Suwirjo

From Ensiklopedia
Revision as of 16:50, 25 August 2023 by Admin (talk | contribs) (Text replacement - "Category:Tokoh" to "{{Comment}} Category:Tokoh")

Raden Suwirjo adalah politisi dan pernah menjabat sebagai walikota pertama ibukota Jakarta pada saat terbentuknya pemerintahan republik. Ia lahir pada 17 Februari 1904, di sebuah daerah bernama Pracimantoro yang terletak di Wonogiri, Surakarta. Tidak banyak informasi yang dapat diperoleh mengenai masa kecil Suwirjo. Akan tetapi, berdasarkan beberapa referensi diketahui bahwa Suwirjo menempuh pendidikan AMS di Yogyakarta pada 1924 hingga 1927. Kemudian setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas tersebut, Suwirjo melanjutkan pendidikannya pada sekolah Hakim Tinggi (Rechts Hoogeschool Candidaat I), di Jakarta (Penerangan, 1954: 88).

Selama menempuh pendidikan di Recht Hoogeschool Jakarta, Suwirjo bertemu dengan banyak teman yang kelak menjadi tokoh-tokoh penting Republik. Salah satunya adalah Soegondo Djojopoespito. Dalam salah satu tulisan biografi Soegondo yang berjudul Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya, dikisahkan bahwa pada saat menjadi pelajar RHS, Suwiryo dan Soegondo menyewa rumah bersama di Jalan Malabar. Selama periode ini, Suwirjo aktif dalam perhimpunan Jong Java, hingga kemudian pada tahun 1926, bersama dengan Soegondo, Suwirjo mendirikan Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia. Pada tahun ini pula keduanya mulai tertarik pada PNI.  Akhirnya, Suwiryo yang pada saat tersebut sedang sekolah, memutuskan untuk berhenti dan fokus untuk menjadi Sekretaris PNI cabang Jakarta (1927-1928) (Sutjiatiningsih, 1999: 36).

Untuk memenuhi kebutuhannya, selama periode 1927-1933 Suwirjo bekerja pada Central Kantoor van Statistiek pada bagian Pertanian Pasar di Jakarta. Selain itu, ia juga menjadi guru pada “Perguruan Rakjat”, yakni sebuah badan yang fokus pada bidang pendidikan. Badan Perguruan Rakjat, atau dikenal pula sebagai Volksuniversiteit diprakarsai oleh Arnold Mononutu dan Mr. Sunaryo, pada saat tersebut merupakan tokoh Perhimpunan Indonesia. Di Perguruan Rakjat ada banyak mata pelajaran yang diajarkan, dari mulai bahasa, pengetahuan umum, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2017: 16; Penerangan, 1954: 44).

Pada periode pendudukan Jepang, terjadi perubahan pola tata pemerintahan, salah satunya adalah dengan pembentukan suatu badan penasihat, yang terdiri atas penduduk bumiputra di Jawa yang memihak kepada pemerintah Jepang. Pada saat itu, Suwirjo menjadi salah satu dari 12 pemuda terpilih yang diberikan posisi sebagai badan penasihat. Situasi ini berlangsung hingga proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Sukarno-Hatta pada 1945 (Soekirno, 1995: 41). Pada saat persiapan proklamasi kemerdekaan, Suwirjo terpilih untuk menjadi Ketua Panitia Proklamasi Kemerdekaan.

Setelah Sukarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, istilah Jakaruta Tokubetsu Shi diganti menjadi Pemerintahan Nasional Kota Jakarta. Kemudian, pada periode peralihan pemerintahan Kota Jakarta dari Jepang ke Indonesia, Suwirjo ditunjuk untuk menjadi pemimpin pemerintah kota, dengan Bagindo Dahlan Abdullah sebagai wakil, dan Suratno Sastroamidjojo sebagai sekretaris. Pengangkatan ini secara resmi dilakukan oleh Presiden Sukarno pada 29 September 1945, dan berakhir pada 1947 karena Suwirjo ditangkap oleh NICA pada aksi polisionil Belanda pertama. Suwiryo diculik dan disekap selama lima bulan di sekitar Jln. Gadjah Mada, sebelum akhirnya dikirim ke Yogyakarta. (Kantor Sensus dan Statistik DKI Jakarta, 1978: XVIII; https://interaktif.kompas.id/baca/gubernur-jakarta/ , diakses pada Januari, 2022).

Setelah mengalami penyekapan selama kurang lebih lima bulan oleh tentara NICA, Suwirjo dikirim ke Yogyakarta dan memulai perjuangan di Ibukota baru Republik tersebut. Pada periode ini ia diberi tanggung jawab pada Kementerian Dalam Negeri, lebih tepatnya sebagai pimpinan Biro Urusan Daerah Pendudukan. Kemudian, setelah keadaan di Yogyakarta mulai membaik dan Republik Indonesia Serikat terbentuk, Suwirjo kembali ke Jakarta sebagai Komisaris Tinggi Republik Indonesia (Penerangan, 1954: 44; Java Bode, edisi 01 Desember 1949).

Sekembalinya Suwirjo ke Jakarta, Presiden kembali mengangkatnya untuk menjadi Wali Kota Jakarta Raya. Selama menjabat sebagai Wali Kota, yakni Maret 1950 hingga Mei 1951, Suwirjo berusaha untuk mengembangkan Jakarta menjadi sebuah kota “metropole”. Untuk mewujudkan tujuannya ini, beliau berusaha untuk mengadakan penataan kota Jakarta, membuka hunian-hunian baru, serta membuat kebijakan-kebijakan baru (Sedyawati dkk., 1987: 139). Beberapa program unggulan selama pemerintahan Suwirjo diantaranya yaitu :

  1. Membenahi persoalan pemakaian tanah yang melanggar hukum;
  2. Jawatan Pekerjaan Umum diminta untuk membuat Rencana Dasar Kota agar pemerntah kota dapat mengambil tindakan yang diperlukan; dan
  3. Mengatur lokasi orang bisa mendirikan rumah, pasar, fasilitas umum, dan sebagainya (https://interaktif.kompas.id/baca/gubernur-jakarta/, diakses pada Januari, 2022).


Ketika menjabat sebagai Wali Kota Jakarta Raya, Suwirjo terpilih untuk menjadi Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Sukiman sebagai perwakilan dari PNI, yang mengharuskannya mundur sebagai Wali Kota (Finch dan Daniel, 1965: 26). Jabatan Wali Kotanya kemudian diganti oleh Syamsurizal, dari Masyumi. Setelah berhenti menjadi Wakil Perdana Menteri, Suwirjo sempat diperbantukan pada Kementerian Dalam Negeri. Terpilihnya Suwirjo sebagai Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Sukiman, menjadi penanda peningkatan partisipasi PNI dalam pemerintahan (Rocamora, 1970: 145).

Bank Industri Negara didirikan pada 4 April 1951. Selama menjadi pemimpin BIN, Suwirjo banyak memberikan perkembangan positif. Salah satunya adalah dengan adanya peningkatan modal kerja, menjadi sekitar 500 juta, dari yang awalnya hanya 240 juta. Dalam pidatonya yang disampaikan pada saat perayaan lustrum pertama BIN, ia menyampaikan bahwa perkembangan ini perlu menjadi perhatian, dan proses pemilihan Direktur Utama BIN juga harus diperketat. Menurutnya, BIN membutuhkan orang-orang yang futuristik, mampu membuat rencana dan melaksanakan, mampu menerapkan perencanaan industri, menyelaraskan antara bahan baku dan modal, serta menyelaraskan antara manajemen dan personel. Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, salah satunya dapat dilakukan dengan menyediakan beasiswa belajar bagi masyarakat. Kepemimpinan Suwirjo di BIN berhenti pada 1956, ketika ia terpilih untuk menjadi Ketua Umum PNI (De Nieuwsgier, edisi 06 April 1956; Java Bode, edisi 06 April 1956).

Berdasarkan hasil keputusan Kongres PNI yang berlangsung pada 30 Juli 1956 di Semarang, Suwirjo terpilih untuk menjadi Ketua Umum PNI, dengan perolehan 2655 suara (De Nieuwsgier, edisi 30 Juli 1956). Terpilihnya Suwirjo sebagai Ketua Umum PNI yang pada saat tersebut menjabat sebagai Direktur Utama BIN, membuat ia harus mundur sebagai Dirut BIN. Mundurnya Suwirjo sebagai Dirut BIN, dikarenakan niatnya untuk mengabdikan diri pada PNI. Proses pengunduran diri diajukan secara resmi kepada Presiden Sukarno (Rocamora, 1970: 147; Algemeene Indisch Daagblad, edisi 04 Agustus 1956; De Preanger Bode, edisi 04 Agustus 1956). Setelah berhenti sebagai Ketua Umum PNI, posisi Suwirjo kemudian dilanjutkan oleh Ali Sastroamidjojo (McIntyre, 1972: 185).

Setelah berhenti menjadi Ketua Umum PNI, Suwirjo kemudian terpilih untuk menjadi anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPA (Dewan Pertimbangan Agung) (Sedyawati dkk., 1987: 139). Kegiatan Suwirjo di dunia politik Tanah Air perlahan mulai berkurang intensitasnya, karena penyakit yang dideritanya di masa-masa akhir hidupnya. Setelah berjuang melawan penyakit tersebut, akhirnya pada 1967 Suwirjo wafat pada 27 Agustus 1967, pada usia 64 tahun. Sebagai bentuk penghormatan atas segala perjuangannya, jenazah beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata.

Penulis: Allan Akbar
Instansi: Bank Indonesia Institute
Editor: Dr. Andi Achdian, M.Si


Referensi

Anonim. (1954). Kami Perkenalkan. Jakarta: Kementerian Penerangan.

Algemeene Indisch Daagblad, edisi 04 Agustus 1956

Bagian Dokumentasi – Kementerian Penerangan, (1954), Susunan Kabinet-           kabinet RI dan Riwajat Hidup Ringkas para Menteri 1945-1953, Jakarta:     Kementerian Penerangan.

De Nieuwsgier, edisi 06 April 1956

De Nieuwsgier, edisi 30 Juli 1956

De Preanger Bode, edisi 04 Agustus 1956

Java Bode, edisi 01 Desember 1949

Java Bode, edisi 06 April 1956

Finch, Susan dan Daniel S. Lev. 1965. Republic of Indonesia Cabinets 1945-1965.            New York: Cornell University.

Kantor Sensus dan Statistik DKI Jakarta, (1978), Jakarta dalam Angka (Statistical             Year Book of Jakarta) 1978, Jakarta: Kantor Sensus dan Statistik DKI     Jakarta.

Kurniawan, Putut Wisnu, (2017), “Sejarah Berdirinya Perguruan Rakyat    (Volksuniversiteit) 1928 di Jakarta”, dalam Jurnal Historia, Vol. 5, No. 1,          Tahun 2017, hlm. 15-30.

McIntyre, Angus, (1972), “Divisions and Power in the Indonesian National Party, 1965-1966”, dalam Indonesia , Apr., 1972, No. 13 (Apr., 1972), pp. 183 210.

Priyatmoko, Heri, (2018), “Algemeene Middlebare School Solo 1925-1932: Portrait          of the First Multicultural Education in Indonesia”, dalam Paramita:      Historical Studies Journal, Vol. 28, No. 2, hlm. 184-197.

R. Albertus Krisna Pratama dan Eren Marsyukrilla, “Jakarta, 1945 hingga Kini”,   dalam interaktif.kompas.id, https://interaktif.kompas.id/baca/gubernur       -jakarta/, diakses pada Januari 2022.

Rocamora, J. Eliseo, (1970), “The Partai Nasional Indonesia 1963-1965”, dalam   Indonesia, No. 10, (Oct., 1970), pp. 143-181.

Sedyawati, Edi, dkk., (1987), Sejarah Kota Jakarta 1950 – 1980, Jakarta:  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soekirno, Ade, (1995), Pangeran Jayakarta: Perintis Jakarta Lewat Sejarah Sunda Kelapa, Jakarta: Grasindo.

Sutjiatiningsih, Sri, (1999), Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabdiannya, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.