Komisi Tiga Negara (KTN)
Komisi Tiga Negara (KTN) atau komite jasa baik adalah sebuah komisi yang dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 26 Agustus 1947 untuk menengahi konflik antara Indonesia dengan Belanda (Notosusanto 1975: 50; Adryamarthanino, 30 Mei 2022). Terbentuknya KTN tidak bisa dilepaskan dari aksi militer Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Atas aksi militer Belanda tersebut, India dan Australia pada tanggal 30 Juli 1947 mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan dalam daftar pembicaraan di Dewan Keamanan PBB (Notosusanto 1975: 49). Usulan India dan Australia itu ditanggapi DK PBB dengan mengeluarkan resolusi pada tanggal 1 Agustus 1949 yang berisi seruan agar RI dan Belanda segera menghentikan permusuhan dan menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapat melalui arbitrase atau cara-cara damai lainnya (Agung 1983: 51; Abdullah & Lapian 2012: 372). DK memerintahkan penghentian permusuhan kedua belah pihak yang dimulai pada tanggal 4 Agustus 1947 (Nugroho Notosusanto 1975: 49)
Untuk mengawasai pelaksanaan gencatan senjata yang dimulai 4 Agustus 1947, DK membentuk komisi konsuler yang anggotanya terdiri dari para konsul Jenderal yang ada di Indonesia. Komisi konsuler diketuai oleh konsul jenderal Amerika Serikat Dr. Walter Foote dan beranggotakan konsul jenderal Cina, Belgia, Prancis, Inggris, dan Australia. Dalam laporannya kepada DK, Komisi Konsuler menyatakan bahwa sejak 30 Juli sampai 4 Agustus 1947 pasukan Belanda mengadakan gerakan militer menyerang Indonesia. Sementara itu, pihak Indonesia menolak garis demarkasi yang dituntut pihak Belanda. Perintah penghentian tembak menembak tidak memuaskan dan belum ada tindakan yang praktis utuk menghentikan tembak menembak tersebut (Notosusanto 1975: 49).
Pada tanggal 25 Agustus 1947 Amerika Serikat mengusulkan tentang pembentukan sebuah komisi yang terdiri atas wakil-wakil tiga negara anggota DK. Komisi ini bertugas membantu RI dan Belanda dalam menyelesaikan sengketa mereka. RI dan Belanda masing-masing memilih satu negara, sedangkan kedua negara yang terpilih dapat memilih satu negara lagi. Komisi yang terdiri dari tiga negara itu disebut Good Office Committee yang kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (Tobing 1986: 17).
Sehari kemudian, usulan Amerika tentang pembentukan KTN diterima oleh DK PBB, sehingga RI dan Belanda masing-masing diberi kewenangan untuk memilih satu negara anggota DK yang akan mewakili kepentingan mereka masing-masing. Pemerintah RI memilih Australia berdasarkan kenyataan bahwa Australia yang pertama kali mengajukan masalah Indonesia ke DK dan dalam banyak kesempatan selalu membela Indonesia. Sementara itu, Belanda memilih Belgia yang selalu membela kepentingan Belanda di dalam sidang-sidang DK. Australia dan Belgia kemudian memilih Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Delegasi-delegasi yang dipilih dalam KTN adalah Richard Kirby yang ditunjuk oleh pemerintan Australia, Paul van Zeeland mewakili pemerintah Belgia, dan pemerintah Amerika Serikat mengangkat Prof. Frank Porter Graham (Tobing 1986: 21). Jabatan ketua digilir antara ketiganya sekali seminggu (Abdullah & Lapian 2012: 372).
Para anggota KTN tiba di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 1947. Mereka segera menghubungi Indonesia dan Belanda untuk segera melakukan perundingan. Mereka juga menjelaskan kepada Indonesia dan Belanda tentang tugas-tugas mereka yang mengupayakan penyelesaian konflik politik secara damai. KTN menjelaskan bahwa tugas mereka tidak mengikat kedua belah pihak, kecuali atas permintaan agar KTN mengajukan usul mengenai sesuatu hal yang penting dan memberitahukan bahwa usul itu bersifat mengikat. Mengenai penghentian tembak menembak, apabila kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan, KTN dapat mengajukan usul atas prakarsa sendiri (Tobing 1986: 24).
Dengan mediasi dan pengawasan dari KTN, perundingan antara Indonesia dan Belanda berhasil dilaksanakan di atas geladak kapal perang Amerika Serikat USS Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Setelah agresi militer Belanda II pada tanggal 19 Desember 1948, KTN dibubarkan karena dianggap gagal melaksanakan tugasnya menyelesaikan permasalahan Indonesia dengan Belanda secara damai. Sebagai gantinya, pada tanggal 28 Januari 1949, PBB membentuk organisasi bernama United Nations Commision for Indonesia (UNCI) (Compas.com, 21 Februari 2022).
Penulis: Julianto Ibrahim
Instansi: Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
Abdullah, Taufik dan Lapian, A.B. (2012). Indonesia Dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Adryamarthanino, Verelladevanka. (2022). “Komisi Tiga Negara: Latar Belakang, Anggota, dan Tugas”, https://www.kompas.com/stori/read/2021/04/19/184909279/komisi-tiga-negara-latar-belakang-anggota-dan-tugas?page=all, diunduh 23 Juni 2022.
Adryamarthanino, Verelladevanka. (2022). “UNCI: Latgar Belakang, Tugas, Anggota, dan Hasil Kerja”, https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/21/160000379/unci-latar-belakang-tugas-anggota-dan-hasil-kerja?page=all#:~:text=UNCI%20dibentuk%20pada%2028%20Januari,menjalankan%20tugasnya%20untuk%20mendamaikan%20konflik, diunduh 23 Juni 2022
Agung, Anak Agung Gde. (1983). Renville. Jakarta: Sinar Harapan.
Notosusanto, Nugroho, ed. (1975). Sejarah nasional Indonesia VI: Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Tobing, K.M.L. (1986). Perjuangan Politik Bangsa Indonesia: Renville. Jakarta: Gunung Agung.