Oetoesan Melajoe
Oetoesan Melajoe adalah surat kabar yang mewakili kaum adat Minangkabau, yang menyuarakan ide dan gagasan melalui tulisan-tulisan yang umumnya membela dan mempertahankan tradisi Minangkabau dari segala macam serangan (Darwis 2013: 111). Surat kabar ini terbit pertama kali pada 1910 dan terbit setiap hari, kecuali hari Jumat, Minggu dan hari lain yang dimuliakan. Pendirinya, Datoek Soetan Maharadja, seorang tokoh adat paling populer di sepanjang Pantai Barat Sumatera pada awal abad ke 20 (Rahzen 2009: 73). Ia duduk langsung sebagai pemimpin redaksi Oetosan Melajoe. Maharadja seorang tokoh adat yang terpelajar, yang “meskipun tidak dari sekolah tinggi, tetapi sampai pindar dan pandai berbahasa Belanda,” kata Parada Haharap (1926: 61).
Surat kabar berbahasa Melayu ini beredar di hampir seluruh daerah di Minangkabau dan Sumatra. Peredarannya bahkan terus berkembang hingga ke Pulau Jawa. Penyumbang tulisan juga datang dari berbagai daerah, tidak saja dari kalangan orang Minangkabau sendiri (Fitriyanti 2001: 72). Koran ini hadir dalam empat halaman dengan dua halaman berita dan sisanya untuk advertentie. Dua halaman advertentie penuh dengan iklan berbagai produk. Iklan ialah salah satu pemasukan yang diandalkan koran ini selain penjualan cetak dari pelanggan. Sementara dua halaman berita menyediakan beragam rubrik. Dua yang paling penting adalah rubrik Chabar Berita yang mengulas informasi terkini di Minangkabau dan sekitarnya serta rubrik Chabar Dunia yang menguraikan berita aktual di seantero dunia (Rahzen 2009: 73).
Sebagai koran yang diterbitkan oleh orang-orang pendukung adat, koran ini selalu menyediakan laporan khusus berkaitan dengan aspek-aspek budaya Minangkabau. Pembelaan terhadap kaum adat menjadikan Oetoesan Melajoe sebagai corong terpenting kalangan ini dalam melawan serangan kaum modernis Islam di Minangkabau. Lewat tulisan-tulisannya di Oetoesan Melajoe, Maharadja sering menyampaikan sinisme yang keras terhadap Kaum Muda, menyebut para ulama pembaharu tersebut sebagai kaum Wahabi atau kaum Padri yang "dikhawatirkan akan membuka kembali luka lama mereka mengenai e" (Rahzen 2009: 74). “Kita orang Minangkabau harus mengusahakan jangan sampai kita kehilangan kemerdekaan kita dengan menyerahkan diri kita kepada orang-orang Mekkah,” tulis Schirieke (1973: 38) mengutip salah satu artikel yang ditulis Maharadja di Oetoesan Melajoe.
Mencerca dengan keras golongan tertentu dari bangsa sendiri, Oetoesan Melajoe justru dikenal sangat setia dengan pemerintah kolonial Belanda. Motto yang terpampang di halaman pertama Oetoesan Melajoe berbunyi: Oentoek kemadjoean kepandaian ilmu pengetahoean peroesahaan tanah dan perniagaan Tegoehlah setia persaoedaraan anak negeri dengan orang Wolanda (Rahzen 2009: 75). Jauh sebelum itu, Maharadja sudah mempertontonkan sikapnya itu dengan mengemukakan pandangan kalau bersekutu dengan Belanda akan membawa bangsa Minangkabau menjadi besar. Pada tahun 1906, misalnya, dia mengambil prakarsa untuk memperingati peristiwa datangnya orang-orang Belanda untuk pertama kalinya ke Padang (Schrieke 1973: 42). Tindakan-tindakan Maharadja dan tulisan-tulisannya di Oetoesan Melajoe membuatnya dimusuhi banyak orang.
Terlibat konflik di sana-sini, performa Oetoesan Melajoe mulai memudar. "Barangkali ini disebabkan oleh habisnya konsentrasi mereka dalam dan meladeni serangan balasan dari lawan-lawannya" (Rahzen 2009: 76). Puncaknya, pada tahun 1922 Oetoesan Melajoe berganti nama menjadi Oetoesan Melajoe - Perobahan. Koran yang sebelumnya dicetak dua lembar (empat halaman), menjadi hanya satu lembar (dua halaman) saja. Maharadja digusur dari kursi pimpinan redaksi, digantikan Abdul Moeis, tokoh pergerakan nasional yang terkenal menyisihkan kaum pendukung adat yang tertinggal. Sebagai wakil pemimpin redaksi duduk A. M. Datoe Sinaro, dan sebagai editor tercatat nama A. Jahja dan Hasan Noel Arifin (Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers, 1923, No 29, 15-01-1923).
Penulis: Dedi Arsa
Instansi: IAIN Bukittinggi
Editor: Prof. Dr. Phil. Gusti Asnan
Referensi
Darwis, Yuliandre, 2013. Sejarah Perkembangan Pers Minangkabau (1859-1945), Jakarta: Gramedia.
Fitriyanti, 2002. Roehana Koeddoes Perempuan Sumatera Barat, Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan bekerjasama dengan Rio Tinto.
Hadler, Jeffrey, 2008. Muslims and Matriarchs: Cultural Resilience in Indonesia Through Jihad and Colonialism, Ithaca - New York: Cornell University Press.
Harahap, Parada, 1926. Dari Pantai Kepantai: Perdjalanan ke-Soematra, Weltevreden: Bintang Hindia.
Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche Pers, 1923, No 29, 15 Januri 1923.
Rahzen, Taufik (ed.), 2007. 1907-2007 Seabad Pers Kebangsaan, Jakarta: I:Boekoe.
Schrieke, B. J. O, 1973. Pergolakan Agama di Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi, Jakarta: Bhratara.