NEFO dan OLDEFO

From Ensiklopedia

New Emerging Forces (NEFO) dan Old Established Forces (OLDEFO) adalah istilah politik pada dekade 1960an yang dipopulerkan presiden Sukarno sebagai konsep mewakili semangat rakyat dunia ketiga di dalam tatanan politik global saat itu. Dalam pidatonya saat KTT GNB I di Beograd, Yugloslavia pada bulan September 1961, Presiden Sukarno menjelaskan secara gamblang tentang politik nonblok. Ia juga mencetuskan dua sebutan bagi dua kubu dari negara-negara yang saling bertentangan di dunia yaitu New Emerging Forces (NEFO) dan Old Established Forces (OLDEFO). NEFO adalah sebutan untuk negara-negara baru yang anti kolonialisme dan imperialism sedangkan OLDEFO adalah sebutan bagi negara-negara yang mempraktikan kolonialisme dan imperialisme (Rachmawati, 2017:63).

Menurutnya, pertentangan ini  bukan hanya sekedar pertentangan antara Blok Timur melawan Blok Barat, Komunis melawan Kapitalis, atau Uni Soviet melawan Amerika Serikat. Sukarno berpendapat bahwa peran negara-negara Asia-Afrika dalam Perang Dingin antara kedua blok tersebut tidak terlalu penting. Ia justru lebih menekankan bahwa negara-negara Asia-Afrika perlu bersatu untuk memberantas segala bentuk kolonialisme dan imperialisme. Sukarno juga menjelaskan bahwa konsep NEFO tidak hanya terbatas pada negara-negara Asia, Afrika, atau, Amerika Latin saja. Ia menyatakan bahwa siapapun atau negara manapun yang memiliki keinginan untuk mengubah dunia ini menjadi dunia baru tanpa imperialisme, tanpa kolonialisme, dan tanpa kapitalisme maka negara atau individu tersebut adalah bagian dari NEFO (Deplu, 1964:21).

Berdasarkan penjelasan tersebut, pertentangan NEFO dan OLDEFO lebih dipandang sebagai konflik kekuatan sosial daripada sekedar konflik antar bangsa. Akan tetapi, ini bukanlah gambaran total dari definisi tersebut sebab definisi lain dari NEFO dan OLDEFO juga lebih umum dengan kualifikasi lebih kecil menjelaskan tentang persaingan dua kelompok yang mengacu pada entitas nasional atau geografis. Dapat diartikan bahwa NEFO merupakan kekuatan yang terdiri dari orang-orang di negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan negara sosialis lainnya (Departemen Penerangan, 1963:9). Dalam istilah nasional yang lebih spesifik lagi, NEFO diartikan sebagai ‘trinitas’ dari negara-negara sosialis, negara-negara yang baru merdeka, dan kekuatan-kekuatan progresif di dalam negara kapitalis (Sukarno, 1964:318). Dengan demikian, negara-negara NEFO adalah negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin serta negara-negara berpaham sosialis. Sedangkan OLDEFO adalah negara-negara Barat. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat negara yang masuk dalam kategori OLDEFO di antara komunitas negara-negara NEFO. Begitu pula sebaliknya, ada pula negara yang termasuk kategori NEFO berada diantara negara-negara OLDEFO (Weatherbee, 1966:70).

Sukarno juga memperingatkan bahwa keamanan dunia senantiasa selalu terancam oleh kekuatan OLDEFO. Mereka adalah kumpulan kekuatan mapan yang sedang berusaha mempertahankan kekuasaannya. Sukarno berpendapat bahwa keterbelakangan yang dialami oleh negara-negara dunia ketiga disebabkan oleh keserakahan negara-negara yang tidak pernah puas dan selalu mengeruk kekayaan bangsa lain hingga tak bersisa (Kasenda, 2014:88). Konsepsi Sukarno ini mulai menjadi kenyataan beberapa tahun setelah kematiannya. Telah banyak studi yang mempelajari tentang keterbelakangan di dunia. Jika Teori Imperialisme banyak berbicara mengenai keuntungan-keuntungan yang dimiliki oleh negara kapitalis, maka Teori Ketergantungan lebih memperhatikan akibat dari imperialisme terhadap keterbelakangan. Berdasarkan Teori Ketergantungan Paul Baran dalam bukunya yang berjudul The Political Economy of Growth, negara-negara kaya menyedot surplus dari negara dunia ketiga sehingga mereka menjadi semakin kaya. Hal ini menyebabkan tidak terakumulasinya modal nasional. Sementara Andre Gunder Frank dalam Capitalism and Development in Latin America melihat adanya tali dominasi terhadap ketergantungan metropol ke satelit yang menyebabkan surplus negara dunia ketiga mengalir ke metropol (Kasenda, 2014:89).

Jika di masa kolonialisme terjadi persaingan di antara negara-negara kapitalis, maka kini persaingan antar perusahaan transnasional yang menentukan arah ekonomi, politik, sosial dan, budaya suatu negeri. Mereka selalu memiliki keinginan untuk menguasai sumber bahan mentah dan memonopolinya. Mereka juga hanya menjadikan negara-negara dunia ketiga sebagai pabrik perakitan yang hanya memperkuat struktur ekonomi internasional. Kenyataan seperti itulah yang sekiranya membuat pemikiran Sukarno tentang imperialisme OLDEFO masih relevan dalam konteks kekinian (Kasenda, 2014:90).

Penulis : Satrio  priyo utomo


Referensi

Departemen Penerangan. (1963). The Birth of Ganefo. Jakarta: Departemen Penerangan.

Departmen Luar Negeri. (1964). Indonesia IV: Looking Back Over 1964. Jakarta: Departemen Luar Negeri.

Hatta, M. (1948). Mendajung Dua Karang: Keterangan Pemerintah Diutjapkan Oleh Drs. Mohammad Hatta Dimuka Sidang BPKNIP. Yogyakarta: Kementerian Penerangan Republik Indonesia.

Legge, J. D. (1972). Sukarno Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Nugroho, A. S. (2016). Sukarno dan Diplomasi Indonesia. Sejarah dan Budaya, Tahun Kesepuluh, No. 2, 125-131.

Rachmawati, I. (2017). Indonesian Public Diplomacy: Preserving State Existence Through Sharing of Identities to Gain Mutual Understanding. Global & Strategies Journal, Th. 11, No. 1, 55-71.

Sukarno. (1964). Indonesia's Political Manifesto. Jakarta: Prapantja.

Sukarno. (1989). Pancasila dan Perdamaian Dunia. Jakarta: CV Haji Masagung.

Weatherbee, D. E. (1966). Ideology in Indonesia: Sukarno's Indonesian Revolution. Yale University: Southeast Asia Studies.

Kasenda, Peter. (2014). Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Pustaka.