Algemeene Studie Club Bandung
Algemeene Studie Club di Bandung merujuk pada kelompok belajar atau diskusi yang membahas berbagai hal yang melibatkan oleh beberapa tokoh nasionalis di Bandung. Perkumpulan studie club dipopulerkan oleh dokter Soetomo ketika membentuk Indonesische Studie Club di Surabaya pada 12 Juli 1924 di rumah R.M. H. Soejono, sebagai perubahan nama dari perkumpulan intelektual (intellectueelbond) yang dibentuk pada Desember 1923. Tujuannya adalah untuk membangun dan mempererat ikatan antara orang-orang terpelajar, yaitu orang-orang yang telah belajar memahami bangsanya dan bertindak untuk memecahkan permasalahan. Peresmian gedung dilakukan pada Sabtu malam 21 Februari 1925 di Sulung, Surabaya (De Indisch courant, 23 Februari 1925; De Locomotief, 25 Februari 1925). Sampai bulan Juni 1928, Indonesische Studie Club dilaporkan memiliki kurang lebih 160 anggota (De Locomotief, 8 Juni 1928).
Sejak perubahan nama tersebut, istilah studie club menjadi populer di kalangan kaum pelajar pribumi yang memicu bermunculannya kelompok-kelompok serupa di Bandung, Solo, Yogyakarta, Semarang, Batavia (Jakarta), dan Buitenzorg (Bogor). Bandung Algemeene Studie Club dibentuk pada saat rapat umum (openbare vergadering) yang digelar di Societeit "Mardi Bekso Iromo" pada hari Minggu, 17 Januari 1926. Pertemuan ini dihadiri oleh kurang lebih 60 orang, di antaranya dokter Tjipto Mangoenkoesoemo dan Darmawan. Gerakan itu dimulai dari Katmira Karnadidjaja, guru di HIS "Pasundan", Sajoedin dan Soerjopranoto, guru di sekolah Ardjoena (De Locomotief dan Bataviaasch nieuwsblad, 21 Januari 1926). Sukarno juga ada pada pertemuan ini dan yang menjadi ketua Algemeene Studie Club adalah Iskaq Tjokrohadisurjo, teman Sukarno yang baru pulang dari Belanda (Kasenda 2014: 14).
Alasan didirikan Algemeene Studie Club adalah terlalu sedikit perhatian yang diberikan pada banyak permasalahan saat itu. Oleh karenanya, kaum intelektual harus diorganisir. Siapa saja boleh bergabung dengan klub studi ini tanpa ada perbedaan ras dan kelas, tetapi batas usia ditetapkan 18 tahun karena diyakini bahwa anak muda pada usia itu sudah memiliki penilaian yang bijaksana (De Locomotief dan Bataviaasch nieuwsblad, 21 Januari 1926). Meskipun peserta dinyatakan terbuka, tetapi muncul penolakan ketika berlangsung perdebatan pada 21 Maret 1926 mengenai adanya usulan untuk memasukkan non-Pribumi ke dalam perkumpulan ini (De Indische courant, 27 Maret 1927).
Di antara beberapa studie club yang terhubung melalui kerjasama nyata adalah antara Indonesische Studie Club di Surabaya dengan Algemeene Studie Club di Bandung. Pada bulan 24 Januari 1926, dokter Soetomo mengadakan rapat merancang penerbitan majalah Soeloeh Indonesia (De Locomotief, 26 Januari 1926). Pada akhir tahun 1927, muncul gagasan untuk kerjasama dari kedua perkumpulan tersebut yang harus dihubungkan oleh satu majalah, maka dibentuk Soeloeh Indonesia Moeda menggantikan Soeloeh Indonesia dan Indonesia Moeda. Dengan penggabungan ini, Soeloeh Indonesia Moeda adalah majalah kaum nasionalis Indonesia (De Indische Courant, 30 Desember 1927).
Bandung Algemeene Studieclub yang terutama bertujuan mengembangkan nasionalisme Indonesia dan menyatukan berbagai akademisi ultra-nasionalis, sebagian besar akademisi dan mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Den Haag. Berkenaan dengan pertanyaan dan pernyataan kerjasama politik dengan pemerintah atau tidak kerjasama (cooperatie-noncooperatie), Bandung Algemeene Studieclub dengan suara bulat mengambil posisi yang sangat negatif untuk maksud kerjasama. Hal ini agak berbeda sedikit dengan Indonesische Studie Club yang dipimpin oleh dokter Soetomo yng masih memiliki unsur-unsur yang lebih moderat, termasuk pada prinsipnya tidak menolak kerjasama. Karakteristik organisasi masih tampak murni nasionalis. Ini dapat dibuktikan dari penolakan usulan Tjipto Mangoenkoesoemo pada bulan Februari 1927 untuk memasukkan orang-orang dari negara lain, non-pribumi, ke dalam keanggotaan meskipun Sukarno secara terbuka menganjurkan aksi pan-Asia melawan dominasi Barat (De Locomotief, 8 Juni 1928; Nieuwe Rotterdamsche Courant, 7 September 1928).
Bandung Algemeene Studie Club sebagai langkah awal pembentukan gerakan membangkitkan nasionalisme yang menjadi cikal bakal bagi Perserikatan Nasional Indonesia (3 Juli 1927), kemudian pada kongres pertama di Surabaya pada 28 - 30 Mei 1928 berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (30 Mei 1928), sebagai gerak yang lebih revolusioner dibandingkan kelompok studi. Menurut Anggaran Dasarnya, Perserikatan Nasional Indonesia bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, yang bertujuan antara lain dicapai dengan gerakan nasional yang sadar berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri.
Penulis: Samidi
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum
**
Referensi
Bataviaasch nieuwsblad, 21 Januari 1926
De Indisch courant, 23 Februari 1925
De Indische courant, 27 Maret 1927
De Indische Courant, 30 Desember 1927
De Locomotief, 25 Februari 1925
De Locomotief, 21 Januari 1926
De Locomotief, 26 Januari 1926
De Locomotief, 8 Juni 1928
Nieuwe Rotterdamsche Courant, 7 September 1928
Kasenda, Peter (2014). Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu