Kempeitai
Kempetai merupakan unit militer yang menjadi polisi rahasia sekaligus polisi militer yang ditempatkan di seluruh wilayah taklukan Jepang, termasuk Indonesia. Kempeitai ditulis dengan huruf Kanji Ken Hei Tai, bermakna Korps Prajurit Hukum. Kekuatan prajurit Kempeitai dapat disandingkan dengan unit Gestapo milik Nazi Jerman, karena memiliki kesamaan dalam tugas sebagai polisi rahasia militer. Kesatuan ini tidak segan-segan untuk membunuh orang yang dianggap membahayakan Jepang dalam memenangkan Perang Pasifik (Hidayat 2007: 43).
Kempeitai menjadi Polisi Militer Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan dinobatkan sebagai korps paling elite oleh Dewan Negara Meiji pada tanggal 4 Januari 1881. Kempeitai memiliki sebuah markas besar di setiap wilayah yang dikuasai oleh Angkatan Darat Jepang, yang dipimpin oleh seorang mayor jenderal dengan seorang kolonel sebagai perwira eksekutif (Winda et al. 2021:117). Setiap markas besar terbagi atas dua atau tiga kantor lapangan yang dipimpin oleh seorang letnan kolonel. Masing-masing kantor rata-rata beranggotakan 375 orang. Awalnya korps ini hanya terdiri dari 349 orang, namun pada Perang Dunia II, anggotanya semakin bertambah dan diperkirakan jumlah keseluruhan berkisar 75.000 orang.
Sebagaimana wilayah pendudukan Jepang lainnya, di pulau Jawa dan Sumatera, Kempeitai memiliki unit-unit pembantu yang terdiri atas para sukarelawan lokal yang disebut kempei ho, maupun unit-unit kepolisian setempat. Unit pembantu ini terdiri dari orang-orang Indonesia, Tionghoa, Arab, dan beberapa orang Belanda. Selain bekerja sebagai penerjemah, anggota yang tergabung di unit pembantu ini juga banyak yang difungsikan sebagai mata-mata oleh Jepang.
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, Kempeitai paling ditakuti oleh masyarakat. Hal ini karena Kempeitai dikenal sangat kejam dalam memperlakukan tahanannya. Tugas utamanya adalah mendisiplinkan para perwira yang menolak kewajiban untuk masuk satuan militer. Namun nyatanya bukan polisi dan tentara saja yang diawasi, masyarakat sipil pun ikut diawasi dan diatur pergerakannya. Sebenarnya menurut hukum internasional, penduduk sipil di wilayah pendudukan wajib diadili atas kejahatan yang dituduhkan kepadanya di hadapan sebuah mahkamah militer secara adil. Namun Kempeitai mengabaikannya dan biasanya memilih melakukan kikosaku (praktik eksekusi secara kejam terhadap orang yang dianggap menentang Jepang, tanpa melalui proses pengadilan resmi). Hal ini dimungkinkan karena para pemimpinnya juga merangkap tugas sebagai ketua majelis mahkamah militer (Oktorino 2013:55). Pada waktu itu perwira Kempeitai di Indonesia hidup mewah pada di gedung bekas Raad van Justitie (Pengadilan Tinggi).
Keistimewaan yang dimiliki Kempeitai menjadikan mereka memilih untuk menyelesaikan suatu perkara tanpa melalui proses pengadilan, sehingga vonis hukuman mati bahkan dapat dilaksanakan secara diam-diam dan rahasia. Kempeitai sendiri kemudian menyalahkan Belanda atas praktik kikosaku di Indonesia. Tuduhan ini dilakukan dengan alasan Belanda yang mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan yang melanggar hukum. Pelanggaran tersebut kemudian dipandang oleh Kempeitai sebagai sebuah pelanggaran berat, sehingga tidak bisa diselesaikan melalui saluran hukuman yang normal.
Kempeitai juga bertanggungjawab untuk mengatur pelacuran di kawasan-kawasan yang diduduki oleh tentara Jepang. Mereka juga memainkan peranan penting dalam merekrut para pelacur di rumah bordil Angkatan Darat di seluruh wilayah pendudukan Jepang (Putri 2021). Kekalahan Jepang dari pihak Sekutu mengakhiri keberadaan Kempeitai di Indonesia dan melepaskan rakyat Indonesia dari belenggu kekejamannya.
Penulis: Ahmad Muhajir
Instansi: Universitas Islam Sumatera Utara
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A
Referensi
Hidayat, Nur. 2007. Di Bawah Kibaran Bendera Matahari Terbit Ikhtisar Sejarah Pendudukan Jepang Di Indonesia, 1942-1945. Jakarta: Nilia Pustaka.
Oktorino, Nino. 2013. Ensiklopedi Pendudukan Jepang di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Putri, Marhamah Ika. 2021. “Sejarah Jugun Ianfu pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia.” tirto.id. Diambil 7 Juni 2022 (https://tirto.id/sejarah-jugun-ianfu-pada-masa-penjajahan-jepang-di-indonesia-giAA).
Winda, Dian Andika, Dirga Fawakih, Ghamal Satya Mohammad, Saleh As’ad Djamhari, Teuku Reza Fadeli, dan Tirmizi. 2021. Kamus Sejarah Indonesia Jilid I: Nation Formation 1900-1950. diedit oleh S. Zuhdi dan Nursam. Jakarta: Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.