Regentschapsraad (Dewan Kabupaten)
Undang-undang Penyesuaian Pemerintahan (Bestuurshervormingswet) mulai diberlakukan di Jawa dan Madura pada tahun 1922 sebagai tindak lanjut dari penerapan Keputusan Desentralisasi (Decentralisatie Besluit) pada 1905. Undang-Undang Desentralisasi sendiri bertujuan membentuk dewan di tingkat lokal yang bersifat otonom agar beban pemerintah pusat tidak terlalu berat, yakni dengan jalan menyerahkan sejumlah urusan pemerintahan kepada pejabat pemerintahan daerah. Selain itu, melalui kebijakan ini pula masyarakat diberi kesempatan untuk ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hasil dari pembentukan ulang dan penyesuaian pemerintahan tersebut ialah terbentuknya provinsi (provincie), kabupaten (regentschap), kotamadya (stadgemeente), dan kotapraja golongan (groeps gemeenteschap). Pulau Jawa dan Madura kemudian dibagi menjadi tiga provinsi besar, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta gubernemen Surakarta dan gubernemen Yogyakarta (Surianingrat 1981:5; Laely 2018:12).
Di tingkat kabupaten, struktur pemerintahan terdiri dari: (1) Bupati (Regent), (2) Dewan Kabupaten/Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (Regentschapsraad); dan (3) College van Gecommitteerden (Dewan Komite). Dalam pelaksanaannya, hanya Gubernur Jenderal yang memiliki wewenang penuh untuk mengangkat seorang bupati. Nantinya, bupati akan menjadi ketua dari Dewan Kabupaten sekaligus merangkap anggota Dewan Komite. Tugas utama seorang bupati ialah meningkatkan taraf hidup masyarakat bumiputra yang dipimpinnya. Di samping itu, sebagai alat pemerintah pusat maka seorang bupati harus menaati perintah Gubernur Jenderal dan Residen (Surianingrat 1981: 56).
Dewan Kabupaten (Regentschapsraad) merupakan badan perwakilan rakyat yang berada langsung di bawah kepemimpinan seorang bupati. Mayoritas pejabat yang duduk di kursi dewan haruslah penduduk bumiputra. Sebagai contoh, Dewan Kabupaten Batavia memiliki 20 anggota bumiputra, dua orang Belanda, dan 5 orang warga asing lainnya. Para anggota bumiputra merupakan hasil pemilihan yang dilakukan oleh penduduk desa, khususnya bagi yang memiliki hak untuk memilih. Sementara itu, sebagian lainnya dipilih dan diangkat langsung oleh Gubernur Jenderal. Namun pada kenyataannya, anggota dewan seringkali telah berstatus sebagai pejabat-pejabat pemerintahan (ambtenaren). Anggota-anggota Dewan Kabupaten hasil pemilihan tersebut untuk selanjutnya akan menjabat selama empat tahun (Surianingrat 1981: 56).
Tugas dan kewajiban Dewan Kabupaten ialah untuk mengurus dan mengatur rumah tangga daerah secara otonom. Dewan berhak untuk mengelola keuangan sendiri, menyusun anggaran pendapatan belanja daerah, membuat peraturan dalam tujuan penyelenggaraan otonomi daerah, dan melaksanakan tugas bantu atau medebestuur. Dewan Kabupaten juga berwenang dalam mengatur penghasilan dan susunan pemerintahan desa. Otonomi kabupaten meliputi pemeliharaan dan pekerjaan umum, bangunan, jalan, jembatan, gorong-gorong, selokan, sumur, penerangan jalan, tempat pemakaman umum, tempat pemotongan hewan, pemadam kebakaran, los pasar, hingga pemeliharaan kesehatan (Surianingrat 1981: 57).
Dewan harian yang melaksanakan tugas dari Dewan Kabupaten ialah Dewan Komite (College van Gecommitteerden). Anggota dari dewan ini dipilih oleh dan dari anggota Dewan Kabupaten. Mereka bertugas mengangkat pegawai-pegawai daerah dan menyelenggarakan tugas bantu, atau “medebestuur”. Dewan Komite bertanggung jawab langsung kepada Dewan Kabupaten, terutama berkaitan dengan urusan rumah tangga daerah (Surianingrat 1981: 57).
Penulis: Galih Adi Utama
Referensi
Laely, Nur. 2018. “Sistem Pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda di Onderafdeling Bonthain 1905-1942”, Artikel Tesis Program Pascasarjana, Universitas Negeri Makassar.
Surianingrat, Bayu. 1981. Sejarah Pemerintahan di Indonesia: Babak Hindia-Belanda dan Jepang. Jakarta: Dewaruci Press.