Basuki Abdullah
Basuki Abdullah adalah seorang maestro lukis Indonesia beraliran realis dan naturalis yang aktif sekitar tahun 1930-an hingga 1993. Sebagian menganggapnya bagian dari aliran Hindia Molek (Mooi Indie). Lukisannya terlihat menonjolkan keindahan objek lukisan dan memanjakan mata. Menjadi incaran para kolektor dari seluruh dunia, lukisan karya Basuki Abdullah dimiliki dan disimpan oleh kurang lebih 22 negara. Dalam kata-katanya sendiri: “Museum saya ada di dinding-dinding orang, di seluruh dunia. Ada di dinding-dinding Istana di banyak negara. Ada di buku-buku mana saja.” (Dermawan T., 2010). Basuki Abdullah memiliki kemampuan dan teknik melukis yang tinggi sehingga hasil karyanya selalu diminati orang. Selain itu ia juga lihai melihat sisi indah dari objek lukisannya. Karena menganut aliran realis dan naturalis serta kemampuan melukis yang tinggi, banyak tokoh yang meminta Basuki Abdullah untuk melukis potret mereka. Sebagai pelukis, Basuki Abdullah memiliki deretan pencapaian. Ia menyabet berbagai penghargaan di kancah lukis internasional. Ia juga mendapat pengakuan dari banyak kepala negara di antaranya adalah Raja Norodom Sihanouk dan Sultan Bolkiah, termasuk menjadi pelukis Istana di Thailand untuk Raja Bhumibol Adulyadef (Dermawan T. dan Susanto, 2013: 102; Munandar et al., 2011).
Basuki Abdullah lahir di Sriwedari, Surakarta pada tanggal 27 Januari 1915 dari pasangan Raden Abdullah Surjosubroto dan Raden Nganten Ngadisah. Basuki Abdullah lahir dan besar di keluarga seniman. Ayahnya adalah seorang pelukis sekaligus penari handal dan kakaknya Abdullah R. Sudjono adalah seorang pelukis lanskap. Sebagai pelukis, ayah dan kakak Basuki Abdullah termasuk nama yang diperhitungkan dalam pelukis beraliran Hindia Molek. Kakek Basuki Abdullah adalah seorang tokoh pergerakan nasional, Doktor Wahidin Sudirohusodo (Munandar et al., 2011: 15).
Sejak kecil Basuki Abdullah sudah gemar menggambar figur manusia, diantaranya adalah Krishnamurti, Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, dan Yesus Kristus. Ada cerita menarik mengenai figur yang disebutkan terakhir. Sekitar umur 6 tahun, Basuki Abdullah menderita sakit yang cukup parah. Segala cara sudah diupayakan namun tidak berhasil membuatnya sembuh. Pada saat sakit itulah Basuki Abdullah kecil mendapat ilham untuk menggambar figur Yesus Kristus. Setelah menggambar figur Yesus Kristus, Basuki Abdullah berangsur sembuh. Setelah itu Basuki Abdullah menjadi seorang penganut Katolik (Munandar et al., 2011: 15). Basuki Abdullah kemudian dibaptis dan diberi nama baptis Fransiskus Xaverius Basuki Abdullah.
Basuki Abdullah mendapat pendidikan formal di HIS (Hollandsch Inlandsche School) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Solo. Kemudian atas bantuan dan rekomendasi Romo Pastor Koch S.J., pada tahun 1933 Basuki Abdullah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan seni di KABK (Koninklijke Academie van Beeldende Kunsten) di Den Haag, Belanda. Basuki Abdullah berhasil menyelesaikan pendidikan di sana dalam waktu dua tahun (1935-1937). Pada saat menyelesaikan pendidikan di KABK, Basuki Abdullah baru berusia 22 tahun. Basuki Abdullah kemudian menikah dengan perempuan Belanda bernama Josephine, namun pernikahan ini tidak berlangsung lama. (Dermawan T. dan Susanto, 2013; Munandar et al., 2011)
Tidak lama setelah kepulangannya ke Hindia Belanda, pada tahun 1939, Basuki Abdullah melakukan pameran lukisan keliling Indonesia. Ia melakukan ini agar orang Indonesia dapat menikmati hasil karya lukisnya, pun ia merasa bahwa selama ini lukisannya hanya dinikmati oleh orang asing. Selama pameran keliling Indonesia tersebut ia mendapatkan tidak hanya sanjungan namun juga kritikan (Munandar et al., 2011).
Pada masa penjajahan Jepang, Basuki Abdullah bergabung dengan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat). Di dalam PUTERA, ia mendapat tugas mengajar seni lukis. Murid-muridnya antara lain adalah Kusnadi dan Zaini. Selain itu, Basuki Abdullah bergabung dalam pusat kebudayaan bentukan pemerintah Jepang (Keimin Bunka Sidhosjo). Di sana ia aktif mengajar seni lukis bersama dengan seniman-seniman ternama lainnya seperti Affandi, S. Sudjojono, Subanto Surio Subandrio. Pada masa ini pula Bung Karno dan Bung Hatta pernah membawa Basuki Abdullah ke Istana Saiko Sikikan untuk melukis Letnan Jenderal Imamura dan Letnan Jenderal Harada (Munandar et al., 2011).
Basuki Abdullah selalu melanglang buana dan hidupnya dihabiskan dari satu istana ke istana dan dari pameran ke pameran. Pada tahun 1948 ia berhasil menjadi juara utama mengalahkan 87 pelukis Eropa dalam sebuah sayembara lukis yang diselenggarakan dalam rangka penobatan Ratu Juliana di Belanda. Sebagai pemenang, Basuki Abdullah diajak minum teh oleh Ratu Juliana (Munandar et al., 2011: 16–17). Walaupun Basuki Abdullah digandrungi oleh tokoh-tokoh papan atas, namun di kalangan pemuka seni di tanah air tidak terlalu melihat hal itu sebagai pencapaian besar. Pada masa kemerdekaan, Basuki Abdullah pernah berseteru dengan Sudjojono. Perseteruan ini muncul pada dasarnya sebagai akibat dari perselisihan antara mazhab naturalisme dengan mazhab realisme. Perjalanan maestro lukis Indonesia ini berakhir tragis pada tanggal 5 November 1993. Basuki Abdullah meninggal di rumahnya di Jl. Keuangan Raya No. 19 Cilandak Jakarta Selatan dalam sebuah peristiwa perampokan (Munandar et al., 2011: 22).
Penulis: Muhammad Asyrafi
Instansi: Universitas Gadjah Mada
Editor: Dr. Sri Margana, M.Hum.
Referensi
Dermawan T., Agus. 2010. “Basoeki Abdullah Dan Museumnya.” In Museum Basoeki Abdullah, Seni Rupa Modern Dan Tradisional, Basoeki Abdullah Dan Karya Lukisnya. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Museum Basoeki Abdullah.
Dermawan T., Agus, and Mikke Susanto, eds. 2013. Maestro Seni Rupa Modern Indonesia. Jakarta: Direktorat Pengembangan Seni Rupa Direktorat Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Munandar, Agus Aris, Joko Madsono, Aris Ibnu Darodjat, Tjahjo Purnomo, Maeva Salmah, and Budi Eriyoko. 2011. Lukisan Potret Basoeki Abdullah. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Museum Basoeki Abdullah.