Peristiwa Mandor

From Ensiklopedia

Pemerintahan militer Jepang yang berkuasa relatif singkat dari tahun 1942 sampai 1945 memunculkan perlawanan di berbagai daerah. Perlawanan terjadi bukan bagian dari upaya mempertahankan wilayah, tetapi sebagai reaksi atas kebijakan dan perlakuan pemerintah pendudukan Jepang yang memperparah penderitaan rakyat. Untuk wilayah Kalimantan, peristiwa yang meninggalkan memori traumatik bagi masyarakat adalah Peristiwa Mandor pada 28 Juni 1944, yang terjadi di Mandor, Landak, Borneo Barat (Kalimantan Barat). Peristiwa ini merujuk pada tragedi pembantaian oleh tentara Angkatan Laut Jepang. Waktu terjadinya peristiwa menunjukkan bahwa wilayah ini telah dikuasai sepenuhnya oleh Jepang. Perusahaan Nomura yang mengusahakan di bidang pertambangan dan Sumitomo di bidang perkayuan telah masuk dan beroperasi di Kalimantan Barat. Keberadaan perusahaan ini bukannya menyejahterakan, justru menampakkan eksploitasi dan penderitaan (Usman dan Din 2009: 84).

Pemerintah pendudukan Jepang mengubah tatanan pemerintahan lokal, kasultanan Pontianak yang sebelumnya relatif mapan berubah meredup. Kelompok elit tradisional, seperti sultan beserta kerabat, bangsawan, tokoh masyarakat, cendikia, dan orang Cina, dicurigai bersekutu dengan Belanda dan merencanakan pemberontakan (Usman dan Din 2009: 11, 40; Ricklefs 2008). Melalui publikasi pers di Borneo Sinbun 1 Juli 1944, mereka dituduhkan sebagai bagian kelompok akan melakukan memberontak pada Dai Nippon (pemerintahan pendudukan Jepang). Propaganda tuduhan memposisikan korban sebagai komplotan dengan judul “Komplotan besar jang doerhaka oentoek melawan Dai Nippon soedah dibongkar sampai ke-akar-akar-nja. Kepala-kepala komplotan serta lain-lainnja ditembak mati” (Borneo Sinbun 1 Juli 1944).

Kecurigaan adanya perlawanan berakibat pada penangkapan-penangkapan yang disertai penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Tokkeitai (Polisi Rahasia Kaigun) yang berlangsung sejak Oktober 1943. Dengan demikian, tragedi pembunuhan massal ini tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi telah direncanakan pada orang yang diidentifikasi berasal dari latar belakang beragam dari bangsawan, rakyat kecil, dan berbagai etnik. Peristiwa Mandor bukan pembunuhan biasa, karena prosesnya berlangsung sejak bulan September atau Oktober 1943 melalui penangkapan dan aksi teror sampai kejadian besar pada 28 Juni 1944 dengan jumlah korban ribuan (Usman dan Din 2009: 39-41; ).

Pemakaman ulang yang layak dilakukan pada awal Maret 1947 dengan disertai upacara doa secara agama dan adat keyakinan Tinghoa yang dianut oleh korban. Tokoh-tokoh agama yang memimpin upacara adalah B.F.J. Reijnen, M. L. Wangkay, dan Mohammad Akib. Pengebumian layak ini diinisiasi oleh kepanitiaan yang dipimpin oleh Mohammad Syarif. Ratusan kerabat dan teman para korban dari Pontianak, Mempawah, Singkawang, dan tempat-tempat lain datang untuk menyaksikan upacara dan memberikan penghormatan terakhir (Het Dagblad, 4 Maret 1947; Nieuwe courant, 6 Maret 1947). Banyak orang meyakini jumlah korban ribuan pada peristiwa Mandor ini, tetapi angka tidak diketahui secara pasti kejadian pembunuhan berlangsung di berbagai tempat.

Untuk mengenang peristiwa ini, kompleks makam diresmikan sebagai monumen pada 28 Juni 1977 (Usman dan Din 2009: 12). Hal ini dikuatkan lagi melalui peraturan daerah Provinsi Kalimantan Barat yang menetapkan Peristiwa Mandor sebagai hari berkabung daerah (peraturan daerah provinsi Kalimantan Barat Nomor 5 Tahun 2007). Di kompleks monumen makam dibangun pula diorama yang menggambarkan Peristiwa Mandor yang ditetapkan berdasarkan keputusan bupati nomor 430/224/HK-2016 tertanggal 14 April 2016 (http://cagarbudaya. kemdikbud.go.id/).

Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum


Referensi

Borneo Sinbun 1 Juli 1944

Het Dagblad, (uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia), 4 Maret 1947

Prabowo, Muhammad Rikaz (2019). "Peristiwa Mandor 28 Juni 1944 Di Kalimantan Barat: Suatu Pembunuhan Massal Di Masa Penduduk Jepang" dalam Bihari: Pendidikan Sejarah dan Ilmu Sejarah, 2 (1).

Ricklefs, M.C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200 - 2008. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Usman Mhd, Syafaruddin dan Din, Isnawati (2009). Peristiwa Mandor Berdarah. Yogyakarta : Media Pressindo.

Nieuwe courant, 6 Maret 1947