Ratu Adil
Ratu Adil berasal dari bahasa Jawa yaitu Ratu yang berarti Raja dan Adil yang berarti berlaku Adil. Ratu Adil adalah seseorang yang dianggap sebagai pembawa perubahan besar dalam masyarakat. Kedatangannya dipercaya akan menegakkan keadilan, menjadikan makmur, sejahtera, serta menyudahi masa kemunduran masyarakat. Kepercayaan akan Ratu Adil erat hubungannya dengan gerakan keagamaan. Muncul saat masa Hindu di Jawa dari pemahaman mengenai siklus zaman (yuga) yang mengatakan bahwa zaman berasal dari zaman emas (Krtayuga), berubah menjadi zaman biasa dan kurang bahagia (Tretayuga dan Dyaparayuga), kemudian ke Zaman Edan (Kaliyuga), kembali lagi ke zaman emas (Carey, 1976: 76 & Kartodirdjo, 1959 dalam Anderson, 2006: 34 & 148). Konsep ini semakin kuat dan menyebar luas pada masa Islam. Karena pengetahuan dan kepercayaan akan seseorang yang dianggap sebagai juru selamat sama dengan konsep Mahdi dalam ajaran Islam (Kroef, 1959: 308-309).
Menurut Sartono Kartodirdjo, seorang Ratu Adil berkaitan dengan Juru Selamat (mesianisme), pemenuhan atas ramalah kenabian (profetisme), bersifat lokal (nativisme), dan menghidupkan kembali spirit yang hilang (revivalisme dan revitalisme) (Kartodirdjo, 1984: 9-10). Kemunculan seseorang yang dianggap sebagai Ratu Adil ketika masyarakat sedang dalam keadaan yang kacau atau berada pada Zaman Edan dalam siklus zaman (yuga). Kondisi masyarakat yang mencerminkan kemerosotan seperti susah pangan, munculnya wabah penyakit, meningkatnya korupsi, kriminalitas, dan berbagai masalah ketimpangan sosial dan ekonomi lainnya (Carey, 2008: 516). Selain itu dalam bidang politik terjadi penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh para penguasa (kolonialisme) (Kartodirdjo, 1984: 9-10). Oleh karena itu, Ratu Adil dipercaya sebagai respon dan jalan keluar penyelesaian masalah-masalah tersebut dan membawa kembali ke zaman emas.
Kemunculan Ratu Adil juga ditandai dengan terjadinya berbagai peristiwa alam. Menurut ramalan dari Jayabaya (Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya, Raja Kediri) yang terkenal, dideskripsikan bahwa sebelum seorang Ratu Adil muncul, akan terjadi peristiwa seperti gempa bumi, gunung meletus, hujan abu, kilatan petir, guntur, hujan lebat, angin kencang, gerhana matahari dan bulan (Carey, 2008: 516). Ramalan Jayabaya ini menjadi catatan ramalan paling tua mengenai kedatangan Ratu Adil (Fatkhan, , 2019: 243-254 & Carey, 2008: 516).
Sosok Ratu Adil yang paling populer dikaitkan dengan ramalan Jayabaya adalah Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa tahun 1825-1830. Keadaan sosial dan ekonomi memburuk di Jawa Tengah, ketidakadilan serta penindasan dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda (Carey, 2008: 563 & Carey, 1976: 59-73). Akumulasi dari kondisi tersebut membuat rakyat mendambakan sosok penyelamat. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro dianggap sebagai seseorang yang sesuai dengan gambaran seorang Ratu Adil (secara fisik maupun psikis) dan akan memimpin peperangan serta membawa tatanan baru kehidupan masyarakat Jawa (Carey, 2008: 585). Setelah Pangeran Diponegoro, banyak muncul tokoh-tokoh yang dianggap dan menganggap dirinya sebagai Ratu Adil yang baru.
Penulis: Fernanda Prasky Hartono
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Referensi
Anderson, B.R.O’G., 2006, Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia, Jakarta: PT. Equinox Publishing Indonesia.
Carey, P., 1976, “The Origin of the Java War (1825-30)”, Journal in The English Historical Review, Vol 91, No. 358, pp. 52-78.
Carey, P., 2008, The Power of Prophecy: Prince Dipanegara and the End of an Old Order in Java, 1785-1855, New York: Brill.
Fatkhan, M., 2019, “Sosok Ratu Adil dalam Ramalan Jayabaya”, Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam Refleksi, Vol 19, No. 2, pp. 241-251.
Kartodirdjo, S., 1984, Ratu Adil, Jakarta: Sinar Harapan.
van der Kroef, M., 1959, “Javanese Messianic Expectations: Their Origin and Cultural Context”, Comparative Studies in Society and History, Vol. 1, No. 4, pp. 299-323.