Merdeka
Kata ‘merdeka’ merupakan slogan yang kerap diserukan oleh para pejuang Indonesia pada masa perang kemerdekaan Indonesia (1945-1949). Kata ‘merdeka’ tidak hanya merupakan kata penyemangat dan pembangun solidaritas, tapi juga suatu kata yang menyerukan peningkatan status sosial dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka serta seruan yang mengandung harapan agar warga yang berasal dari berbagai kelas berbeda dapat sama-sama diperlakukan sebagai warga negara yang utama (Latif 2008: 254).
Kata ‘merdeka’ berasal dari sekitar abad ke-10 dan berakar dari sebuah kata dari bahasa Sanskerta, maharddhika, yang dapat berarti agung, bijak, atau kaya (Cribb dalam Ooi [ed.] 2004: 872). Kata ‘merdeka’ juga berkaitan dengan pemberian lahan yang dilakukan oleh para pangeran kepada komunitas keagamaan di biara-biara, yang kemudian membuat para pendeta mendapatkan kekayaan dan kebebasan (Dahm 1969: 53).
Pada masa kolonial awal, kata tersebut di Batavia diidentikkan dengan kaum Mardijkers. Kaum Mardijkers merupakan keturunan dari para budak asal India yang kemudian menganut agama Kristen dan berbahasa Portugis di kota itu. Orang Belanda mengambil istilah itu dari bahasa Sanskerta tersebut dan kemudian menggunakannya untuk mengacu pada kaum Mardijkers. Istilah ‘merdeka’ telah tercatat di kamus Melayu-Belanda yang disusun tahun 1603 (Pisani 2015).
Kaum nasionalis berpendidikan di Indonesia memberikan makna baru yang bernuansa politik pada kata ‘merdeka’ terutama di awal abad ke-20, seiring dengan lahirnya kesadaran kebangsaan Indonesia (Cribb dalam Ooi [ed.] 2004: 872). Istilah ‘merdeka’ digunakan oleh berbagai organisasi dan pers nasionalis, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Belanda, organisasi pelajar nasionalis Indonesia di sana, Perhimpunan Indonesia (PI), memiliki majalah bernama Indonesia Merdeka (Kahin 2003: 89).
Istilah ‘merdeka’ dipakai oleh Sukarno dalam pidatonya di hadapan para anggota BPUPKI pada 1 Juni 1945. Di dalam pidatonya Sukarno berbicara tentang Indonesia yang merdeka. Ia menekankan bahwa suatu Indonesia yang merdeka hanya dapat terwujud apabila orang Indonesia rela berjuang untuk itu, mau mengambil risiko dan bersatu untuk mewujudkannya. Ia lalu berseru: merdeka atau mati (Kahin 2003: 126-127).
Sukarno mengucapkan kata ‘kemerdekaan Indonesia’ ketika membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, yang menandai terbebasnya Indonesia dari penjajahan dan berdirinya suatu negara Indonesia yang berdaulat. Di masa Revolusi, sebuah surat kabar pro-Republik, Merdeka, diterbitkan di Jakarta pada Oktober 1945, dan merupakan media cetak berpengaruh di antara kaum nasionalis Indonesia (Kahin 2003: 230).
Istilah merdeka merupakan salam yang lazim digunakan orang Indonesia di masa Revolusi (Cribb & Kahin 2004: 271). Seruan ‘merdeka’ juga menjadi salah satu cara agar orang bisa melewati daerah yang dikuasai pemuda Indonesia di Jakarta di awal Revolusi (Cribb 2009: 52). Slogan ‘merdeka’, bersama dengan slogan-slogan nasionalis lain, dituliskan oleh para pejuang Indonesia di gerbong-gerbong kereta, yang kemudian menyebarkan kata itu ke berbagai kota di Jawa (Cribb 2009: 64-65). Seruan ‘merdeka’ juga dipakai untuk mengajak rakyat Indonesia menghadiri rapat umum di mana pidato-pidato bertema kebangsaan disampaikan (Anderson 1972: 126-127). Pemimpin revolusioner Tan Malaka pada awal 1946 menyerukan agar Indonesia berjuang untuk ‘100 % Merdeka’ dalam menghadapi musuh-musuh asing di Indonesia (Anderson 1972: 289-290).
Kata ‘merdeka’ terus dikenang dan dihidupkan kembali di Indonesia pada masa kini, terutama ketika memperingati hari-hari besar nasional yang bertema perjuangan, seperti peringatan ulang tahun kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus dan peringatan Hari Pahlawan setiap tanggal 10 November.
Penulis: Muhammad Yuanda Zara
Instansi: Universitas Negeri Yogyakarta
Editor: Dr. Farabi Fakih, M.Phil.
Referensi
Anderson, Benedict R. O’G. Anderson (1972). Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944-1946. Ithaca & London: Cornell University Press.
Cribb, Robert (2004). ‘Merdeka (Free, Independent)’ dalam: Keat Gin Ooi (ed.). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. California: ABC-CLIO, Inc.
Cribb, Robert (2009 [pertama kali terbit tahun 1991]). Gangsters and Revolutionaries: The Jakarta People’s Militia and the Indonesian revolution 1945-1949. Singapore: Equinox.
Cribb, Robert & Audrey Kahin (2004). Historical Dictionary of Indonesia. Maryland: Scarecrow Press, Inc.
Dahm, Bernard. 1953. Sukarno and the Struggle for Indonesian Independence. Ithaca: Cornell University Press.
Kahin, George McTurnan (2003 [pertama kali terbit tahun 1952]). Nationalism and Revolution in Indonesia. New York: Southeast Asia Program Cornell University.
Latif, Yudi. 2008. Indonesian Muslim Intelligentsia and Power. Singapore: ISEAS.
Pisani, Elizabeth. 2015. Indonesia Etc.: Exploring the Improbable Nation. New York: W.W. Norton & Company.