Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA)
Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) adalah mata uang yang dikeluarkan oleh daerah-daerah yang pro-republik pada masa awal revolusi. Keberadaan ORIDA berhubungan erat dengan tidak bisanya beredar Oeang Republik Indonesia (ORI) yang telah dicetak pemerintah pusat karena blokade atau gangguan dari pemerintah Hindia Belanda yang ingin berkuasa lagi. Menyadari pentingnya mata uang sebagai simbol kedaulatan dan alat pemersatu perjuangan, di samping alat tukar, setelah minta izin kepada pemerintah pusat, maka sejumlah pemimpin republik di daerah mencetak mata uang daerah (Zed 2012:322-23).
Pemerintah Propinsi Sumatra adalah daerah yang pertama mencetak mata uang daerah. Emisi pertama mata uang yang diberi nama Oeang Republik Provinsi Sumatra (OIPS) ini beredar tanggal 11 April 1947. Penerbitannya berdasarkan Maklumat Gubernur Sumatra yang saat Tengku Mohammad Hasan No. 92/K.O. tertanggal 8 April 1947. Pemerintah pusat mengakui keberadaan ORIPS dengan menyetarakan nilai 1 rupiah ORIPS setara dengan 1 rupiah ORI (“Jelajah Sejarah Rupiah” 2020: 29). ORIPS dicetak dengan empat pecahan, yaitu Rp. 1,-, Rp. 5,-, Rp. 10,- dan Rp. 100,- (Kahin 2005: 43; Setyawan 2017: 187-188)
Ikhtiar Propinsi Sumatra ini diikuti oleh sejumlah daerah lain. Sama dengan yang dilakukan Propinsi Sumatra, nama-nama yang diberikan terhadap mata uang daerah itu selalu diawali dengan ORI (Oeang Republik Indonesia) baru kemudian diikuti oleh nama daerah. Ini berarti bahwa penerbitan mata uang daerah tersebut senantiasa berada dalam kerangka Republik Indonesia dan sebagai dukungan terhadap Republik Indonesia. Beberapa mata uang daerah yang diterbitkan saat itu adalah ORIDABS Banten, ORITA Tapanuli, ORIPSU Sumatra Utara, ORIBA Banda Aceh, ORIN Kabupaten Nias dan ORIAB Kabupaten Labuhan Batu. Yogyakarta dan Surakarta juga menerbitan ORIDA. Pecahan yang diterbitkan umumnya berkisar dari 1 rupiah hingga 100 rupiah. Penerbitan semua mata uang ini didasarkan kepada persetujuan atau pernyataan penguasa setempat, umumnya Residen atau Bupati. Jenis ORIDA sangat beragam, mulai dari bon, Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah, bahkan ada yang berbentuk Mandat (Kahin 2005: 43; Setyawan 2017: 187-188; “Jelajah Sejarah Rupiah” 2020: 29-30; Harsono dan Suharli 2020: 5).
Dicetak dengan segala keterbatasan pada masa revolusi, mata uang ORIDA tidak hanya beragam dari bentuk, tetapi juga dalam ukuran. Di samping itu, keberagaman ORIDA juga terlihat dari gambar yang ditampilkan. Umumnya ORIDA digambari dengan gambar atau lukisan yang merepresentasikan keunikan daerah yang bersangkutan. Sesuai dengan namanya, ORIDA hanya berlaku di daerah di mana mata uang itu diterbitkan.
Kewenangan yang diberikan kepada daerah untuk mencetak mata uang menyebabkan hampir semua daerah lepas kontrol sehingga mencetak uang sebanyak yang mereka bisa lakukan. Akibatnya terjadi inflasi yang sangat tinggi sehingga menurunkan nilai mata uang tersebut. Setelah satu tahun beredar, nilai 1 rupiah ORIPS misalnya merosot menjadi 1 sen pada tahun 1948. Hal yang sama juga berlaku pada hampir semua ORIDA. Di samping pencetakan uang yang diluar kontrol (kendali) penurunan tajam nilai mata uang ini juga disebabkan oleh karena pembayaran uang tentara (militer) yang dilunasi dengan ORIDA. Penurunan tajam nilai ORIDA membuat sejumlah pemerintah daerah menghentikan pencetakan dan masa berlakunya. ORIPS misalnya dihentikan pencetakan dan masa berlakukan tahun 1948. Namun secara nasional, resminya ORIDA tidak berlaku lagi sejak 1 Januari 1950, sebab setelah itu berlaku Uang Republik Indonesia Serikat (Setyawan 2017: 187; Toer 2020: 411).
Penulis: Fikrul Hanif Sufyan
Instansi: STKIP Yayasan Abdi Pendidikan Payakumbuh
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Harsono, Suwito dan Michell Suharli (2020). ORIDA: Oeang Republik Indonesia Daerah 1947-1949. Jakarta: Gramedia.
Kahin, Audrey, 2005. Dari Pemberontakan ke Integrasi. Sumatra Barat dan Politik Indonesia 1926-1998. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
“Jelajah Sejarah Rupiah” dalam Media Keuangan Vol. 15, No. 157, Oktober 2020.
Setiawan, Agus dkk., 2017. Mengawal Semangat Kewirausahaan. Peran Saudagar dalam Memajukan Roda Ekonomi Sumatra Barat. Jakarta: BI Institute.
Toer, Pramoedya, Koesalah Soebagya, dan Ediati Kamil, 2020. Kronik Revolusi Indonesia. Jakarta: Kompas.
Zed, Mestika, “Aspek Sosial Ekonomi Zaman Revoslusi” dalam Taufik Abdullah dan A.B. Lapian, Indonesia dalam Arus Sejarah VI: Perang dan Revolusi. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve dan Kemdikbud RI, 2012, hal. 319-369.