Jembatan Ampera

From Ensiklopedia

Jembatan Ampera merupakan jembatan yang terletak di atas Sungai Musi, menghubungkan daerah Ulu dan Ilir di Kota Palembang. Ia merupakan ikon dari Kota Palembang yang pembangunannya diprakarsai oleh Presiden Sukarno. Lebih dari itu, Jembatan Ampera tidak hanya menghubungkan Palembang secara fisik, namun juga secara sosial. Sebelum dibangunnya Jembatan Ampera, terjadi ketimpangan sosial dan ketidakmerataan perkembangan masyarakat Palembang di bagian Ulu dan Ilir (Sholeh 2018: 280). Karena itu, sekat geografis yang dulu memisahkan kota Palembang menjadi terhubungkann dengan kebeeradaan Jembatan Ampera.

Sebelum adanya jembatan, untuk menghubungkan Ulu dan Ilir, masyarakat menggunakan perahu atau kapal kecil. Namun, penyeberangan menggunakan kapal dianggap tidak efektif. Oleh karena itu, kebutuhan Kota Palembang akan jembatan yang menghubungkan Ulu dan Ilir tidak bisa ditunda lagi. Pada sekitar 1950-1960-an, melalui Dewan Kota Palembang, masyarakat menyampaikan keinginannya untuk membangun sebuah jembatan yang menghubungkan Kota Palembang. Pada tahun 1957, Dewan Kota membentuk panitia untuk pembangunan jembatan di atas Sungai Musi. Sehubungan dengan persoalan pendanaan, panitia pembangunan mengajukan dana pembangunan ke Pemerintah Pusat. Tokoh yang terlibat dalam panitia pembangunan yaitu Gubernur Sumatera Selatan Bastari, Kolonel Harun Sohar, Walikota Palembang Ali Amin. Panitia pembangunan pun menghadap ke Istana Negara untuk menemui Presiden Sukarno. Singkatnya, Presiden Sukarno menyetujui pembangunan tersebut dan pada saat itu Indonesia tengah menanti dana pampasan perang dari Pemerintah Jepang. Dana pampasan perang tersebut oleh Presiden Sukarno dijadikan sebagai modal untuk antara lain membangun jembatan di atas Sungai Musi (Sholeh dan Nindiati 2018: 281-282; Melisa 2012: 57).

Pembangunan jembatan dimulai pada tahun 1962 ketika dana pampasan dari Jepang diterima dan pembangunan dipimpin oleh tim arsitek dari Jepang. Setelah beberapa tahun masa pembangunan, jembatan pun selesai dibangun pada 10 November 1965, bertepatan dengan Hari Pahlawan. Sebagai rasa terima kasih, masyarakat Palembang memberi-nama jembatan dengan Jembatan Bung Karno. Mengingat jasa dan peran Presiden Sukarno sangat tinggi dalam pembangunan Jembatan. Setahun kemudian, nama jembatan diganti dengan Jembatan Ampera (Amanat Penderitaan Rakyat). Selain karena dana berasal dari pampasan perang juga karena masyarakat Palembang yang telah menderita mengalami penjajahan dari Belanda dan Jepang (Sholeh  dan Nindiati 2018: 282; Melisa 2012: 58).

Penulis: Gani Ahmad Jaelani
Instansi: Universitas Padjadjarana
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si


Referensi

Melisa (2012) “Ampera dan Perubahan Orientasi Ruang Perdagangan Kota Palembang 1920-an-1970-an”. Lembaran Sejarah, Vol. 9, No.1, 51-59.

Sholeh, Kabib dan Nindiati, Dina Sri (2018) “Eksistensi Jembatan Ampera Terhadap Perkembangan Sosial, Budaya, dan Ekonomi Masarakat Ulu Palembang Tahun 1950-2010”. Jurnal Historia Vol. 6, No. 2, 273-294.