Pembaruan Islam

From Ensiklopedia

Pembaruan Islam adalah suatu gerakan untuk kembali kepada Alquran dan hadist melalui pembukaan pintu ijtihad seluas-luasnya, dengan cara rasionalisasi dan penggunaan ilmu-ilmu modern yang relevan. Gerakan pembaruan Islam dipahami baik sebagai diskursus pemikiran maupun aktivisme praktis. Sebagai diskursus pemikiran, gerakan ini fokus pada pengembangan pemikiran Islam yang sejalan dengan tuntutan modernitas.  Sedangkan sebagai aktivisme praktis, fokus gerakan adalah melahirkan pola kehidupan dan praktik beragama berdasarkan semangat kemajuan. Semangat utamanya adalah menjadikan Islam terintegrasi ke dalam kehidupan modern, yang mengemban cita-cita kemajuan bagi pemeluknya.

Dalam konteks global gerakan pembaruan Islam bermula dan dihubungkan kepada tokoh-tokoh seperti Jamaluddin al-Afgani, Muhammad ‘Abduh, dan Rashid Ridha di Mesir (Adams, 1933; Hourani, 1984). Selain di kawasan Haramayn (Mekah dan Madinah), ide dan gagasan pembaruan mereka menyebar ke berbagai wilayah, tak terkecuali ke wilayah nusantara. Dalam konteks Indonesia, gerakan pembaruan Islam menguat khususnya pada awal abad ke-20. Hadirnya gerakan pembaruan Islam berlangsung seiring dengan perubahan-perubahan sosial yang terjadi akibat modernisasi, dan terutama berkembang di wilayah perkotaan, seperti Yogyakarta di Jawa (Darban, 1980; Alfian 1989), Padang dan Palembang di Sumatra (Abdullah, 1971; Peeters 1997). Kota-kota tersebut menjadi basis utama gerakan pembaruan Islam yang memperoleh dukungan selain dari kemunculan organisasi Islam juga dari menguatnya pertumbuhan media cetak sebagai saluran proses intelektual dan juga politik (Adam, 1995)

Di wilayah Jawa, gerakan pembaruan Islam ditandai dengan kemunculan Muhammadiyah pada 1912 (Noer 1980: 84-94; Alfian 1989), dan lembaga lain yang berhaluan reformis, Persatuan Islam (Persis) di Bandung (Federspiel 2001). Kehadiran organisasi pembaharu ini berperan penting bagi terjadinya perubahan sosial masyarakat yang dapat dilihat pada perubahan pola kehidupan keagamaan baru yang lebih berorientasi kemajuan.

Menguatnya basis pendidikan masyarakat melalui pendidikan modern sebagai dampak dari kebijakan politik etis pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20 turut serta memperkokoh gerakan pembaruan Islam. Hal ini selanjutnya diperkuat dengan kepulangan sejumlah pelajar Indonesia di al-Azhar, Kairo (Roff 1970: 73-87; Abaza 1994), di mana mereka memiliki hubungan intensif tidak saja dengan para ulama pembaharu, tapi juga gerakan-gerakan politik nasionalisme di Mesir dan negara Arab umumnya. Kepulangan mereka memiliki makna signifikan dalam memperbesar akselerasi dan skala gerakan pembaharuan Islam di Indonesia (Burhanudin, 2007: 25-26).

Kiprah para pelajar tersebut melanjutkan proses dan tradisi intelektual yang sebelumnya dikembangkan oleh kalangan komunitas Jawi di Mekah, seperti Ahmad Khatib, yang kemudian sangat berpengaruh dalam perkembangan Islam di Indonesia awal abad ke-20. Ahmad Khatib tercatat sebagai guru dari ‘guru untuk generasi pertama kaum muda’ di Melayu-Indonesia seperti Ahmad Dahlan yang kemudian menjadi pendiri Muhammadiyah, dan Hasyim Asy‘ari sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (Steenbrink, 1984: 145-146; Burhanudin, 2007: 26-30; 2021).

Pengadopsian ide pembaruan Islam juga dilakukan melalui pembacaan atas karya-karya ulama pembaharu di Mesir, termasuk majalah al-Manar, yang memang menjadi sarana utama sosialisasi gagasan-gagasan pembaharuan Islam di hampir seluruh dunia Muslim (Noer, 1980:39; Roff, 1967:59; Azra, 1999:79-100). Di kawasan nusantara, gagasan pembaruan Islam diusung salah satunya oleh Thaher Djalaluddin, salah seorang Jawi Mekkah pertama yang bersentuhan dengan pembaharuan ’Abduh dan Ridā di Kairo, khususnya melalui penerbitan al-Imam pada 1906. Seperti al-Manār, al-Imam menjadikan semangat pembaharuan sebagai perhatian utamanya (Burhanudin, 2007; 2021).

Perkembangan ini turut mempengaruhi persebaran gerakan pembaharuan Islam di Indonesia, salah satunya di kawasan Sumatera Barat. Melanjutkan peran dan semangat al-Imam, antara tahun 1911 sampai 1918 muncul al-Munir, majalah pembaharuan yang diinisiasi oleh Hadji Abdullah Ahmad (Adam 1995: 140). Fakta ini membuktikan peran penting penerbitan dalam diseminasi pembaharuan Islam, sekaligus mendorong tumbuhnya masyarakat Muslim baru di Hindia-Belanda yang berhaluan reformis yang gandrung menyebarkan ide-ide pembaruan.

Penulis: Setyadi Sulaiman
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.


Referensi

Abaza, Mona (1994) Indonesian Students in Cairo: Islamic Education, Perceptions and Exchanges, (Paris: Cahier d’Archipel)

Abdullah, Taufik (1971), “Schools and Politics: the Kaum Muda   Movement in West Sumatra (1927-1933)”, (Ithaca: Cornell Modern Indonesian Project)

Adam, Ahmat bin (1995), The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian Consciousness (1855-1913), (Ithaca: Southeast Asian Program Cornell University).

Adams, Charles (1933), Islam and Modernism in Egypt, (London: Oxford University Press)

Alfian (1989), Muhammadiyah: The Political Behavior of a Muslim Modernist Organization under Dutch Colonialism (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press)

Azra, Azyumardi (1999), “The Transmission of al-Manar’s Reformism to the Malay-Indonesian World: the Cases of al-Imam and al-Munir”, Studia Islamika, vol. 6, 3.

Burhanudin, Jajat (2007), Islamic Knowledge, Authority and Political Power: The Ulama Ini Colonial Indonesia.” Ph.D. Thesis. Leiden University.

Burhanudin, Jajat (2021), “The Triumph of the Second Leaders: Ahmad Khatib and Rashīd Riḍā in Islamic Reform in Indonesia”, Afkaruna: Indonesian Interdisciplinary Journal of Islamic Studies, 17, 2, pp. 1-28. https://doi.org/10.18196/afkaruna.v17i2.12554

Federspiel, Howard M. (2001), Islam and Ideology in the Emerging Indonesian State: the Persatuan Islam (Persis), 1923 to 1957, (Leiden: E.J. Brill).

Hourani, Albert (1984), Arabic Thought in the Liberal Age 1798-1939, (Cambridge: Darban, Ahmad Adaby (1980), “Sejarah Kauman Yogyakarta Tahun 1900-1950: Suatu Studi Terhadap Perubahan Sosial”, (Thesis pada Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta).

Noer, Deliar (1980), Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES).

Peeters, Jeroen (1977), Kaum Tuo-Kaum Mudo: Perubahaan Religius di Palembang 1821-1942, (Jakarta: INIS).

Roff, William R. (1967) The Origins of Malay Nationalism, (New Haven and London: Yale University Press).

______________ (1970) “Indonesian and Malay students in Cairo in the 1920s”, Indonesia 9: 73-87.

Steenbrink, Karel (1984), Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta: Bulan Bintang)