Perang Asia Timur Raya

From Ensiklopedia

Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik merupakan salah satu perang laut terbesar yang pernah terjadi di dunia. Perang ini menyeret dua kekuatan besar yaitu Sekutu dan Jepang. Istilah Perang Asia Timur Raya lebih dikenal oleh orang Jepang, sedangkan istilah Perang Pasifik umumnya dikenal oleh para penulis Eropa. Perang ini mencakup wilayah yang cukup luas, yaitu  Pasifik Tengah, Pasifik Selatan, Pasifik Barat Daya, Pasifik Barat, dan Pasifik Utara (Kamus Sejarah Indonesia, t.t). Perang Asia Timur Raya tidak dapat dipisahkan dengan Perang Dunia (PD) II. PD II mula-mula pecah di Eropa pada tahun 1939 dan meluas ke Kawasan Asia-Pasifik ketika Jepang pada Desember 1941 menyerang pangkalan Angkatan laut AS di Pearl Harbor, Hawai. Bagian dari PD II ini dikenal dengan sebutan Perang Pasifik  atau Perang Asia Timur Raya (SNI 1975: 319).

Dalam Perang Pasifik, angkatan perang Amerika Serikat (AS) yang dipimpin Jenderal MacArthur dan Laksamana Chester Nimitz berhasil memaksa angkatan perang Jepang kembali ke negaranya. Sementara itu, Laksamana Lord Louis Mountbatten menyerbu Burma dari arah barat dan bergerak ke Asia Tenggara. Dari Saipan dan Okinawa, angkatan udara AS membom kota-kota Jepang. Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hirosyima dan Nagasaki. Pada 8 Agustus Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang dan menyerbu Mancuria dan Korea sampai pada garis lintang 38 derajat. Pada 15 Agustus Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu.

Perselisihan Jepang dan Amerika Serikat berawal dari Insiden Jembatan Marcopolo, sebuah pertempuran antara Jepang dan Tiongkok. Pertempuran tersebut akhirnya menyeret Jepang terlibat dalam Perang Dunia II. Jepang yang sebelumnya ikut serta dalam Perang Dunia I itu bersekutu dengan Jerman dan Italia. Kedua sekutu Jepang itu juga turut mengoperasikan armada angkatan laut mereka di Samudera Pasifik dan Hindia sejak 1940.

Pada tahun 1931 Jepang menyerbu Manchuria, dan dua tahun kemudian, Hitler menjadi kanselir Jerman. Pada tahun 1936 berkobar perang saudara di Spanyol dan pada Juli 1937 meletus perang Cina-Jepang. Selanjutnya, pada bulan Maret 1938 Hitler mencaplok Austria, dan pada September, diadakan Konferensi Munich yang membagi-bagi Chekoslowakia. Pada Maret 1939, Hitler menyerbu sisa-sisa wilayah negara ini. Pada 1 September 1939 Hitler menyerbu Polandia dan mulailah berkobar PD II di Eropa. Pada tanggal 10 Mei 1940 Hitler menyerbu negeri Belanda dan Pemerintah Belanda lari ke pengasingan di London (Ricklefs 2005: 398).

Dengan demikian, peperangan di Asia sudah di ambang pintu. Sudah sejak lama sumber-sumber alam Indonesia yang berupa minyak, karet, bauksit, timah, dan bahan-bahan strategis lainnya dipandang sangat penting di mata Jepang. Setelah terjadi resesi ekonomi tahun 1929 dan dampaknya sangat terasa di Indonesia, Jepang segera membuka kontak ekonomi secara damai dengan Hindia Belanda dan bersamaan dengan itu memperluas kegiatan intelijennya. Pada bulan Juli 1939 AS membatalkan perjanjian perdagangan dengan Jepang dan mulai melakukan embargo terhadap pengiriman bahan-bahan strategis ke Jepang serta membekukan aktiva Jepang di AS. Hal ini mengakibatkan semakin pentingnya arti Indonesai bagi Jepang (Ricklefs 2005: 400).

Pada bulan September 1940, Pakta Tiga Pihak yaitu Jepang, Jerman, dan Italia mengesahkan persekutuan. Tidak lama kemudian Perancis berhasil dikalahkan oleh Jerman pada bulan Juni 1940. Pada September, pemerintah Perancis di Vichy yang bekerjasama dengan pihak Jerman memperbolehkan Jepang membangun pangkalan-pangkalan militer di Indocina jajahan Prancis. Pada saat itu para pemimpin Jepang membicarakan secara terus terang tentang rencana “pembebasan” Indonesia. Sebelum jatuhnya negeri Belanda, Jepang mendesak agar pemerintah Belanda memperbolehkannya memasuki Indonesia, tetapi tidak diizinkan. Pada Juli 1941 ekspor Indonesia ke Jepang dihentikan dan asset Jepang di Indonesia dibekukan. Belanda segera melakukan persiapan perang menghadapi Jepang, dengan cara menyingkirkan orang-orang Indonesia yang dianggap pro-Jepang.  

Ambisi Jepang  membangun imperium di Asia telah meletuskan suatu perang di Pasifik. Pada 8 Desember 1941 secara tiba-tiba Jepang menyerang dan memborbardir  Pearl Harbor yaitu pangkalan Angkatan Laut AS yang terbesar di Pasifik. Lima jam setelah itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menyatakan perang terhadap Jepang. Kemudian Jepang bergerak ke selatan dan menyerang Indonesia. Pada 10 Januari 1942 tentaranya telah sampai di Tarakan, Kalimantan Timur dan Komandan Belanda di pulau itu segera menyerahkan diri pada 13 Januari 1942. Seminggu kemudian yaitu pada tanggal 20 Januari, Balikpapan yang merupakan sumber minyak berhasil diduduki juga oleh Jepang. Pada 2 Pebruari Pontianak jatuh dan diikuti Martapura pada 10 Pebruari. Dengan berhasil direbutnya lapangan terbang maka dengan mudah pula Banjarmasin diduduki pada malam hari itu juga (SNI 1975: 1).

Dalam pergerakannya ke Indonesia, pada 14 Pebruari 1942 Jepang menurunkan pasukan payung di Palembang, dan dua hari kemudian Palembang dan sekitarnya berhasil diduduki. Jatuhnya Palembang membuka akses tantara Jepang memasuki wilayah Jawa. Untuk menghadapi serangan Jepang, dibentuklah suatu komando oleh pihak Sekutu yaitu American British Dutch Australian Command (ABDACOM) yang bermarkas di Lembang Bandung. Letjen Ter Poorten diangkat sebagai Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL). Pada akhir Pebruari 1942 Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh pindah ke Bandung yang diikuti para pejabat tinggi pemerintah Hindia Belanda.  

Kekuatan tantara Belanda di Jawa saat itu seluruhnya berjumlah 40 ribu (4 divisi) yang di dalamnya terdapat pasukan Inggris, AS, dan Australia. Kekuatan pasukan Jepang di Jawa kira-kira 6 - 8 devisi atau sekitar 100-120 ribu orang. Kekuatan Jepang yang khusus untuk merebut Jawa dipimpin oleh Komando Tentara Keenambelas di bawah Letjen Hitosy Imamura. Pada 1 Maret 1942 tentaranya berhasil mendarat di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kragan (Jawa Tengah). Setelah pendaratan itu, pada tanggal 5 Maret Batavia dinyatakan sebagai “kota terbuka” karena tidak lagi dipertahankan oleh pihak Belanda. Setelah Batavia jatuh, Jepang segera menduduki Buitenzorg untuk menghadang larinya tantara KNIL yang akan mundur ke Bandung. Pada tanggal 5 Maret Bogor berhasil diduduki Kolonel Nasu (SNI 1975: 2). Pada 1 Maret, Subang juga berhasil diduduki beserta lapangan terbang Kalijati. Usaha Belanda merebut Kembali Subang tidak berhasil.

Dalam rangka rekonsiliasi, tantara Jepang memanfaatkan para pejabat setempat untuk membantu mereka. Pada 3 Maret diangkatlah 11 orang menjadi pengurus “Badan Perantaraan dan Propaganda Balatentara Nippon Subang” yang diketuai Sutaatmadja. Belanda mencoba merebut kembali Kalijati tapi gagal dan banyak pasukannya yang mati. Pada tanggal 5 Maret Jepang bergerak dari Kalijati menyerang Bandung. Mula-mula digempurnya pertahanan di Ciater sehingga Belanda mundur ke Lembang dan menjadikan tempat ini sebagai pertahanan terakhir. Namun pada 7 Maret Lembang berhasil dikuasai Jepang. Ketika pasukan KNIL semakin terdesak di wilayah Bandung, pada 6 Maret panglima KNIL mengeluarkan perintah agar tidak melakukan pertempuran lagi di Bandung karena di kota ini penuh penduduk sipil.

Tidak lama setelah itu datanglah utusan Belanda ke Lembang untuk mengajukan gencatan senjata. Kolonel Shoji setuju dan memerintahkan agar Jenderal Pesman (utusan Belanda) datang di Isola Bandung keesokan harinya. Bersamaan dengan itu Shoji meminta Jenderal Imamura untuk mengadakan kontak dengan Tjarda untuk bertemu di Subang pada 8 Maret pagi. Awalnya Belanda menolak melakukan perundingan dengan Jepang, namun setelah diancam Jepang bahwa kota Bandung akan dibumihanguskan, akhirnya Belanda menerima pertemuan untuk berunding (SNI 1975: 4). Perundingan ini berakhir dengan penyerahan tentara Hindia Belanda tanpa syarat kepada tentara Jepang, yang  berlangsung bukan di Subang tetapi di Kalijati pada 7 Maret 1942. Penyerahan itu diikuti pertemuan langsung antara Imamura dan Tjarda serta Ter Poorten yang menghasilkan kapitulasi tanpa syarat dari seluruh angkatan perang Serikat di Indonesia yang diwakili oleh Letkol Ter Poorten. Sejak itu berakhirlah pemerintahan Hindia Belanda dan dengan resmi ditegakkan kekuasaan Kekaisaran Jepang di Indonesia.

Kemenangan Jepang di Asia Pasifik tidak bertahan lama. Jepang beberapa kali mengalami kekalahan. Jepang kalah di Kepulauan Mariana hingga Filipina. Sejak 1943, posisi Jepang makin terdesak. Blok Poros  yang terdiri dari Jerman, Jepang, dan Italia kalah dalam berbagai pertempuran melawan Blok Sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Uni Soviet, dan Cina). Pada 6-9 Agustus 1945 AS menjatuhkan bom atom ke kota Hiroshima dan Nagasaki. Akibat serangan yang mematikan itu, Jepang pun segera mengumumkan kekalahannya pada 15 Agustus. Beberapa bulan sebelum berakhirnya perang Asia Timur Raya, wewenang dan tugas untuk menduduki wilayah Indonesia bagian barat diserahkan kepada Komando Asia Tenggara (SEA Command) dengan Laksamana Mountbatten sebagai panglimanya. Sementara itu wilayah Indonesia bagian timur diserahkan kepada angkatan perang Australia. Demikian Perang Pasifik dan seluruh PD II berakhir dengan penyerahan tanpa syarat Jepang kepada AS (SNI 1975: 321).

Penulis: Warto
Instansi: FIB UNS
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.


Referensi:

Agus Suprapto, 1996. Perang Berebut Minyak: Peranan Strategis Pangkalan Minyak  

Kalimantan Timur dalam Perang Asia Pasifik, 1942-1945. Pusat Penelitian dan  

Penulisan Sejarah, Lembaga Penelitian, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.

Ricklefs, M.C., 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi.

Kartodirdjo, Sartono, Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, 1975. Sejarah Nasional Indonesia VI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.