Rapat Raksasa IKADA 1945

From Ensiklopedia

Rapat raksasa di Lapangan Ikatan Atletik Djakarta (IKADA) adalah rapat terbuka yang terjadi pada tanggal 19 September tahun 1945 dan dihadiri oleh ribuan orang rakyat Indonesia. Peristiwa ini diprakarsai oleh Komite van Aksi. Dalam peristiwa ini Presiden Sukarno memberikan pidato singkat berisi seruan kepada rakyat agar percaya kepada pemerintah Republik Indonesia.

Menyusul proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945, muncul ketidakpuasan di antara para pemuda atas kebijakan pemerintah dalam hal pengambilalihan kekuasaan dari Jepang (Muljana 2008: 48-49). Atas dasar ketidakpuasan tersebut, maka para pemuda yang berada dalam Komite van Aksi menggalang massa untuk mengadakan rapat besar dalam rangka memperingati satu bulan kemerdekaan RI (Leirissa dan Djamhari 1993: 35). Awalnya rapat besar ini akan diselenggarakan pada tanggal 17 September, bertepatan dengan satu bulan proklamasi kemerdekaan. Namun karena adanya ancaman dari tentara Jepang, maka rapat diundur dua hari.

Pada tanggal 19 September tentara Jepang berjaga-jaga di lokasi rapat dengan senjata lengkap, bahkan mengerahkan beberapa unit tank dalam peristiwa tersebut. Sementara itu, peserta rapat tetap berdatangan ke lapangan IKADA dan menunggu kedatangan Presiden dan Wakil Presiden. Rakyat Indonesia yang sudah tersulut api semangat kemerdekaan tidak gentar dan mengabaikan penjagaan dari tentara Jepang. Situasi saat itu sangat tegang dan bentrokan berdarah bisa terjadi sewaktu-waktu (Leirissa dan Djamhari 1993: 36).

Pada saat yang sama, pemerintahan RI yang baru terbentuk sedang mengadakan sidang kabinet. Mendengar kabar adanya rapat raksasa di lapangan IKADA yang dijaga oleh tentara Jepang bersenjata lengkap, Sukarno dan Hatta kemudian berangkat ke lokasi rapat. Selang beberapa saat, keduanya akhirnya tiba di Lapangan IKADA disertai beberapa menteri (Leirissa dan Djamhari 1993: 36). Sukarno memberikan pidato singkat selama lima menit yang berisi permintaan dukungan dan kepercayaan dari rakyat Indonesia. Presiden menyatakan bahwa pemerintah sedang berusaha sebaik mungkin mempertahankan kemerdekaan, maka dari itu rakyat perlu percaya dan mendukung dengan tetap tenang namun tetap siap sedia menerima seruan dari pemerintah (Muljana 2008: 49). Sukarno kemudian meminta peserta rapat pulang dengan tenang yang segera ditaati oleh semua peserta yang hadir (Lapian 1996: 98-99). Dengan demikian bentrokan berdarah antara rakyat dengan tentara Jepang dapat dielakkan.

Peristiwa ini merupakan titik penting dalam sejarah Indonesia. Pemerintahan RI yang berusia sangat muda mampu membuktikan wibawanya. Dari peristiwa ini pula pihak tentara Jepang dapat melihat bahwa Sukarno dengan pengaruh dan wibawanya mampu mengendalikan gejolak rakyat Indonesia (Muljana 2008: 49). Peristiwa ini di sisi lain juga berhasil menumbuhkan kepercayaan rakyat Indonesia kepada pemerintahan RI (Leirissa dan Djamhari 1993: 37).

Penulis: Muhammad Asyrafi
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.


Referensi

Lapian, A. B. dkk (1996) Terminologi Sejarah 1945-1950 & 1950-1959. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Leirissa, R. Z. dan Saleh As'ad Djamhari (Ed) (1993) Sejarah Nasional Indonesia VI Republik Indonesia: dari Proklamasi sampai Demokrasi Terpimpin. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Muljana, Slamet (2008) Kesadaran Nasional; Dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan (Jilid 2). Yogyakarta: LkiS.