Teosofi
Teosofi merupakan doktrin yang mengkombinasikan filsafat keagamaan dengan mistisisme. Dalam teosofi, ada banyak elemen yang termuat di dalamnya seperti sufisme, filsafat, doktrin, dan pengetahuan fisik yang dasarnya banyak berangkat dari ajaran agama Buddha dan Hindu. Doktrin ini dikembangkan di sekitar abad 17 di New York, Amerika oleh Helena Petrovna Blavatsky (1831-1891), Henry Steel Olcott (1832-1907), dan William Quan Judge (1851-1896). Adapun inti ajaran ini adalah bagaimana umat manusia dapat meraih kesempurnaan apapun agamanya, sebab bagi mereka semua agama punya fragmentasi kebenaran ilahiah yang hakiki (Leadbeater 1925).
Di Indonesia, gerakan ini sudah ada semenjak masa pemerintah Hindia Belanda. Saat itu, Gerakan teosofi saat itu dikenal dengan nama Masyarakat Teosofi atau dalam bahasa Belanda Netherlands Indische Theosofische Vereniging (NITV). Masyarakat Teosofi memiliki beberapa inti perjuangan seperti menjunjung tinggi rasa persaudaraan di antara manusia terlepas dari suku, bangsa, kasta, warna kulit, ataupun agamanya. Selain itu, teosofi juga mendalami perbadingan agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan untuk menuju kebenaran hakiki. Lalu terakhir, ajaran teosofi juga berupaya menjelaskan hukum-hukum alam yang tidak bisa dijelaskan lewat rasionalitas manusia.
Dari sisi keanggotaan, pada Juni 1906, Masyarakat Teosofi di Hindia Belanda memiliki setidaknya 200 anggota. Pada 1913, anggotanya bertambah menjadi 533 yang terdiri dari 331 orang Eropa, 177 bumiputera, dan 25 orang Cina peranakan. Pada 1925, dari 1735 anggota Masyarakat Teosofi, 448nya adalah seorang perempuan. Masih di tahun yang sama, dari sisi usia, 20.20% anggotanya berusia di bawah 21 tahun 55.89% berasal dari 21-40 tahun, 36.87 berusia 41-60, dan 5.2% berusia lebih dari 60 tahun (Tollenaere 1996, 107).
Ada beberapa kalangan priyayi yang tertarik dengan gagasan kelompok teosofi tersebut. Dr. K.R.T Radjiman Wedioningrat adalah salah satu priyayi yang terpikat. Dia bahkan menjadi ketua Masyarakat Teosofi cabang Surakarta (1913-1915). Bagi Radjiman, teosofi mendukung gerakan kultural dan humanis yang menjadi landasan bagi gerakan perlawanan kolonialisme (Indra Fauziyyah, Warto, dan Sariyatun 2018).
Selain Radjiman, ada lebih dari 30 tokoh pergerakan nasional lain yang punya kaitan cukup erat dengan Masyarakat Teosofi (Nugroho 1995). Beberapa nama yang bisa disebut misalnya M. Hatta, Agus Salim, Armijn Pane, Dr. Ashari, Pangeran Ario Notodirodjo, Douwes Dekker, Abu Hanifah, Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, Musso, Sanoesi Pane, dan M. Yamin. Agus Salim bahkan pernah memberikan pernyataan terkait Masyarakat Teosofi:
- “I was closely connected to Theosophy because it provided direction for many Muslims, especially those who because of their western education had moved away from the religious beliefs of their families and who found it difficult to return to them. Many people joined the Theosophical Movement for this reason and my task was to provide lectures about the connection between Islam and Theosophy” (Salam 1961, 87–88).
Banyak orang Indonesia yang tertarik dengan Masyarakat Teosofi di kisaran tahun 1900-1945. Salah satu faktor utama mereka bisa kenal dengan teosofi adalah lewat berbagai perjumpaan yang digelar oleh Masyarakat Teosofi. Pertemuaan kadang diadakan di loji, tapi di lain waktu juga diselenggarakan di STOVIA dan Rechthoogeschool. Hal inilah yang kemudian membuat tokoh-tokoh Indonesia dapat berjumpa dengan gagasan teosofi.
Beberapa mengetahui teosofi karena diperjumpakan oleh keluarganya. Sukarno, misalnya, diperkenalkan oleh Ayahnya yang merupakan seorang teosofis. Ini menjadikan Sukarno besar dalam lingkungan teosofis, sehingga membuat dirinya akrab dengan bacaan-bacaan yang digeluti kelompok humanis di masa itu. Sukarno bahkan menghabiskan waktu yang cukup lama di perpustakaan milik Masyarakat Teosofi (Penders 1974, 13–14).
Gagasan teosofi juga mempengaruhi tokoh-tokoh pergerakan yang secara resmi tidak bergabung dengan Masyarakat Teosofi. Penyebab utamanya karena Masyarakat Teosofi memang aktif dalam berbagai aktivitas pendidikan. Berapa bentuk kegiatan tersebut misalnya mendirikan sekolah di berbagai jenjang pendidikan, mendirikan perpustakaan, mengadakan kelas bahasa Belanda dan surat-menyurat, dan memiliki penerbitan dan toko buku bernama Minerva (Centrum TV Garoet 1928).
Penulis: Endi Aulia Garadian
Instansi: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Editor: Prof. Dr. Jajat Burhanudin, M.A.
Daftar Pustaka
“Centrum TV Garoet.” 1928. Theosophie in Nederlandsch East Indies: 238.
Indra Fauziyyah, Fida, Mrs. Warto, dan Mrs. Sariyatun. 2018. “Ronggowarsito’s Concept of Islamic Theosophy in Serat Sabdajati.” International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding 5(2): 177.
Leadbeater, C. W. 1925. Textbook of Theosophy. Chicago: Theosophical Press.
Nugroho, Iskandar. 1995. “The Theosophical Educational Movement in Colonial Indonesia (1900-1947).” Ph.D Dissertation. UNSW Sydney. http://hdl.handle.net/1959.4/54757 (Juni 30, 2022).
Penders, CLM. 1974. The Life and Times of Sukarno. Kuala Lumpur: Oxford Univeristy Press.
Salam, Solichin. 1961. Hadji Agus Salim, Hidup dan Perdjuangannja. Jakarta: Jayamurni.
Tollenaere, Herman Arij Oscar de. 1996. “The Politics of Divine Wisdom: Theosophy and Labour, National, and Women’s Movements in Indonesia and South Asia, 1875-1947.” Ph.D Dissertation. Uitgeverij Katholieke Universiteit.