Achmad Bakrie
Achmad Bakri adalah salah seorang tokoh pengusaha terkemuka di Indonesia. Sosoknya mewakili kiprah pengusaha yang telah merintis usahanya sejak masa kolonial dan terus bertahan setelah Indonesia merdeka. Kepioniran Achmad Bakrie sebagai wiraswasta pribumi tentu layak mendapatkan apresiasi mengingat di bawah kolonialisme Belanda kegiatan ekonomi didominasi pengusaha Timur Asing, Cina, Arab, dan India (https://www.antvklik.com/rehat/hut-kelompok-usaha-bakrie-ke-78-h-achmad-bakrie-simbol-pengusaha-murni).
Achmad Bakrie lahir pada 1 Juni 1916. Ibunya bernama Cholijah yang bersuamikan Oesman. Achmad Bakrie kecil menjalani masa prasekolah bersama kedua orang tua dan saudara-saudaranya di Kalianda, Lampung, provinsi hinterland di ujung selatan Sumatra yang terkenal karena kepeloporannya di bidang transmigrasi. Kedua orang tua Achmad Bakrie bekerja sebagai pengumpul hasil bumi, mulai dari rotan, kopra, lada, hingga kopi (Kompas, 1986: 2). Pada suatu hari, Achmad Bakrie bersama kakaknya pergi bermain ke pasar. Keduanya bertemu dengan seorang pedagang obat dari India yang menempati emper kios pasar. Ketika Achmad Bakrie sedang mengamati obat-obatan yang dijual, sang pedagang menyuruhnya mendekat. Pedagang tersebut meminta Achmad Bakrie mengulurkan telapak tangan. Bakrie kecil menurut saja dan tanpa disangka, ia diramal suatu hari akan menjadi saudagar. Kejadian itu ia alami sekitar 1921-1922 (Pohan dkk., 1992).
Achmad Bakrie menyelesaikan pendidikan HIS pada 1930. Dikisahkan pula bahwa pagi hari sebelum berangkat sekolah, Achmad Bakrie mencari sayur-sayuran untuk di jual di Pasar Menggala. Menurut Rusli Hasan, di sisi sebuah jalan tikus menuju HIS banyak terdapat tanaman keras, seperti kemiri, gambir, dan pohon kelapa (Pohan dkk., 1992: 6). Achmad Bakrie sering mengumpulkan buah kemiri dan gambir di hutan yang tidak ada pemiliknya itu. Setelah banyak terkumpul, Achmad Bakrie lalu menjual kemiri dan gambir di akhir pekan. Kadang-kadang, ia dapat membawa berkarung-karung dagangan ke pasar desa.
Sebelum memiliki usaha sendiri, Achmad Bakrie pernah bekerja di Kantor Kontrolir Lampung Tengah di Sukadana. Baru pada 1942, Achmad Bakrie mendirikan sebuah perusahaan bernama Bakrie & Brothers di Telukbetung. Pada masa pendudukan Jepang, perusahaannya berganti nama menjadi Jasumi Shokai. Hal itu dilakukan demi membuat usahanya aman. Pada masa itu pula Bakrie memutuskan untuk hijrah ke Jakarta. Sejak pindah ke Jakarta, bisnisnya meluas dan merambah ke luar negeri. Pada awalnya berbentuk perusahaan komanditer (CV) dan berkembang menjadi Perseroan Terbatas (PT) pada 1951. Pemberlakuan Politik Banteng pada 1950-an telah memungkinkan perusahaan yang didirikan oleh Achmad Bakrie menjadi lebih luas dan memberikan kesempatan untuk berbagai kemungkinan, termasuk mengimpor barang. Achmad Bakrie bersama beberapa importir Indonesia seperti Dasaad, Rahman Tamin, Dahlan Sapii, dan Alamudin kemudian mendirikan organisasi bernama Gabungan Importir Indonesia (Gindo).
Achmad Bakrie telah berhasil merintis usaha secara konsisten hingga berhasil menyerahkan estafet bisnis kepada putra putrinya.
Ia meninggal pada Senin 15 Februari 1998 di Tokyo,
Penulis: Rafngi Mufidah
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Singgih Tri Sulistiyono, M. Hum.
Referensi
Hadi, Abdul (2020). “HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Simbol Pengusaha Murni” (https://www.antvklik.com/rehat/hut-kelompok-usaha-bakrie-ke-78-h-achmad-bakrie-simbol-pengusaha-murni diakses pada 23 Oktober 2021).
“Lebih Jauh dengan Achmad Bakrie.” 15 Februari 1986. Kompas.
Pohan, Syafruddin, dkk. 1992. Achmad Bakrie: Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan. Jakarta: PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR).