Tadashi Maeda
Laksamana Muda Tadashi Maeda merupakan sosok penting yang turut membantu proses proklamasi kemerdekaan Indonesia. Ia lahir pada 3 Maret 1898 di Kagoshima, Jepang. Maeda adalah keturunan keluarga samurai Satsuma dan ayahnya berprofesi sebagai kepala sekolah di Kajiki. Pada usia 18 tahun, Maeda mengenyam pendidikan di Akademi Angkatan Laut Jepang dan mengambil spesialisasi navigasi kapal laut. Pada tahun 1930 ia berpangkat letnan satu dalam Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Post, 2010: 544).
Laksamana Maeda menjabat sebagai perwira tinggi Angkatan Laut Jepang di Hindia Belanda pada masa Perang Pasifik. Seorang tokoh yang menembus larangan sekutu dan berpengaruh dalam kemerdekaan Indonesia (Bramantya, 2016: 20). Maeda berjasa besar dalam persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Ia menyediakan kediamannya di Jl. Imam Bonjol, No.1, Jakarta Pusat sebagai tempat penyusunan naskah proklamasi oleh Sukarno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo serta juru ketik Sayuti Melik. Selain itu, Maeda bersedia menjamin keamanan mereka.
Pertemuan di rumah Laksamana Maeda, seorang Kepala Kantor Perhubungan Angkatan Laut, dianggap cukup aman. Pertimbangan lainnya Laksamana Maeda mempunyai hubungan yang baik dengan Ahmad Subardjo dan para pemuda yang bekerja di kantornya. Pada ruang makan di rumah Maeda itu dirumuskan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Maeda sebagai tuan rumah mengundurkan diri, tidur di lantai dua. Miyoshi, orang kepercayaan Nishimura, hadir bersama Mbah Diro, B.M. Diah, dan Sukarni menyaksikan Sukarno, Hatta, dan Ahmad Subardjo membahas perumusan Naskah Proklamasi. Sementara itu tokoh-tokoh lainnya, baik golongan tua maupun pemuda menunggu di serambi muka (Rinardi, 2017: 148).
Maeda akrab dengan tokoh-tokoh penting Indonesia seperti Ahmad Subardjo dan A. A. Maramis (Lubis, 1992: 102). Hal itu berawal dari aktivitas Laksamana Maeda yang membentuk Jakarta Kaigun Bukanfu untuk memperoleh dukungan massa melalui tokoh-tokoh nasionalis di Indonesia demi kemenangan Perang Asia Timur Raya (Marks, 2018: 265). Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan Asrama Indonesia Merdeka di kawasan Kebon Sirih, Jakarta.
Ketika tentara sekutu tiba di Indonesia pada September 1945, Maeda dan stafnya, Shigetada Nishijima, dimasukkan ke Penjara Glodok dan Rutan Salemba. Mereka dipaksa untuk menyatakan bahwa Republik Indonesia merupakan buatan Jepang. Nishijima mengatakan, walau dirinya disiksa sampai buang air kecil berdarah, dia tetap tidak mengaku (Triatmono, 2010: 87; Mondolalo, 2015).
Setelah dipulangkan ke Jepang, Laksamana Muda Maeda mundur dari dunia politik dan jabatannya. Maeda sempat ditahan dengan tuduhan telah membantu kemerdekaan Indonesia. Ia juga disidang karena dianggap telah mencoreng harga diri Jepang, walaupun akhirnya bebas. Ia memilih menjadi warga sipil biasa meski hidup miskin, tanpa fasilitas negara. Pada 17 Agustus 1973, Maeda diundang pemerintah Indonesia di KBRI Tokyo untuk menerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Nararya. Empat tahun kemudian pada 13 Desember 1977, Maeda meninggal dunia (Widhana, 2020).
Penulis: Mansyur
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
Bramantya, Arif Rahman (2016). Sebuah Catatan: Jejak Perumusan Naskah Proklamasi dalam Arsip Privat Puisi Laksamana Muda Maeda” dalam Arsip: Harmoni, Persahabatan, dan Solidartas. Majalah Arsip Media Kearsipan Nasional, Edisi 69.
__________ (2017). “Arsip dan Jaringan Intelektual. Studi tentang Koleksi Nishijima di Universitas Waseda Jepang”, dalam Khazanah, Jurnal Pengembangan Kearsipan, Vol 10, No 1.
Lubis, Aboe Bakar (1992). Kilas Balik Revolusi, Kenangan, Pelaku, dan Saksi. Jakarta: UI-Press.
Mark, Ethan (2018). Japan’s Occupation of Java in the Second World War, A Transnational History. Suffolk: Bloombury.
Mondolalo, Laode Muhamad Kabarakati (2015). “Peran Laksamana Tadashi Maeda Dalam Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Indonesia (1942-1945)”. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta.
Peter Post (ed) (2010). The Encyclopedia of Indonesia in the Pacific War: In cooperation with the Netherlands Institute for War Documentation. Leiden-Boston: Brill.
Rinardi, Haryono (2017). “Proklamasi 17 Agustus 1945: Revolusi Politik Bangsa Indonesia”, Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 2 , No. 1, 2017.
Triatmono, Hero (2010). Kisah Istimewa Bung Karno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Widhana “Laksamana Maeda dalam Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia”, https://tirto.id/laksamana-maeda-dalam-detik-detik-proklamasi-kemerdekaan-indonesia-b1NE