Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilancarkan oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Subwehrkreise Yogyakarta dan sekitarnya terhadap tentara Belanda yang menduduki Yogyakarta. Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan Agresi Militernya yang kedua dan berhasil menduduki Yogyakarta. Para pimpinan negara RI ditangkap dan diasingkan oleh Belanda, sedangkan pimpinan militer yang berhasil menghindar melanjutkan perjuangan dengan cara gerilya. Belanda mengumumkan bahwa RI sudah tamat. Dalam keadaan seperti demikian, republik mengatur siasat agar dunia internasional tidak termakan propaganda Belanda (Margana dkk. 2022: 52). Sultan Hamengku Buwono IX menggagas serangan ini setelah mendengar bahwa Dewan Keamanan (DK) PBB akan bersidang di awal bulan Maret 1949 terkait pertikaian Indonesia-Belanda (Toer 2014: 46).
Malam hari sebelum serangan, pasukan Indonesia menyusup dari pinggir kota Yogyakarta. Dalam serangan ini, pasukan republik mengenakan tanda janur kuning di dada sebelah kiri. Pada hari Selasa, tanggal 1 Maret 1949, sekitar pukul 06.00 pagi, pasukan TNI menyerang Yogyakarta secara serentak. Belanda tidak siap menghadapi serangan mendadak ini dan Yogyakarta berhasil jatuh ke tangan TNI. Belanda kemudian mengirimkan pasukan bantuan dari Magelang dan Surakarta untuk merebut kembali Yogyakarta. Pasukan bantuan Belanda dari Magelang dan Surakarta mendapat hadangan dari gerilyawan republik. Pasukan Belanda dari Magelang berhasil menerobos dan tiba di Yogyakarta sekitar pukul 11.00. Pasukan TNI mundur pada pukul 15.00 dan Yogyakarta kembali dikuasai Belanda.
Dalam waktu yang singkat itu, TNI berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa, bertentangan dengan klaim Belanda, tentara dan negara Republik Indonesia masih ada. Pada saat peristiwa ini terjadi, tiga pengawas United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sedang berada di Yogyakarta, sehingga kabar tentang peristiwa ini sampai di DK PBB dengan segera. Selain itu, peristiwa ini juga disiarkan langsung oleh pemancar radio AURI di Playen, Gunung Kidul dan pemancar radio RRI di desa Balong, Surakarta. Dari sana siaran sampai ke stasiun penerima PDRI di Bukittinggi dan Radio Rimba Raya di Aceh yang kemudian diteruskan ke India. Dari India kabar ini kemudian diteruskan mencapai dunia internasional (Margana dkk. 2022: 57).
Serangan ini dilancarkan oleh TNI dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat. Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengusulkan agar dilancarkan sebuah serangan umum kepada Jenderal Sudirman. Jenderal Sudirman kemudian menyetujui usul tersebut dan menyarankan Sultan agar berhubungan langsung dengan Komandan Wehrkreise III saat itu, Letkol. Soeharto yang memimpin pelaksanaan serangan di lapangan (Margana dkk. 2022: 50-51).
Serangan Umum 1 Maret membuktikan kepada dunia internasional bahwa walaupun Yogyakarta dikuasai dan pimpinan negara ditangkap, Republik Indonesia masih tetap ada dan TNI tidak hancur. Peristiwa ini juga mengubah opini dunia internasional sehingga dengan demikian memberikan kemenangan politik kepada RI.
Penulis: Muhammad Asyrafi
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Referensi
Lapian, A. B. dkk (1996) Terminologi Sejarah 1945-1950 & 1950-1959. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Margana, Sri, dkk. (2022) Naskah Akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Nasional Penegakan Kedaulatan Negara. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Toer, Pramoedya (2014) Kronik Revolusi Indonesia Jilid V. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.