Cornel Simanjuntak
Cornel Simanjuntak adalah musisi dan pencipta lagu-lagu perjuangan yang terkemuka di Indonesia. Ia lahir di Pematangsiantar pada tahun 1921 dari pasangan Tolpus Simanjuntak dan Rumina boru Siahaan. Selain dikenal sebagai “seniman pejuang”, ia juga dikenal sebagai pencipta lagu-lagu seni berdasarkan musik Barat. Cornel bersekolah di HIS St. Fransiskus Medan dan tamat pada tahun 1937 (Susilo, 1995: 2-5).
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di HIK Xaverius College Muntilan Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1942. Di Xaverius College, alat-alat musik sangat lengkap dan menjadi kegiatan ekstrakurikuler yang pokok bagi para siswa di sekolah itu. Disanalah Cornel Simanjuntak belajar mengenai musik di bawah bimbingan Pastor. J. Scouten, seorang musikus yang bersemangat. Saat belajar itu, Cornel pernah menjadi pemimpin orkes dengan 60 pemain dan kadang juga tampil secara solo (Sitompul, 1987: 12).
Cornel Simanjuntak kemudian menjadi guru di Magelang selama beberapa bulan sebelum ia pindah ke Jakarta dan mengajar di Sekolah van Lith Gunung Sahari. Pada 1 April 1943, pemerintah Jepang mendirikan Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) yang bertujuan agar semua karya para seniman (roman, sajak, lagu, lukisan, sandiwara, dan film) tidak menyimpang dari tujuan Jepang. Meskipun Keimin Bunka Shidosho merupakan alat propaganda Jepang, namun lembaga itu pada akhirnya menjadi sarana komunikasi antar seniman yang dimanfaatkan untuk membicarakan tentang cita-cita kemerdekaan Indonesia (Poesponegoro dkk., 1990: 106).
Cornel Simanjuntak melihat peluang itu, karena bakat musiknya yang menonjol ia kemudian berhasil bergabung dengan Keimin Bunka Shidosho dan menciptakan puluhan lagu patriotik diantaranya adalah “Tanah Tumpah Darahku” yang menggambarkan rasa cinta pada tanah air dan “Maju Putra-Putri Indonesia” yang bermaksud membangun semangat kemajuan Jawa dalam bingkai Asia Timur Raya (Poesponegoro, 1990: 106). Selain itu ada pula karyanya yang berjudul “Asia Berpadu”, “Puji kepada Heiho”, “Tentara PETA”, dan “Ke Laut Ayunkan” karyanya ini diakui sendiri oleh Cornel bukanlah sebuah karya seni namun semata-mata sebagai alat propaganda perang Jepang dan pembangunan Asia Timur Raya (Ibrahim dkk.m 2000: 37).
Lagu-lagu gubahannya itu sempat membuat Cornel Simanjuntak disangka pro-Jepang, namun rekan-rekan seperjuangannya dapat memaklumi bahwa pada saat yang sulit itu, disamping untuk menafkahi dirinya sendiri Cornel juga harus tetap menjaga semangatnya untuk terus berkarya. Selain itu, di bawah persetujuan Jepang pula Cornel dapat menyiarkan lagu-lagu gubahannya dengan bebas sesuai dengan keinginannya sendiri. Tuduhan yang mengatakan bahwa ia adalah pro-jepang kemudian dijawab oleh Cornel dengan aksi nyata segera setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945 dikumandangkan.
Kala itu, Cornel Simanjuntak bersama kawan-kawannya kerap berkeliling kampung dengan mobil pick up sambil menyanyikan lagu “Sorak Sorai Bergembira” dan “Maju Tak Gentar” sembari mengibarkan bendera Merah Putih untuk membakar semangat. Kemudian pada saat mulai banyak terjadi pertempuran di wilayah Jakarta dan sekitarnya, Cornel yang tergabung dalam Angkatan Pemuda Indonesia (API) juga ikut ambil bagian dalam pertempuran melawan tentara sekutu. Namun saat pertempuran di wilayah Senen melawan tentara Gurkha-Inggris, pahanya tertembak dan dirawat di RSUP. Oleh teman-temannya, Cornel kemudian diungsikan ke Karawang untuk menghindari pembersihan yang dilakukan oleh tentara Gurkha di rumah sakit itu (Sitompul, 1987: 35-54).
Dari Karawang, ia kemudian diungsikan lagi ke Yogyakarta dan tinggal bersama teman-temannya di Jalan Widoro dan masih sempat menulis artikel untuk surat kabar Arena. Namun kesehatannya mulai memburuk setelah Cornel diketahui mulai mengidap penyakit paru-paru. Atas saran dari dokter, Cornel kemudian dirawat di Desa Pakem, dekat Kaliurang. Di sana terdapat sebuah sanatorium bagi penderita penyakit paru-paru (Sitompul, 1987: 54). Pada tanggal 15 September 1946 Cornel Simanjuntak menghembuskan nafasnya yang terakhir di Yogyakarta (Ibrahim dkk., 2000: 37).
Penulis: Muhamad Mulki Mulyadi Noor
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso
Referensi
Poesponegoro, Marwati Djoened & Notosusanto, Nugroho (1990) Sejarah Nasional Indonesia, Volume VI. Jakarta: Balai Pustaka.
Ibrahim, Muchtaruddin dkk (2000) Ensiklopedia Tokoh Kebudayaan V. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sitompul, Binsar (1987) Cornel Simanjuntak: Komponis, Penyanyi, Pejuang. Jakarta: Pustaka Jaya.
Susilo, Y. Edhi (1995) Pengaruh Musik Romantik Barat Terhadap Musik Romantik Indonesia, Lembaga Penelitian Yogyakarta: Institut Seni Indonesia