Muhammad Jamil Jambek

From Ensiklopedia
Muhammad Jamil Jamek - Pandji Poestaka No 56 XV 13 Juli 1937 p1084


Minangkabau dikenal sebagai wilayah yang banyak melahirkan ulama dan tokoh besar, diantaranya Syekh Muhammad Jamil Jambek, ulama pembaru Islam awal abad ke-20.

Syekh Jamil Jambek lahir di daerah Kurai Bukittinggi pada 4 Januari 1863.  (Novita, 2014; Harian Republika, 2 Agustus 2012). Ayahnya bernama Muhammad Saleh Datuk Maleko dan biasa dipanggil “Inyiak kapalo Jambek”. Ia seorang kepala Nagari Kurai dan datuk dalam suku Guci yang disegani. Ayahnya terkenal dengan kedisiplinan dan ketegasannya dalam mendidik anak dan kuat menjalankan nilai-nilai Islam. Ibunya dari kalangan bangsawan Sunda. Muhammad Jamil Jambek merupakan anak sulung dengan dua orang adik perempuan Salamah dan Nafirah (Latif, 2002: 56).

Pendidikan Syekh Jamil Jambek diawali di sekolah rendah gubernement di Bukittinggi. Ia tidak melanjutkan ke jenjang  lebih tinggi. Ia menuntut ilmu sihir dari seseorang yang berasal dari tanah Batak, dan dari guru lainnya di Minangkabau. Keilmuannya ini membawanya menjadi Parewa (preman) yang ditakuti lawan dan disegani kawannya (Noer, 1980: 111-113).

Perilaku Syekh Jamil Jambek berubah tatkala Tuanku Kayo Mandiangin menyelamatkannya dari musibah besar yang hampir merenggut nyawanya pada 1882. Tuanku Kayo Mandiangin membawa Syekh Jamil Jambek mentransmisikan kehidupannya dari kegelapan menuju cahaya. Ia meninggalkan dunia parewaanya dan mulai mendalami ilmu agama dengan menjadi murid Tuanku Kayo Mandiangin. Syekh Jamil Jambek kemudian belajar ke berbagai surau di Minangkabau. Di Pariaman ia berguru ke Tuanku Mambang dan kemudian ke Batipuah Baruah, Padang Panjang, untuk mendalami ilmu fikih (Novita, 2014: 485).

Pada 1896, Syekh Jamil Jambek memutuskan untuk ikut  bersama ayahnya pergi haji. Selama di Makkah ia tinggal Bersama Syekh Salim. Di Makkah, Syekh Jamil Jambek mencurahkan perhatiannya untuk menuntut ilmu dari berbagai ulama Makkah, seperti Syekh Ahmad Khatib, Taher Djalaluddin, Syekh Bafaddhal, Syekh Serawak, dan Syekh Jalaluddin Azhari. Ia juga menuntut ilmu tarekat  dan mengikuti suluk di  Jabal Abu Qubais hingga memperoleh ijazah dari tarekat Naqsabandiyyah-Khalidiyah. Syekh Jamil Jambek juga belajar ilmu falak dengan Syekh Taher Jamaluddin  (Novita, 2014: 486).

Syekh Jamil Jambek juga terkenal sebagai Syekh Al Falak, yang keahliannya diakui bukan hanya di tanah Minang,  namun juga di Makkah. Keahliannya mendorong untuk mensyiarkan ilmu falak kepada masyarakat Sumatra dan Jawa di Makkah,  seperti  Ibrahim Musa Parabek (pendiri perguruan Tawalib Parabek) dan Syekh Abbas Abdullah (pendiri perguruan Tawalib Padang Panjang Lima Puluh Koto yang kemudian berubah menjadi Darul Funun el Abbasyiah) (Novita, 2014: 487).

Kemampuan ilmu falak yang dimilikinya membuat Syekh Jamil Jambek membantu menentukan arah kiblat shalat di daerahnya, dan membantu menentukan waktu terjadinya gerhana bulan dan matahari. Selain itu Syekh Jamil juga membantu penentuan tanggal 1 Ramadhan dan tanggal 1 Syawal, serta penyusunan jadwal imsakiyah Ramadhan pada setiap tahunnya yang disebarkan melalui majalah Al Munir  (Novita, 2014: 487).

Syekh Jamil Jambek telah menulis beberapa karya tentang ilmu falak diantara karya-karya tersebut antara lain: 1. Diyaa’ an-Nirin fii maa yataa’allaqu bi al-Kaukabin yang terbit pada 1909; 2. Natijah Durriyyah, Jadwal Waktu Salat dan Penentuan Kapan Datangnya Bulan Ramadhan dan Bulan Syawal untuk Masa 100 Tahun; 3. Tabel mengenai Perhitungan Waktu, Haazaa Jadal al-Sittiniyah li Istidraj ad-Darb wa Al-Qismah yang diterbitkan pada 1913; 4.   Kitab Muqaddimah fii hisab al-Falakiyah Mukhta¡ar Mata’assa’id fiihisabat  al-Kawaakib  pada 1315 H.

Semangat pembaruan pada awal abad XX mengilhami Syekh Jamil Jambek mengambil terobosan dalam bidang pendidikan agama. Kemampuannya menguasai ilmu agama dan ditopang retorika yang bagus, menjadikan tabligh sebagai metode dakwahnya. Masyarakat diajak untuk menghadiri majelis ilmu  dan dzikir secara bersama-sama untuk menyimak, mengkaji dan mendiskusikan segala problematika kehidupan sehari-hari dalam sudut pandang agama. Dalam pandangan Syekh jamil Jambek, Dakwah bil-lisan dan bil-hal  dapat menyadarkan umat akan perannya sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial. Untuk menerapkan gagasannya ini, Syekh Jamil Jambek melakukan pendekatan dan menjalin hubungan yang baik dengan orang-orang yang menentangnya. Aktivitas Syekh Jamil Jambek kemudian diikuti oleh ulama pembaru di tanah Minang (Novita, 2014: 489).

Tabligh Syekh Jamil Jambek dilakukan juga pada khutbah Jumat, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, peringatan Muharram, dan Isra Mi’raj. Syekh Jamil Jambek menyampaikan khutbahnya menggunakan Bahasa Melayu agar bisa dipahami oleh masyarakat Minang.

Tindakan lain yang dilakukan oleh Syekh Jamil Jambek adalah meluruskan pemahaman nilai-nilai Islam dari tahayul, bid’ah, dan churafat dari  kehidupan sehari-hari. Syekh Jamil berusaha mengubah pandangan dan praktik ajaran Islam yang diajarkan secara jumud dan taklid melalui upaya  berpikir kritis dan kreatif terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya dan mengembalikannya kepada dasar hukum dalam Quran dan hadits. Salah satu wujud dari tindakannya bahwa kajian islam tidak hanya membaca kita kuning, namun juga mengkaji kehidupan sehari-hari.

Perjuangan Syekh Jamil Jambek lainnya adalah menjadikan surau sebagai pusat dakwah dan tabligh keislamannya. Surau dijadikan basis pembaruan pendidikan Islam dalam penanaman akidah islamiyah dan akhlakul karimah. Pelaksanaan pendidikan  Syekh Jamil Jambek mencakup tiga hal, yaitu:

  1. Pendidikan agama yang  mengajarkan akidah, syariat, dan akhlak  mulia.
  2. Pendidikan adat  mengajarkan  adat budaya  Minangkabau  yang berisi  sopan  santun dan budi-bahasa.
  3. Pendidikan silat mengajarkan strategi bela diri dalam mempertahankan agama dan adat  (Yunus, 2010: 3).


Perjuangan politik Syekh Jamil Jambek diawali pembentukan organisasi Persatuan Kebangsaan Minangkabau pada 1929, bertujuan merevitalisasi peranan pemangku adat, nilai adat dan melaksanakannya sesuai dengan filosofi adat Minang (Novita, 2014: 494). Syekh Jamil Jambek mengikuti Kongres I Majelis Tinggi Kerapatan Adat Alam Minangkabau pada 15-19 Maret 1939. Syekh Jamil Jambek terus berupaya menyatukan persaudaraan antar umat untuk saling mengenal dan saling menolong. Syekh Jamil Jambek berusaha agar masyarakat sepaham dan sepemikiran dalam menunaikan Syariat Islam baik yang terkait dengan hubungannya dengan Allah maupun hubungannya dengan manusia.

Pada masa kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang, Syekh Jamil   terus berdakwah memurnikan Islam dan menggalang kekuatan untuk mencapai kemerdekaan. Upaya tersebut direalisasikannya dengan membentuk Majelis Islam Tinggi (MIT) dengan menggandeng sahabatnya sesama murid Syekh Ahmad Khatib, yaitu Syekh Daud Rasyid pada tahun 1913. Selain itu ia juga mendirikan Laskar Barisan Sabilillah dan melatih kaum muda  mengusir penjajah. Syekh Jamil Jambek meninggal dunia  pada  30 Desember 1947.

Penulis: Abdurakhman
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Restu Gunawan, M.Hum


Referensi

Latief, Sanusi. 1981. Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat. Padang: Islamic Centre Sumatera Barat.

Noer,  Deliar. 1980. Gerakan  Modern  Islam di  Indonesia  Tahun 1855-1945. Jakarta: LP3ES.

Sanur Tarihoran, Adlan. “Sjech M. Djamil Djambek Pengkritik Tarekat Yang Moderat Di Minangkabau”.  Al-Hurriyah, Vol. 12, No. 2, Juli-Desember 2011.

Siswayanti, Novita. “Muhammad Djamil Djambek: Ulama Pembaharu Minangkabau”, Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 12, No. 2, 2014: 479-498.

Surat Kabar harian Republika,  2 Agustus 2012.

Yunus,   Yulizar.  2010.   “Sejarah   Sosial  Pendidikan   Islam   di Indonesia”, Makalah  tugas kuliah  di  bawah bimbingan  Prof. Dr. Azyumardi Azra dipresentasikan 27 Maret 2010.