Maguwo
Maguwo adalah nama pangkalan militer udara yang berada di Yogyakarta. Nama Maguwo mengacu pada nama desa tempat pangkalan udara berada, yaitu Maguwoharjo. Saat ini nama yang digunakan adalah Bandar Udara Adisucipto berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Suryadi Suryadarma (1912-1975) Nomor: 76/48/Pen.2/KS/52 tanggal 17 Agustus 1952. Surat Keputusan tersebut mengenai perubahan nama-nama lapangan udara militer terbesar. Bandar udara ini terletak di Jalan Raya Solo Km.19, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Sejak tahun 1959 bandara ini dijadikan sebagai tempat untuk Akademi Angkatan Udara (AAU) Republik Indonesia. Berdasarkan keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan atas persetujuan Angkatan Udara Republik Indonesia pada 1964, pelabuhan udara Adisucipto menjadi pelabuhan udara militer dan sipil. Selain melayani penerbangan sipil domestik, bandara ini juga melayani penerbangan luar negeri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1992 tanggal 1 April, bandara Adisucipto berada dalam pengelolaan Perum Angkasa Pura I.
Maguwo merupakan salah satu pangkalan militaire luchtvaart (militer udara) yang dibangun oleh pemerintah kolonial di Jawa pada akhir tahun 1930-an. Pada awal 1940-an hampir semua runway pangkalan militer udara di Jawa telah diaspal dengan panjang rata-rata 1 kilometer dan lebar 45 meter. Fasilitas lain seperti hanggar dan menara operasional sudah mulai dibangun dengan sederhana. Maguwo menjadi pangkalan militer udara dari Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) dan digunakan untuk melatih para penerbang dari militer udara Hindia-Belanda (Kurniawan 2019: 8).
Maguwo termasuk salah satu pangkalan militer udara yang belum selesai dibangun karena masuknya pasukan Jepang pada 1942. Ketika Jepang kalah, pada 17 Desember 1945, pangkalan udara Maguwo beserta seluruh personalia dan material penerbangan diserahkan oleh Panglima Divisi Yogyakarta, Kolonel Sudarsono kepada TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Jawatan Penerbangan. Maguwo menjadi pangkalan pemberangkatan dan pendaratan pesawat yang penting karena Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan dan pusat kegiatan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (Soewito et.al. 2007: 25, 26, 28)
Maguwo juga menjadi tempat sekolah penerbang yang diresmikan pada 15 November 1945 di bawah pimpinan Komodor Muda Udara Adisucipto (1916-1947). Tujuan dibukanya sekolah penerbang ini adalah untuk menghasilkan para penerbang dalam waktu singkat bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia (Soewito et.al, 2007: 41).
Pada Agresi Militer Belanda I (1947) dan II (1948), Maguwo menjadi pusat pangkalan militer Indonesia karena Yogyakarta menjadi ibukota sementara Republik Indonesia. Pangkalan tersebut menjadi sasaran pihak pasukan Belanda (Sutanto 2006; Soewito 2007; Pour 2009).
Maguwo juga menjadi landasan tempat mendarat bagi maskapai penerbangan asing dari negara-negara yang bersimpati dengan Indonesia dengan membuka jalur penerbangan, seperti CALI (Commercial Airliners Incorporation) dari Filipina, South Eastern Airways, Cathay Pasific, POAS (Pasific Overseas Airlines of Siam), Kalinga Airlines. Hal ini secara tidak langsung membuat negara-negara asal maskapai itu mengakui keberadaan pemerintah Indonesia (Angkasa, 2012: 26).
Penulis: Achmad Sunjayadi
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum
Referensi
Kurniawan, Dadan Adi. 2019. Menelusuri Jejak Awal Penerbangan di Indonesia (1913-1950-an). Mozaik 10 (2). 1-21.
Pour, Julius. 2009. Doorstoot naar Djokja. Pertikaian Pemimpin Sipil-Militer. Jakarta: Kompas.
Sutanto, Himawan. 2006. Yogyakarta 19 Desember 1948. Jenderal Spoor (Operatie Kraai versus Jenderal Sudirman (Perintah Siasat No.1). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Soewito, Irna H.N. Hadi et.al. 2007. Awal Kedirgantaraan di Indonesia- Perjuangan AURI 1945-1950. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Tim Penyusun Edisi Koleksi Angkasa. 2012. Sejarah Penerbangan Indonesia: Lewat Udara Menyatukan Nusantara. Majalah Angkasa. Desember