Republik Indonesia Serikat (RIS)

From Ensiklopedia

Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah bentuk dan susunan negara di Indonesia berdasarkan kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 23 Agustus hingga 2 November  1949 di Den Haag Belanda. KMB dilaksanakan dihadiri oleh perwakilan negara Republik Indonesia (RI), perwakilan negara Belanda, dan perwakilan Negara-Negara Bagian di Indonesia bentukan Belanda yang dalam KMB ini disebut Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO) serta perwakilan dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang tergabung dalam United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai peninjau. Hasil KMB pada 2 November 1949 menyepakati bahwa Belanda mengakui kedaulatan secara de jure dan de facto Indonesia sebagai negara merdeka dalam bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan mulai berlaku pada 27 Desember 1949, sehingga secara legal formal RIS terbentuk dan berdiri pada 27 Desember 1949  (Tasnur 2019: 65).

Pengakuan kedaulatan Belanda dalam KMB melalui pendirian RIS membawa konsekuensi yang tidak ringan bagi Indonesia. Dalam konteks ini, Indonesia dihadapkan pada dua masalah pelik. Pertama, Belanda tetap mempertahankan kedaulatan atas Irian Barat hingga diadakan perundingan lebih lanjut mengenai status wilayah itu. Kedua, RIS harus memikul tanggung jawab atas utang Hindia Belanda. Setelah terjadi tawar-menawar, jumlah utang tersebut ditetapkan sebesar 4,3 miliar gulden (hampir sebesar $ 1,13 milyar). Jumlah ini sebagian besar merupakan biaya yang digunakan Belanda untuk menumpas revolusi Indonesia (Ricklef 2007: 350; Kahin 1952: 562).

Pada dasarnya latar belakang pembentukan negara RIS tidak terlepas dari ambisi pemerintah kolonial Belanda untuk berkuasa kembali di Indonesia, meskipun Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Ide pendirian RIS disampaikan oleh Van Mook, Gubernur Jenderal Belanda di Indonesia. Indonesia didesain berbentuk federasi dan di atas federasi itu ada negara kolonial Belanda sebagai Ketua Federasi, pemegang kekuasaan tertinggi (Sekretariat Negara 1995: 44).

Sesuai dengan hasil kesepakatan KMB, maka realisasi pengakuan kedaulatan Indonesia secara formal oleh Belanda penyerahannya dilakukan di Istana Amsterdam Belanda oleh Ratu Belanda Juliana kepada Perdana Menteri RIS Drs. Moh. Hatta. Adapun di Indonesia, dilaksanakan di Istana Rijswijk Jakarta yang diserahkan oleh Wakil Mahkamah Agung Belanda A.H.J Lovink kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX selaku pejabat RIS. Prosesi pengakuan dan penyerahan kedaulatan secara resmi kepada RIS dilaksanakan pada 27 Desember 1949 yang berlangsung bersamaan di Belanda dan Indonesia. Oleh karena itu, 27 Desember 1949 menjadi momentum berdirinya RIS dengan kedudukan ibukota di Jakarta. Berdirinya RIS diikuti oleh pemberlakuan Konstitusi RIS yang telah dirancang oleh panitia/tim penyusun konstitusi yang diketuai oleh Mr. Soepomo ketika berlangsung KMB (Yamin 1982: 37-39). Konstitusi RIS disetujui oleh wakil-wakil dari RI dan negara-negara bagian yang tergabung dalam BFO pada tanggal 14 Desember 1949 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Konstitusi RIS menegaskan bahwa bentuk negara yang disepakati oleh delegasi RI dan Majelis Permusyawaratan Federal atau BFO ketika pelaksanaan KMB adalah federal atau federasi sebagaimana juga dikehendaki oleh Belanda. Adapun bentuk negara  tertuang dalam pasal 1 ayat 1 Konsititusi RIS yang berbunyi “Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi.” Dengan berlakunya Konstitusi RIS, maka bentuk negara secara otomatis menjadi federal dengan negara-negara bagian dan atau satuan-satuan kenegaraan serta daerah khusus. Konstitusi RIS juga menegaskan tentang sistem pemerintahan yang dianut, yaitu sistem pemerintahan parlementer (Syahuri 2011: 16). Dalam sistem parlementer, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dipimpin oleh perdana menteri dengan para menteri yang tergabung dalam Dewan Menteri yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertanggungjawab kepada Parlemen atau DPR.

Sesuai Konstitusi, RIS terdiri dari negara bagian, satuan-satuan kenegaraan dan daerah khusus sebagai berikut:

a. Negara Bagian yang meliputi Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia.
b. Satuan-Satuan Kenegaraan, meliputi Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Banjar, Riau, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Dayak Besar, dan Kalimantan Barat.
c. Daerah Swapradja yang meliputi Kota Waringin, Sabang, dan Padang.

Konsekuensi dari pembentukan negara serikat berarti dalam RIS terdapat negara-negara bagian, satuan-satuan kenegaraan dan daerah khusus, memiliki kekuasaan dan pemerintahan secara otonom (Syarifuddin 2022: 44). Struktur kenegaraan RIS terdiri dari presiden, perdana menteri, menteri-menteri dan seterusnya secara hierarkis ke bawah gubernur, bupati dan sebagainya. Dalam konteks ini, Ir. Sukarno ditetapkan menjadi Presiden RIS dengan kedudukan sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan, sedangkan Drs. Mohammad Hatta menjadi Perdana Menteri RIS dengan kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan yang menjalankan kekuasaan eksekutif, dibantu oleh para menteri yang secara bersama-sama tergabung dalam Dewan Menteri.

RIS sebagai negara, selain memiliki lembaga tinggi yang disebut DPR sebagai badan perwakilan rakyat, juga memiliki satu lembaga legislatif lagi, yaitu Senat. Dalam Konstitusi RIS, Senat mempunyai kewenangan dalam masalah-masalah yang khusus mengacu pada salah satu, beberapa atau semua wilayah atau negara bagian dalam hubungan antara RIS dan wilayah atau negara bagian RIS (Kahin 1952: 567). Dalam hal ini, Senat RIS beranggotakan 32 orang senator,  memegang  kekuasaan legislatif  bersama-sama  dengan parlemen atau DPR. Senat dapat mempraksarsai penyusunan undang-undang mengenai masalah-masalah tersebut, dan semua undang-undang dalam lingkungan ini harus disetujui Senat. Undang-undang yang diajukan oleh Senat hanya dapat dibatalkan oleh DPR dalam suatu sidang yang paling sedikit dihadiri oleh duapertiga anggota DPR.

Dalam perjalanannya, melalui proses dan mekanisme politik, negara-negara federal dalam RIS bersepakat untuk kembali dalam bentuk negara kesatuan yang direalisasikan pada 17 Agustus 1950 (Tasnur 2019: 66). Hal itu ditandai dengan diundangkannya UU Nomor 7 Tahun 1950. Selanjutnya, Konstitusi RIS diganti menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) (Pudyatmoko 2013: 13) di mana UUDS menegaskan bentuk negara yang dianut adalah kesatuan, sehingga kembali menjadi Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, jelas bahwa periode RIS hanya berlangsung selama 8 bulan, yaitu sejak 27 Desember 1949-17 Agustus 1950.

Penulis: Yety Rochwulaningsih
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Endang Susilowati, M.A


Referensi

Pudyatmoko, Y. Sri (2013). Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kahin, George Mc Turnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesian. Ithaca, NY. Cornell University Southeast Asia Program.

Ricklef, M.C. (2007). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sekretariat Negara (1995). 30 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: PT. Citra Lamtoro Gung Persada.

Syahuri, Taufiqurrohman (2011). Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Syarifuddin (2022). Bahan Pembelajaran Sejarah Nasional Indonesia VI. Palembang: Bening Media Publishing.

Tasnur, Irvan dan Muhammad Rijal Fadli (2019). “Republik Indonesia Serikat: Tinjauan Historis Hubungan Kausalitas Peristiwa-Peristiwa Pasca Kemerdekaan terhadap Pembentukan Negara RIS (1945-1949).” Jurnal Candrasangkala 5, no. 2: 58-67.

Yamin, M. (1982). Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.