Nederland Indische Artsen School (NIAS)

From Ensiklopedia


Nederland Indische Artsen School, atau yang dikenal dengan nama NIAS, merupakan sekolah kedokteran yang diresmikan di Surabaya pada tanggal 1 Juli 1913. Pendirian NIAS didasarkan pada keputusan pemerintah berupa Besluit van de Gouverneur van Nederlandsch Indie Nomor 4211. Gedung pertama NIAS awal mulanya berada di jalan Kedungdoro nomor 38 Surabaya, dan memulai pendidikan dokternya pada tanggal 15 Juli 1913 (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2016). Kemudian, pada 1923, gedung NIAS dipindahkan ke jalan Mayjen. Prof. Dr. Moestopo Surabaya (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2018). NIAS ataupun STOVIA merupakan Sekolah Dokter Djawa yang ada di Hindia Belanda, yang pada awalnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan penyuntik vaksin cacar pada program pencacaran (Padiatra 2015).

NIAS merupakan sekolah dokter setingkat universitas yang menjadi tingkatan lanjut untuk siswa-siswa yang ingin melanjutkan studi selepas jenjang pendidikan setingkat SMA. Kehadiran NIAS juga melengkapi institusi pendidikan lain yang menawarkan pengajaran spesialisasi terhadap keahlian tertentu, contohnya institusi pendidikan seperti Technische Hoge School untuk biang teknik, Rechtskundige Hoge School bidang hukum, Geneeskundige Hogeschool bidang kesehatah, termasuk juga STOVIA (Soeratminto, 2013). NIAS yang hadir sejak tahun 1913 awalnya mengajar murid yang jumlahnya hanya 30 orang dan dengan jumlah pengajar yang sangat terbatas, hingga direktur sekolah pun harus turut ikut mengajar.

Perkembangan NIAS mulai terlihat semenjak berpindah ke gedung baru di tahun 1923, dengan mulai banyaknya staf pengajar, bertambahnya jumlah murid yang signifikan, hingga memiliki 2000 karya lebih di dalam perpustakaan yang ada. Di tahun 1932, untuk masuk NIAS para siswa harus melalui seleksi ketat, dari 211 nama kandidat yang ingin masuk ke NIAS hanya 64 nama yang lolos seleksi dan diterima NIAS. Selain itu, NIAS juga memantau perkembangan belajar dari murid-murid yang ada, dari total 676 murid yang belajar di NIAS pada waktu itu 200 di antaranya diberhentikan karena proses perkembangan belajar mereka yang dinilai kurang signifikan. (Zwierstra 2009)

Ketika berakhirnya Perang Dunia ke-2 dan menyerahnya Jepang kepada sekutu, Belanda mulai masuk kembali ke Indonesia. Di tanggal 1 September 1948 Pemerintah Belanda membuka kembali perguruan tinggi kedokteran yang ada dengan nama Faculteit der Geneeskunde di Jakarta dan memiliki cabang di Surabaya. Faculteit der Geneeskunde cabang Surabaya kemudian dipimpin oleh Prof. A.B. Droogleever Fortuyn yang merupakan seorang pakar Ilmu Hewan dan Genetika, yang kemudian digantikan oleh Prof. Dr. G.M. Streef, pakar Biokimia dan Ilmu Faal, pada tahun 1949. Setelah adanya peristiwa penyerahan kedaulatan Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Indonesia di tahun 1949, pimpinan dari Faculteit der Geneeskunde cabang Surabaya pun berganti, tepatnya di tanggal 1 April 1950, dipegang Prof. Dr. M. Syaaf. Pada masa pemerintahan republik ini nama Faculteit der Geneeskunde diganti menjadi Fakultet Kedokteran Surabaya (Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2016).

Penulis: Azrohal Hasan
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso


Referensi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (2018, April 12). Retrieved from fisip.unair.ac.id: http://s3ilmusosial.fisip.unair.ac.id/id_ID/universitas-airlangga-in-brief/

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. (2016). Sejarah. Retrieved from profesi.dokter.fk.unair.ac.id: https://profesi.dokter.fk.unair.ac.id/profil/sejarah

Padiatra, A. M. (2015). Melawan Wabah: Sejarah Sekolah Dokter Djawa 1851-1899. Seminar Nasional Sejarah II. Palembang.

Soeratminto, L. (2013, Juni). Educational Policy In The Colonial Era. HISTORIA, XIV, 77. doi:https://doi.org/10.17509/historia.v14i1.1923

Zwierstra, R. (2009, April). Van Vaccinateur Tot Academisch Opgeleid Aarts. Over De Geschiedenis Van Het Medisch Onderwisj In Nederlands-Indie. Tijdschrift voor Medisch Onderwijs, 28, 86. Retrieved from https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/BF03081758.pdf