Monumen Nasional
Monumen Nasional atau disingkat dengan Monas atau Tugu Monas merupakan monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki), seluas 80 hektar yang berada di tengah Lapangan Merdeka (koningspein) Jakarta Pusat. Dalam pemetaan Jakarta, Monas merupakan titik nol. Monumen ini diresmikan pada 12 Juli 1975 atau 14 tahun sesudah pemancangan tiang pertama oleh Sukarno pada 17 Agustus 1961 (Setiati 2009: 31). Pada masa kolonial, Thomas Karsten diutus oleh pemerintah untuk mengatur ulang Koningsplein atau lapangan utama kota Batavia sebagai bagian integral dari fungsi perkotaan. Gedung Dewan Kotapraja (Raadhuis) yang baru seharusnya ditempatkan didekat pusat lapangan, sementara bagian-bagian dalam lapangan disediakan untuk gedung-gedung umum (Fakih 2005: 120). Sebuah monument disiapkan menghadap ke Raadhuis. Di bagian selatan dari lapangan terdapat sebuah rencana pembangunan lapangan permainan cricket, sementara di sepanjang bagian timur bersebelahan dengan Stasiun Gambir. Karsten sendiri merupakan seorang insinyur Belanda yang berkontribusi besar terhadap arsitektur dan perencanaan perkotaan di Indonesia. Namun, pembagian fungsi koningsplein ini pada masa kolonial bersifat rasial.
Di bawah Sukarno, koningsplein dirancang menjadi sebuah monument nasional yang merupakan sebuah tugu untuk melambangkan perjuangan rakyat Indonesia dalam membebaskan diri dari kolonialisme. Semangat perjuangan ini dilambangkan dengan lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5ton serta dilapisi emas murni seberat 35 kg pada puncaknya yang melambangkan kekayaan dan kemakmuran Indonesia (Merrillees 2015: 217). Gagasan membangun monumen ini dicetuskan oleh Sukarno pada akhir tahun 1956 karena terinspirasi Monumen Nasional di Washington ketika dia berkunjung ke Amerika pada tahun yang sama. Untuk itu Sukarno menyelenggarakan sayembara membuat desain monument yang dimenangkan oleh arsitek Frederich Silaban. Sukarno akhirnya menggunakan desain Silaban dengan menambahkan gagasannya sendiri di beberapa bagian (Lubis 2018: 217). Monas mempunyai fungsi pendidikan dan sejarah, karena di dalamnya terdapat ruang khusus dengan berbagai diorama yang menggambarkan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Penulis: Eka Ningtyas
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si
Referensi
Ensiklopedia Jakarta: Jilid 5. Jakarta: PT Lentera Abadi, 2009.
Farabi Fakih. Membayangkan Ibu Kota Jakarta Di Bawah Soekarno. Yogyakarta: Ombak, 2005.
Firman Lubis. Jakarta 1950-1970. Jakarta: Masup Jakarta, 2018.
Merrilles, Scott. Jakarta Portraits of a Capital 1950-1980. Jakarta: Equinox Publishing, 2015.