme). Ketika Rasuna Said, salah seorang guru Diniyah Putri hendak mengajarkan politik praktis, Rahmah dengan tegas menolak, meskipun harus kehilangan sahabatnya sebagai guru di sekolahnya. Ketika organisasi keagamaan Permi ingin pula mensupervisi sekolah-sekolah pembaharuan di Minangkabau, prinsip independensi perguruan ini tetap kokoh. Bagi Rahmah, Diniyah Putri adalah milik rakyat Indonesia dan tidak berafiliasi kepada kekuasaan dan aliran-aliran politik tertentu (Rasyad 1978: 132; Witrianto 2017: 81-82).
Pada masa awal berdirinya, Diniyah Putri membina beberapa sekolah, seperti Sekolah Menyesal (untuk kaum ibu yang buta huruf), Freubel School (Sekolah Taman kanak-Kanak), dan Diniyah School Putri 7 tahun (dari tingkat Ibtidaiyah 4 tahun dan Tsanawiyah 3 tahun). Untuk meningkatkan kualitas sebagai pendidik dan pengajar, tahun 1937 dibuka Kulliyat al-Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) sebagai sekolah lanjutan, dan tamatan Diniyah School Putri dapat melanjutkan ke sekolah ini (Sugiantori 2021: 76).
Lembaga pendidikan ini memiliki perpustakaan dan laboratorium serta fasilitas pendukung kegiatan belajar-mengajar lainnya. Lulusan Diniyah Putri memiliki dua ijazah, yakni ijazah yang dikeluarkan Kementerian agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sejak berdirinya hingga dewasa ini, Perguruan Diniyah Putri telah meluluskan banyak siswa, yang tersebar bekerja di berbagai instansi pemerintahan, lembaga swasta, ataupun politisi. Ada juga alumni mendirikan perguruan-perguruan agama putri tipe yang sama.
Penulis: Nopriyasman
Instansi: Universitas Andalas
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Asnan, Gusti. 2003. Kamus Sejarah Minangkabau. Padang: Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM).
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. 1997. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Rasyad, Aminuddin. “Rahmah El Yunusiyyah: Kartini Perguruan Islam”, dalam Abdullah, Taufik (Eds.). 1978. Manusia dalam Kemelut Sejarah. Jakarta: LP3S.
Sugiantoro, Hendra. 2021. Rahmah El-Yunusiyyah dalam Arus Sejarah Indonesia. Yogyakarta: Metapadi Pressindo.
Witrianto, 2017. Dari Surau ke Sekolah Sejarah Pendidikan di Kota Padangpanjang 1904-1942. Padang: Artharpurna Persada.