Patung Pahlawan
Patung Pahlawan adalah nama patung yang terletak di taman segitiga Menteng. Masyarakat menyebut patung tersebut dengan nama Patung Tani, Patung Pak Tani, atau Tugu Tani. Letak patung strategis karena berada di tengah hiruk-pikuk arus lalulintas Kota Jakarta atau di persimpangan antara Jalan Menteng Raya, Kebon Sirih, Merdeka Timur, dan Kwitang. Patung Pahlawan diresmikan pada 21 Juni 1964.
Patung Pahlawan dipesan oleh Presiden Sukarno kepada pematung Rusia, Matvey Genrikhovich Manizer dan Ossip Manizer. Ketika Sukarno berkunjung ke Rusia (waktu itu bernama Uni Soviet) untuk bertemu dengan Perdana Menteri Nikita Khrushchev pada 1959, beliau diperkenalkan dengan Matvey yang saat itu menjabat sebagai wakil ketua Akademi Seni Uni Soviet (USSR Academy of Arts). Sukarno kemudian mengundang seniman patung tersebut ke Indonesia untuk mengerjakan monumen tentang perjuangan bangsa Indonesia, yakni perjuangan pembebasan Irian Barat (kini Papua) dari belenggu kolonialisme Belanda.
Kedua pematung Soviet tersebut kemudian mengunjungi beberapa daerah di Indonesia dan mendapat cerita tentang seorang ibu yang mengantar putranya untuk pergi berperang. Ibu tersebut memberikan bekal dan semangat kepada putranya untuk memenangkan pertempuran dan juga agar selalu mengingat orangtuanya dan tanah airnya. Kisah ibu dengan putranya yang pejuang itu kemudian diangkat untuk dijadikan patung. Patung Pahlawan dikerjakan di Rusia dan setelah selesai dibuat kemudian dibawa ke Indonesia dengan menggunakan kapal laut.
Patung Pahlawan berbahan perunggu dengan teknik cor. Patung pertama adalah sosok pemuda pejuang selama revolusi atau perjuangan dengan tubuh tegap dan lekukan ototnya memperlihatkan keperkasaan, memakai caping untuk menutup kepalanya, bercelana pendek, di pinggang kanannya dan bahu kirinya menyandang senjata laras pendek dan laras panjang dengan pisau pada ujung laras senapan. Tinggi patung ini mencapai 560 cm dengan berat 7 ton.
Patung kedua menggambarkan sosok perempuan berkebaya dan berkonde dengan selendang yang melambai-lambai ditiup angin. Tangannya merentang memberikan sebuah pinggan kepada pemuda pejuang yang berdiri di depannya. Tinggi patung kedua ini mencapai 480 cm dengan berat 5 ton. Kedua patung tersebut diletakkan pada beton yang tak sama ukuran tingginya, tetapi kedua patung melekat satu sama lain.
Seluruh bangunan Patung Pahlawan berada di atas hamparan rumput yang luas dan ubin berukuran 205 x 205 cm. Antara satu ubin dengan ubin lain tidak tersambung dan dipisahkan oleh jalur rumput selebar 30 cm. Pada bagian barat di bawah kaki patung terdapat kalimat dari Presiden Sukarno: “Hanja bangsa jang menghargai pahlawan-pahlawannja dapat mendjadi bangsa jang besar.” Sukarno saat peresmian Patung Pahlawan ini menyatakan bahwa patung ini melukiskan dua pahlawan, laki-laki dan perempuan, lambang dari perjuangan rakyat Indonesia merebut kemerdekaan, lambang dari perjuangan bangsa Indonesia mengadakan suatu masyarakat adil dan makmur, lambang dari perjuangan bangsa Indonesia bersama-sama dengan bangsa lain mendirikan suatu dunia baru yang di dalamnya dapat hidup bahagia dan tidak ada l’exploitation de l’homme par l’homme (ekploitasi oleh manusia terhadap manusia lain) dan l'exploitation de nation par nation (eksploitasi oleh bangsa terhadap bangsa lain)
Penulis: Mohammad Fauzi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si
Referensi
“Djakarta Raja Tambah Semarak dengan Berdirinja Monumen Pahlawan,” Djaja, No. 126, 20 Djuni 1964, hal 14-15.
https://galnasonline.id/poros/karya/monumen-pahlawan
“Kita Bebas Melandjutkan Konfrontasi Terhadap “Malaysia”!” Amanat-amanat Presiden Sukarno pada peresmian Monumen Pahlawan dan pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-437 Kota Djakarta ditaman Segi-Tiga Menteng, Prapatan, Djakarta, pada tanggal 24 Djuni 1964.
Monumen dan Patung di Jakarta. Dinas Museum dan Pemugaran Propinsi DKI Jakarta, 1999/2000