Oetoesan Hindia

From Ensiklopedia
Halaman Depan Oetoesan Hindia, edisi 12 Juni 1922. Sumber: https://opac.perpusnas.go.id.


Oetoesan Hindia adalah surat kabar yang terkenal sebagai organ dari Sjarikat Islam (SI) (Ricklefs 2008: 390).  Awalnya surat kabar ini didirikan untuk  mengakomodir kebutuhan akan informasi dan periklanan bagi pedagang Arab dan bumiputra di Surabaya. Penerbitannya tidak terlepas dari keikutsertaan Hasan Ali Soerati, perusahaan NV Handel Maatschkappij Setija Oesaha Soerabaia, dan gabungan pengusaha Arab dan Bumiputra Surabaya, Semarang, Pekalongan, Batavia, dan Bandung. Nomor percontohan Oetoesan Hindia terbit pertama kali Desember 1912 (Rahzen 2006: 83). Sementara surat kabarnya secara resmi baru mulai terbit pada 1 Januari 1913 (Adam 2003: 267).

Jargon suratkabar ini tertulis "Surat Chabar dan Advertentie". Di bawah judulnya tertulis nama penerbit, perusahaan N. V. Handel Maatschappij Setija Oesaha Surabaya. Pada awalnya surat kabat ini dipimpin oleh Tjipto Mangoenkoesoemo, yang bertindak sebagai hoofdredacteur atau redaktur kepala. Ketika dr. Tjipto pindah ke Bandung karena bergabung dengan surat kabar De Expres, posisinya digantikan oleh H.O.S. Tjokroaminoto. Sejumlah figur lain yang ikut menangani surat kabar ini adalah Tirtodanudjo sebagai mederedacteur (redaktur), Tjokrosoedarmo sebagai directeur, Wirosenggono sebagai penanggung jawab administrasi, dan Sosrobroto sebagai anggota redaksi.

Dalam pengelolaan surat kabar ini kemudian muncul persaingan interen, antara kelompok yang ingin menjadikannya tetap setia sebagai organ perjuangan (kelompok Tjokroaminoto) dan yang ingin mengembangkannya sebagai bisnis pers yang menguntungkan (kelompok Hasan Ali Soerati) (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers edisi 19 Februari 1921). Pada 1913 Tjokroaminoto berhasil menyingkirkan Hasan Ali Soerati (Rahzen 2007: 84).

Di bawah kendali Tjokroaminoto, surat kabar ini semakin kokoh hadir untuk mendukung mobilisasi Sjarikat Islam sebagai sebuah gerakan rakyat. Surat kabar ini menyuarakan keluhan rakyat dan membangkitkan minat terhadap organisasi-organisasi kebangsaan (Adam 2003: 286). Di samping itu, juga hendak menyalurkan obsesi organisasi ini dalam “perjuangan membebaskan pikiran yang bangkit di kalangan intelektual Sjarikat Islam" (Adam 2003: 291).  

Terbit 5 kali seminggu, Senin sampai Kamis dan Sabtu. Meski awalnya anti-Tionghoa, dalam perkembangannya halaman koran ini banyak diisi iklan dari usaha-usaha pengusasa peranakan. Oetoesan Hindia berisi berita dan iklan dengan porsi yang seimbang. Berita, kebanyakan terkait dengan kegiatan SI, menempati halaman pertama. Adapun halaman dua berisi opini, berita kawat dunia, kabar kabar ringan, pemberitahuan, dan kolom Hindia Olanda yang memuat serba-serbi kejadian di Hindia Belanda. Sisanya berisi iklan dengan berbagai ukuran (Rahzen 2007: 85).

Surat kabar ini berperan besar dalam memantik semangat pergerakan kebangsaan. Bung Karno pernah menulis di surat kabar ini. Bung Hatta juga sering membaca surat kabar ini semasa menjadi anggota Jong Soematranen Bond (Parakitri 2000: 724). Banyak tulisan 'garang' dan 'keras' dari aktivis SI yang dimuat di rubrik opini sehingga jadi populer dan ditunggu-tunggu pembacanya. Tirjodanudjo dan Samsi termasuk di antara penulis yang dikenal tajam dan kritis sehingga membuat kedua orang ini beberapa kali berurusan dengan polisi dan pengadilan kolonial. Koran ini juga menjadi mimbar bagi Abdul Muis, Agus Salim, Wignyodisastro, Sujopranoto, dan tokoh pergerakan lainnya menyuarakan pandangannya (Rahzen 2007: 85).

Oetoesan Hindia mulai mundur sejak tahun 1922. Gejolak di tubuh SI yang tidak kunjung reda membawa dampak bagi kelangsungan koran ini. McVey (2017: 125) menulis pada saat itu para petinggi SI tidak lagi mengandalkan koran ini untuk memperoleh dukungan. Sementara biaya produksi kian tinggi tanpa mampu ditutupi oleh pendapatan dari penjualan. Ditambah lagi, semakin lama iklan semakin berkurang membuat keuangan perusahan memburuk. Pengurus pun semakin sibuk dalam kegiatan-kegiatan politik. Apalagi Tjokroaminoto diusir Gubernur Jenderal van Limburg Stirum dari Wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah karena ulahnya yang dianggap menyinggung pemerintah kolonial dan pemerintah setempat (Rahzen 2007: 85). Pada bulan Maret tahun 1923, Oetoesan Hindia pun mati, "berhenti terbit karena kekurangan dana," demikian tulis T. McVey (2017: 238). Sekalipun Alimin yang bergabung dengan Muso dan Sosrokardono mencoba menghidupkannya kembali, tampaknya upaya itu hanya bersifat jangka pendek (McVey 2017: 240).

Penulis: Dedi Arsa
Instansi: IAIN Bukittinggi
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan


Referensi

Adam, Ahmat, 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan, 1855-1913 (terjemahan), Jakarta: Hasta Mitra, Pustaka Utan Kayu, dan Perwakilan KITLV-Jakarta.

McVey, Ruth T., 2017. Kemunculan Komunisme Indonesia, Jakarta: Komunitas Bambu.

Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers, 1921, No 33, 19-02-1921.

Rahzen, Taufik (ed.), 2006. 1907-2007 Seabad Pers Kebangsaan, Jakarta: I:Boekoe.

Rickelfs, M.C., 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (terjemahan), Jakarta: Serambi.

Simbolon, Parakitri T., 2000. "Hatta-Soekarno: Dua Versi Indonesia", J.B. Kristanto (editor), Seribu Tahun Nusantara, Jakarta: Kompas.