Negara Djawa Timur
Gagasan tentang Negara Djawa Timur (NJT) berawal dari suatu konfrensi di Bondowoso pada 23 November 1948, di mana disepakati lahirnya sebuah negara di belahan timur pulau Jawa (Pandji Ra’jat, 03 Desember 1948). Dalam konferensi itu ditunjuk R.T. Achmad Kusumonegoro sebagai Wali Negara. Pelantikannya disahkan oleh Dr. Beel selaku wakil Tinggi Mahkota Negeri Belanda. Dana penyelenggaraan kepemerintahan ini sementara ditanggung pemerintah Belanda. Wilayahnya mencakup 12 kabupaten di Jawa Timur ditambah dua kota praja, Surabaya dan Malang. (https://tirto.id/umur-pendek-negara-jawa-timur-bBLD, lihat juga Pandji ra’jat bertanggal 03 december 1948).
Konferensi Bondowoso memberikan mandat kepada pengurus dan Wali Negara Djawa Timoer untuk memberikan kontribusi terhadap pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS). Negara Jawa Timur hadir dengan hak bersuara yang sejajar dengan negara-negara lainnya dalam RIS. Pembentukan Negara Jawa Timur merupakan satu usaha yang sinergis dengan pembentukan Negara Indonesia Serikat, sebagai negara bagian membantu kemajuan dengan memakmurkan daerah. Dalam Pidatonya, Wali Negara Jawa Timur Achmad Kusumonegoro mengatakan, “Rakyat Jawa Timur berhasrat mengatur negara sendiri dengan jalan yang sah, bebas dari segala bentuk kekuatan dan ketakutan”. Dalam perjalanannya, banyak negara-negara bagian RIS merasa tak puas dengan sistem negara bagian. Mereka mengusulkan agar dikembalikannya RIS menjadi negara kesatuan Republik Indonesia seperti sedia kala (Pelita Rakjat, 2 Desember 1948).
Kiprah Negara Jawa Timur dalam Pembentukkan Negara Federal (BFO) dan Republik Indonesia, hadir sebagai delegasi Konfrensi Inter Indonesia yang berjumlah 60 orang yang diselenggarakan pada tanggal, 19-23 Juli 1949. Utusan dari Negara Jawa Timur adalah: Dr. Soedjito, Dr. Endon, Mr. Hakim, Dr. Roestamadji, dan R. Slamet Tirtosoebroto (Leirissa 2006: 270). Pada 29 Oktober, belangsung penandatangan Piagam Persetujuan tentang Konstitusi Republik Indonesia Serikat di Scheveningan, yang ditandatangani oleh Drs. Mohammad Hatta (RI) dan wakil Negara-negara bagian antara lain: Sultan Hamid (Kalbar), Adji Pangeran Sosronegoro (Kaltim), Mr. R.T. Djumahana Wiriatmadja (Pasundan), Radja Mohamad (Riau), Abdul Malik (Sumatera Selatan), Radja Kaliamsjah Sinaga (Sumatera Timur), Ide Anak Agung Gde Agung (Indonesia Timur), Dr. Soepomo (Madura), A.A. Rivai (Banjar), Saleh Achmad (Bangka), K.A.M. Joesoef (Belitung), Moehram bin Hadji Moh. Ali. (Dajak Besar), Dr. R. Soedjito (Djawa Tengah), R.T. Djuwito (Djawa Timur) dan M. Jamani (Kalimantan Tenggara. (Notosoetardjo, 51).
Pada 15 Agustus 1950 diusulkan agar bentuk negara dikembalikan dari RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hal itu diterima oleh Presiden RIS Sukarno, yang menandatangani UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS 1950) guna mengganti UUD RIS. Beberapa hari kemudian, RIS bubar dan Indonesia kembali ke asalnya sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usia Negara Jawa Timur pun tidak berumur panjang. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1950 diketahui bahwa Pemerintah Negara Jawa Timur mengajukan penyatuan diri terhadap pemerintah pusat. Wali Negara Jawa Timur sendiri meletakkan jabatannya sejak 16 Januari 1950.
Setelah wali negara mundur, pemerintah pusat menunjuk dan mengangkat Samadikun sebagai Komisaris Pemerintah Republik Indonesia Serikat untuk daerah bagian Jawa Timur. Surat perintah ini ditandatangani oleh Presiden Sukarno dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Serikat, Ide Anak Agung Gde Agung. Surat itu dikeluarkan di Jakarta, pada 19 Januari 1950 yang diketahui oleh Ketua Kabinet Presiden AK Pringgodigdo. Negara Jawa Timur akhirnya dihapuskan pada 9 Maret 1950 seiring bentuk negara Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian pada tanggal 9 Maret 1950, wilayah ini bergabung dengan Republik Indonesia dan menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penulis: Albert Rumbekwan
Instansi: Fkip-Uncen
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
R.Z. Leirissa, 2006. Kekuatan Ketiga, Dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Sidar Intan Firsa Tama
Ide Anak Agung Gde Agung, 1992. “Negara Kesatuan: Negara Indonesia Timur”, dalam: BKSNT Ujung Pandang (Penyunting), Seminar Sejarah Regional Indonesia Timur. Malino: BKSNT UJUNG PANDANG.
Notosoetardjo, (tanpa tahun); Komperensi Medja Bundar (KMB): Jakarta: Penerbit Endang.
Berkas Secretaris van Staat voor Binnenlandse Zaken H. Van Der Wal, 1948. Jakarta: 25 November.
Berkas Alegemene Secretarie En De Daarbij Gedeponeerde Archieven, 1942-1950 No.5016, Leiden Arsip KITLV
Verslag Recomba Oost-Java kepada Regvind. Zijne Excellentie Hoege Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesie, 1948. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 24 Januari
Noutulen Rapat Umum untuk menentukan status Djawa Timur, 25 Januari 1948. Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia.
Verslag dari T. Soemarto Rapat Penentuan Kedudukan Jawa Timur, 1948. Jakarta: Arsip Nasional Indonesia.
Pelapuran Pembakaran-pembakaran di dalam kota Modjokerto, 7 Februari 1949. Surabaya: Kantor Arsip Jawa Timur.
Staatsblad van Nederlandsch-indie, 27 November 1948 No. 303. Jakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia,
Staatsblad J. No. 600, 27 Desember 1949. Buitengewone Nederlandse Staatscourant Officiale Uitgave Van Het Koninkrijk der Nederlanden. www.archieven.nl ,
Surat Wali Negara Jawa Timur Kepada Bupati dan Wali Kota di Seluruh Djawa Timur, 24 Januari 1949. Surabaya: Kantor Arsip Jawa Timur,
Surat Pribadi Ayoeb Djakaria Barnawie kepada Wali Negara Jawa Timur, 24 Februari 1949. Surabaya: Kantor Arsip Jawa Timur.
Telegrambrief Van der Plas kepada Hoge Vertegenwoordiger van de Kroon in Indonesie, 24 November 1948. Jakarta: Arsip Nasional Indonesia.
Mimbar Federal Negara Djawa Timoer, Tanpa Tahun, Majalah Serikat. Surabaya: Arsip Jurusan Ilmu Sejarah Unair.
Pandji ra’jat bertanggal 03 december 1948)
Surat kabar Pelita Rakjat, 2 Desember 1948).
https://tirto.id/umur-pendek-negara-jawa-timur-bBLD,
https://daerah.sindonews.com/artikel/jatim/18643/ternyata-pernah-ada-negara-jawa-timur-dipimpin-bupati-banyuwangi/20