Roeslan Abdul Ghani
Roeslan Abdul Ghani adalah politisi dan tokoh pergerakan kebangsaan dan pemimpin pemuda sepanjang periode revolusi Indonesia di Surabaya. Setelah kemerdekaan, ia menjabat berbagai kedudukan penting dalam pemerintahan Orde Lama seperti Menteri Luar Negeri, dan duta besar Republik Indonesia untuk PBB di bawah Orde Baru. Ia lahir tanggal 24 November 1914 di Surabaya. Ayahnya Haji Abdul Ghani adalah seorang saudagar terkenal dan ibunya Siti Moerad adalah guru bahasa Arab di sebuah sekolahan. Secara sosial dan ekonomi, keluarga Roeslan termasuk keluarga yang disegani dan mandiri. Kedua orang tuanya sudah menanamkan sifat mandiri dan nasionalisme dalam diri Roeslan sejak dini. Hal ini menyebabkan Roeslan dapat memahami perbedaan dan keberagaman di tengah masyarakat dan kehidupan berbangsa.
Pada saat berumur enam tahun, tepatnya tahun 1920, Ruslan masuk Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan menamatkan pendidikan dasarnya tersebut tahun 1926. Sejak kecil Roeslan sudah didorong untuk memahami bahasa Belanda dalam hal pendidikan maupun bermasyarakat. Sebab kampung Roeslan di Plampitan VII, Kelurahan Peneleh, Genteng, Surabaya merupakan kawasan industri kampung orang Indo-Belanda.
Pada tahun 1926, Roeslan meneruskan pendidikan di Meer Uitgebreid Lagere School (MULO) dan selesai tahun 1930. Di sekolah itu Roeslan mendapat pelajaran sejarah perjuangannya orang Belanda melawan Spanyol dalam merebut kemerdekaan. Bahkan dalam sekolah tersebut mewajibkan seluruh siswanya menyanyikan lagu kebangsaan Belanda. Pada tahun 1930 Roeslan melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burger School (HBS) Surabaya. Roeslan memilih melanjutkan pendidikannya ke HBS karena pada umumnya lulusan sekolah tersebut diterima bekerja di beberapa perusahaan perdagangan. Di sekolah tersebut Roeland merupakan salah satu pribumi diantara para bangsawan pada masa itu. Roeslan juga mengenang, sama dengan di MULO, di HBS dia juga diwajibkan untuk menghafal nama-nama gunung dan situs bersejarah di Negeri Belanda, sebaliknya murid asli Belanda diwajibkan menghafal nama-nama gunung dan situs bersejarah di Indonesia.
Pada tahun 1934, setamat HBS Roeslan Abdul Ghani melanjutkan pendidikannya ke Europese Kweekschool (Sekolah Guru Eropa) dengan tujuan untuk mendapat ijazah mengajar di sekolah Belanda. Sekolah ini hanya terbuka untuk para bangsawan yang didik sebagai guru dari anak-anak Belanda. Suatu ketika Roeslan dipanggil oleh Dr. de Kat Angelino dari Departemen Pendidikan di Europese Kweekschool. Roeslan dinyatakan tidak pantas untuk menjadi guru karena merupakan salah satu pengurus organisasi Indonesia Muda (IM). Akibatnya, Roeslan diberhentikan dari sekolah itu.
Roeslan memang aktif di IM. Pada tahun 1937 pemerintah Belanda melakukan penangkapan terhadap sejumlah pemuda dan organisasi sosial-politik Indonesia. Penangkapan tersebut dilakukan karena pemuda dan organisasi mereka semakin kritis terhadap pemerintah. Sejak tahun 1937 tersebut, Roeslan memutuskan untuk terjun langsung ke masyarakat, bekerja bersama masyarakat guna memajukan kerajinan kaum pribumi. Roeslan mengembangkan gerakan koperasi di Jawa Timur dengan bantuan perangkat desa. Roeslan juga mengadakan gerakan penyuluhan pembakaran bata, penjamakan kulit, pandai besi dan kerajinan kayu. Penyuluhan tersebut mendapat dukungan dari berbagai bank di Jawa Timur. Tiga tahun setelah itu, usaha yang dilakukan oleh Roeslan memperlihatkan hasil, ada kemajuan dan peningkatan sosial dan ekonomi para pengrajin kecil dan bisa pula menyokong kebutuhan hidup mereka. Pada waktu-waktu aktif membina masyarakat, Roeslan berupaya meningkatkan pengetahuan dan keahliannya. Pada tahun 1938 misalnya, dia mengikuti kursus Tata Buku A dan B dan tahun 1940 dia mengikuti Kursus Notariat I dan II.
Seperti disebut sebelumnya, Roeslan adalah seorang yang berpendidikan dan giat berorganisasi. Waktu muda di zaman kolonial dia salah satu pemimpin Indonesia Moeda (IM). Di zaman Jepang dia jadi pimpinan Angkatan Muda Indonesia (AMI) yang dilebur ke Pemuda Republik Indonesia (PRI). Pada masa Jepang ini dibentuk gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), sebuah organisasi Indonesia yang anggotanya kombinasi antara tokoh Islam dan tokoh nasionalisme sekuler. Tujuan PUTERA mendukung rezim militer Jepang dengan Sukarno dan Hatta dijadikan penggeraknya. Organisasi PUTERA dipimpin oleh empat serangkai, Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Ki Mas Mansur. Pada saat itu, Roeslan ditunjuk sebagai Ketua PUTERA Cabang Surabaya.
Pada awal kemerdekaan 1945 Roeslan terlibat dalam peristiwa 10 November 1945. Dia bertugas di Biro Kontak, yang menjadi perantara antara pemerintah Indonesia dengan tentara Sekutu. Roeslan juga menjabat sebagai sekretaris Residen Soedirman. Saat itu Roeslan juga terlibat mewakili Indonesia untuk berdiplomasi dengan tentara Inggris dalam kemelut menjelang Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.
Rasa cinta tanah air Ruslan dan keinginannya agar Indonesia betul-betul bebas dari kolonialisme terlihat lagi pasca penandatangan Perjanjian Linggarjati (14 Oktober 1946). Ruslan tidak setuju adanya gencatan senjata dengan pihak Belanda sebagai hasil perjanjian tersebut. Ruslan curiga terhadap kolonialis tersebut karena dalam salah satu pasal perjanjian itu dinyatakan bahwa Republik Indonesia hanya mencakup seluruh Jawa, Madura dan Sumatra dan RI akan diakui sebagai bagian dari federasi di bawah pimpinan Ratu Belanda. Ruslan, sebagai sejumlah besar penduduk RI menolak mentah-mentah perjanjian tersebut. Ketidaksetujuannya diwujudkan Ruslan dengan melakukan propaganda penentangan persetujuan itu.
Kemampuan Ruslan dalam menggalang massa dan melakukan propaganda menjadi salah satu alasan dia diterima bekerja di Kementerian Penerangan. Pada tahun 1947 hingga 1949, ia menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan. Di tengah kesibukannya sebagai pegawai, Ruslan juga terlibat dalam perjuangan fisik melawan Belanda. Karena itu, pada saat Belanda melakukan Agresi Militernya yang kedua, tangan kanan Ruslan kena tembak dan beberapa jari tangannya mesti dipotong.
Pada tanggal 27 Desember 1949 Roeslan Abdulgani dilibatkan Perundingan Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Bung Hatta ia melakukan perjalanan ke Negeri Belanda untuk perundingan penyerahan kedaulatan resmi bagi Republik Indonesia.
Setelah penyerahan kedaulatan, ia ikut pindah ke Jakarta, kariernya terus menanjak, ia pernah menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri pada tahun 1954–1956. Roeslan Abdul Ghani dikenal sebagai tokoh penting atas terselenggaranya Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955. Jiwa nasionalisme yang ditanamkan oleh ayahnya sejak kecil membuat Cak Roes, sapaan akrabnya, memahami arti dari sebuah keberagaman. Pertemuan tersebut mempunyai tujuan untuk membebaskan dunia dari belenggu penjajah dan konflik akibat ketidakadilan. Indonesia berupaya memimpin pertumbuhan dan kesejahteraan global dalam konferensi tersebut. Indonesia terus merespon dan meminimalisir ketidakadilan dalam bentuk kejahatan. Demikian juga beberapa masyarakat di Asia Afrika semakin berat untuk mencapai reformasi PBB. Namun dalam pertemuan tersebut perwakilan dari beberapa negara belum mengedepankan kepentingan bersama. Sehingga mereka mengedepankan posisinya untuk kepentingan dalam meluncurkan reformasi PBB. Padahal Asia Afrika masih harus menghadapi beberapa negara yang mempunyai kedudukan pemegang terbesar hak veto yang menentukan masa depan PBB.
Selepas KAA, Roeslan diangkat menjadi Menteri Luar Negeri (1956–1957). Pada periode 1962–1965, Roeslan diangkat sebagai Menteri Hubungan Rakyat. Masih dalam posisi menjabat Menteri Hubungan Rakyat dia juga diangkat menjadi Menteri Penerangan yang dijabatnya hingga tahun 1966. Masih pada periode yang sama, pada periode 1964–1966 Roeslan juga diangkat menjadi Rektor pertama IKIP Bandung.
Tumbangnya rezim Orde Lama tidak serta-merta mengakhiri karir politik Ruslan. Oleh pemerintah Orde Baru, antara tahun 1967–1971, Roeslan diangkat menjadi Duta Besar RI untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sambil melanjutkan pendidikannya di Hunter College, New York, USA tahun 1968 kemudian melanjutkan studinya ke Barnard College New York, USA tahun 1969.
Pada tahun 1978 selama 20 tahun hingga 1992 menjabat Ketua Tim Penasihat Presiden mengenai Pancasila dengan jabatan Kepala BP-7 Pusat.
Pada tanggal 29 Juni 2005, Ruslan berpulang menghadap sang Khalik di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta. Sebagai salah seorang mengabdikan dirinya untuk mendapatkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan jenazahnya dikebumikan di Taman makam Pahlawan Kalibata.
Penulis: Dedi Irwanto
Referensi
Kowaas, C (1965) Sang Saka Melanglang Djagad: Kisah R.I. Dewa Rutji Mengelilingi Dunia Melintas Lima Benua dan Tudjuh Samudra. Jakarta: Mega Bookstore.
Kusmayadi, Yadi (2018) Pengaruh Konfrensi Asia Afrika (KAA) Tahun 1955 terhadap Kemerdekaan Negara-negara di Benua Afrika, Jurnal Agastya, 08(01): 15-34.
Schuuring, Casper (2002) Roeslan Abdulgani: Tokoh Segala Zaman. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.