Kontra Revolusi
Kontra revolusi adalah istilah Presiden Sukarno untuk menyebut sikap dari golongan yang dianggap menyimpang dari revolusi. Orang-orang yang termasuk dalam golongan kontra revolusi disebut sebagai golongan kontra revolusioner. Kontra revolusi sangat lekat dengan Revolusi Sukarno yang telah digencarkan sejak masa pergerakan pada 1926 untuk melawan kolonialisme dan imperalisme (Sukarno 1963: 112-113). Dengan menarik benang merah tiga ideologi arus utama melalui konsepsi Nasakom (Nasionalisme-Agama-Komunisme), golongan-golongan yang tidak turut serta mengilhami persatuan di antara ketiga ideologi tersebut untuk melawan imperialisme dan kolonialisme dianggap sebagai kontra revolusioner. Namun demikian, pada masa sebelum kemerdekaan gerakan-gerakan kontra revolusioner tidak secara eksplisit disebutkan sebagai musuh bangsa. Pada masa setelah kemerdekaan Indonesia, revolusi Indonesia lebih mengerucut kepada persoalan ketatanegaraan Indonesia, sehingga pihak-pihak yang berupaya melawan pemerintahan dianggap sebagai kontra revolusioner. Secara spesifik, Sukarno menyebut gangguan-gangguan keamanan sebagai perbuatan kontra revolusioner dan merupakan penyimpangan dari jiwa dan semangat-semangat Revolusi Nasional. Penyimpangan itu termasuk pula di bidang politik, militer, sosial, dan ekonomi (Alam 2003: 322).
Pada masa peralihan antara Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Terpimpin, istilah kontra revolusi muncul untuk merespon berbagai gerakan yang menentang pemerintahan Indonesia, seperti Pemerintahan Revolusioner Indonesia (PRRI), Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), dan gerakan lain yang mengancam persatuan (Sukarno 2006: 73).
Pada Demokrasi Terpimpin, Sukarno menetapkan kontra revolusioner sebagai salah satu musuh negara karena dianggap menghambat Revolusi Nasional (Sholehuddin & Kasdi 2015: 70). Sikap Sukarno mengenai Revolusi Nasional dengan jargon “revolusi belum selesai” telah dituangkan dalam “Manifesto Politik” yang menjelaskan bahwa hari depan Revolusi Indonesia meliputi tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek berkaitan dengan program Kabinet Kerja antara lain meliputi: sandang-pangan, keamanan, dan melanjutkan perjuangan anti-imperialisme termasuk juga mempertahankan kepribadian di tengah gempuran kebudayaan Barat. Adapun tujuan jangka panjang ialah terwujudnya masyarakat adil makmur, melenyapkan imperialisme dan mencapai dasar-dasar perdamaian dunia (Buletin Perpustakaan Bung Karno n.d.).
Manifesto Politik sendiri merupakan dokumen yang menjelaskan program pokok dan program umum Revolusi Indonesia secara menyeluruh. Manifesto Politik Republik Indonesia ini kemudian ditetapkan sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara yang bersisi; (1) Undang-undang Dasar 1945; (2) Sosialisme Indonesia; (3) Demokrasi Terpimpin; (4) Ekonomi Terpimpin (5) Kepribadian Indonesia, yang selanjutnya disebut USDEK. Kekuatan Manifesto Politik sebagai dasar Revolusi Nasional telah menempatkan golongan-golongan yang dianggap lunak terhadap imperialisme sebagai Kontra Revolusioner. Sukarno telah menentukan musuh-musuh utama Revolusi Indonesia, yaitu Imperialisme Belanda. Selain imperialisme Belanda, musuh revolusi Indonesia adalah imperialis-imperialis lain yang mencoba memperdayakan Republik Indonesia dengan membantu kaum kontra revolusioner. Adapula “golongan-golongan blanndis”, golongan reformis, golongan konservatif, dan tentunya kontra revolusioner yang menjadi musuh revolusi (Buletin Perpustakaan Bung Karno n.d.). Dalam perkembangan, berbagai organisasi dan aliran yang tidak progresif atau memiliki sikap lunak terhadap imperialisme termasuk kebudayaan Barat dicap sebagai kontra revolusioner.
Penulis: Rafngi Mufidah
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
Alam, Wawan Tunggul (2003). Demi Bangsaku: Pertentangan Bung Karno vs. Bung Hatta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Buletin Perpustakaan Bung Karno Th. VII / Vol. II / 2015: Media Informasi Perpustakaan Bung Karno. N.p.: Perpustakaan Proklamator Bung Karno, (n.d.).
Sholehuddin, Abi dan Aminudin Kasdi (2015). “Jargon Politik masa Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1965.” AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah 3(1): 69-81.
Sukarno (2006). Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Jakarta: Media Pressindo.