Peristiwa TRISAKTI

From Ensiklopedia


Peristiwa Trisakti adalah salah satu momen penting yang terjadi pada saat bergulirnya reformasi politik di Indonesia pada bulan Mei 1998. Peristiwa Trisakti sendiri merupakan peristiwa yang timbul sebagai reaksi dari beberapa peristiwa sosial-politik di tingkat nasional. Hal itu diperparah dengan krisis ekonomi yang ditandai dengan lonjakan harga-harga kebutuhan pokok termasuk harga BBM yang menyebabkan timbulnya mosi tidak percaya dari para mahasiswa terhadap pemerintah (Muttaqin, 2015: 274).

 Berbagai tragedi berdarah terjadi di beberapa tempat, seperti Peristiwa 12 Mei 1998 di Jakarta yang kemudian dikenal dengan Tragedi Trisakti (Wardaya, 2007: 270).

Pada peristiwa tersebut gugur beberapa mahasiswa yang berusaha memperjuangkan reformasi. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti, yaitu: Elang Mulya Lesmana (Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur), Hafidin Royan (Mahasiswa Fakultas Ekonomi), Hari Hariyanto (Mahasiswa Fakultas Ekonomi), dan Hendriawan (Mahasiswa FakultascEkonomi) (Wardaya, 2007: 270-271). Tragedi itu berlanjut dengan terjadinya kerusuhan massa pada 13-14 Mei di Jakarta. Adapun kerugian akibat kerusuhan tersebut, menurut taksiran pemerintah mencapai Rp 2,5 triliun, dengan rincian sebagai berikut: merusak 13 pasar, 2.475 ruko, 40 mal/plaza, 45 bengkel, 2 kantor kecamatan, 11 polsek, 383 kantor swasta, 65 bank, 24 restoran, 12 hotel, 9 pom bensin, 8 bus kota dan metromini, 1.119 motor, 486 rambu lalu lintas, 11 taman, 18 pagar, 1.026 rumah penduduk dan gereja. Di samping itu terdapat korban yang meninggal berjumlah 288 orang dan 101 korban luka-luka (Wardaya, 2007: 271).

Pada tragedi itu juga banyak perempuan dari etnis Tionghoa yang menjadi korban pemerkosaan, sehingga tragedi Trisakti melahirkan trauma dan tekanan psikologis yang berat bagi para korban. Selain kasus pemerkosaan itu, terjadi juga aksi penculikan aktivis-aktivis prodemokrasi yang dilakukan oleh Tim Mawar, sebuah tim kecil dalam kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV, Tentara Nasional Indonesia pada bulan Mei 1998 (Wardaya, 2007: 271).

Adapun situasi dan kondisi di Jakarta setelah kerusuhan tersebut, mahasiswa berbondong-bondong menggunakan bus, truk, dan kendaraan lainnya menuju Gedung MPR/DPR. Selanjutnya ketua MPR/DPR yaitu Harmoko, memberikan keterangan melalui pers bahwa ketua dan wakil ketua dewan telah bersepakat untuk mengadakan rapat paripurna membahas aspirasi masyarakat pada tanggal 19 Mei 1998. Pertemuan akhirnya diselenggarakan di Istana Merdeka dengan menghadirkan beberapa tokoh penting di antaranya: Nurcholis Madjid, Yusril Ihza Mahendra, K.H. Yafie dan Admihan (Manjelis Ulama Indonesia), M. H. Ainun Najib, Amien Rais, Megawati, dan tokoh lainnya (Muttaqin, 2015: 276).

Adapun tuntutan utama kaum demonstran ialah perbaikan ekonomi dan reformasi total karena KKN semakin merajalela di tengah kemiskinan yang terus meningkat, kondisi itu menimbulkan ketimpangan sosial yang sangat mencolok sehingga menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Menanggapi aksi tersebut, Soeharto berjanji akan mereshufle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Akan tetapi hal tersebut belum bisa terwujud karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan itu menjadi salah satu alasan yang menyebabkan Soeharto mundur dari jabatannya (Suyahman, 2020: 30-31).

Setelah pertemuan tersebut, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1988 tepatnya pukul 09.05 WIB, Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden RI dan digantikan oleh B. J. Habibie yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI. Dengan demikian B. J. Habibie resmi melanjutkan sisa masa jabatan Presiden/Mandataris MPR periode 1998-2003, setelah mengucapkan sumpah jabatan sebagai Presiden di hadapan Mahkamah Agung. Hal itu juga sebagai tanda bahwa Indonesia memasuki babak baru yang dikenal dengan Orde Reformasi (Muttaqin, 2015: 276).

Penulis: Siska Nurazizah Lestari
Instansi: IKIP PGRI Wates, DIY
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

Muttaqin, Fajriudin. (2015). Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora

Suyahman, dkk. (2020). Nilai-Nilai Kejuangan. Klaten: Lakeisha.

Wardaya, Baskara T. (2007). Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto. Yogyakarta: Galang Press.