Pancasila

From Ensiklopedia

Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia. Pancasila dirumuskan dalam rangkaian proses persidangan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan resmi ditetapkan pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945.  Proses persidangan ini melibatkan banyak tokoh bangsa yang menjadi anggota BPUPK. Badan ini diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dan R. P. Soeroso sebagai ketua muda (Notosusanto, 1981:20).

Pada pembukaan sidang, ketua dr. Radjiman Wedyodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia merdeka yang akan dibentuk. Permintaan ini dipenuhi oleh anggota BPUPK. Ada tiga orang, yang lebih dari yang lain, berusaha menjawab secara komprehensif permintaan itu, yaitu. Mohammad Yamin, Supomo, dan Sukarno. Notulensi rapat BPUPK menunjukkan bahwa pidato Yamin pada tanggal 29 Mei bersumber pada dua lembar catatan yang isinya membahas tentang konsep dan bentuk negara, sementara Supomo yang berpidato pada 31 Mei lebih banyak mengulas tentang konsep negara integralistik. Satu-satunya orang yang membicarakan secara komprehensif tentang dasar negara adalah Sukarno yang berpidato selama sau jam pada tanggal 1 Juni.

Berpidato pada hari terakhir persidangan BPUPK, Sukarno memberikan usulan nama untuk dasar negara itu. Terdapat tiga usulan nama dasar negara Indonesia yang dipaparkan Sukarno dalam persidangan tanggal 1 Juni, yaitu Pancasila, Trisila, dan Ekasila. Nama Pancasila merujuk pada lima asas dasar negara yang ditawarkan oleh Sukarno, kemudian lima asas tersebut dapat diperas menjadi tiga asas yang diberi nama Trisila, dan terakhir diperas menjadi satu asas, yakni Ekasila. Nama Pancasila kemudian terpilih menjadi nama dasar negara Indonesia dan diperingati pada tiap tanggal 1 Juni (Notosusanto, 1981:21).

Setelah proses persidangan tanggal 1 Juni 1945, dibentuklah panitia kecil yang terdiri atas Bung Karno, Bung Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Muh. Yamin dan A.A Maramis. Kedelapan orang ini bertugas menampung saran, usul, dan konsepsi para anggota lainnya. Panitia kecil bersidang dengan anggota-anggota BPUPK lainnya pada tanggal 22 Juni 1945 untuk menampung saran dan usul lisan dari anggota BPUPK. Dari persidangan ini kemudian dibentuk Panitia Sembilan yang terdiri atas Bung Karno, Bung Hatta, Muh. Yamin, Ahmad Subardjo, A.A Maramis, Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasjim, Abikusno Tjokrosuyoso, dan Haji Agus Salim. Panitia Sembilan dibentuk demi mencari titik temu antara golongan agama dan golongan kebangsaan soal agama dan negara. Panitia Sembilan berhasil mencapai kesepakatan soal rancangan pembukaan hukum dasar yang diberi nama Piagam Jakarta (Notosusanto, 1981:21-22).

Rumusan panitia sembilan diterima baik dan dilaporkan pada sidang pleno BPUPK. Rapat tersebut membentuk sebuah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Bung Karno, dengan anggotanya yakni, A.A. Maramis, Oto Iskandardinata, Poerobojo, Agus Salim, Ahmad Subardjo, Supomo, Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasjim, Parada Harahap, Latuharhary, Susanto Tirtoprodjo, Sartono, Wongsonegoro, Wuryaningrat, Singgih, Tan Eng Hoa, Husein Djajadiningrat dan Sukiman. Sembilan belas orang anggota ini bekerja merumuskan segala persoalan tentang undang-undang dasar, termasuk soal pembukaannya. Proses kerja bersama merumuskan dasar negara Indonesia mencapai puncaknya pada persidangan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Penulis: Afriadi
Instansi: Universitas Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso


Referensi

Notosusanto, Nugroho. 1981. Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara. Jakarta: Balai Pustaka.