Darmo Kondo
Darmo Kondo adalah nama surat kabar yang didirikan seorang Letnan Cina Tjoa Tjoe Kwan (1861-1905) pada 1903. Surat kabar ini menjadi masyhur setelah dibeli oleh organisasi Budi Utomo dan menjadi corong bagi pemberitaan organisasi pergerakan itu. Pada mulanya surat kabar Darmo Kondo dicetak dwi-bahasa Melayu dan Jawa dengan target pasar para cendekiawan dan priyayi Jawa. Pendirinya, Tjoa Tjoe Kwan, terinspirasi kesuksesan pengusaha cina terkemuka Sie Dhian Ho yang telah memiliki beberapa surat kabar, salah satunya adalah Taman Pewarta. Ia pun lantas ikut mendirikan toko buku yang mempunyai percetakan sendiri bernama Tjoa Tjoe Koan Sing Iem Kiok (Setiawan 2008: 439).
Redaktur pertama dari Darmo Kondo adalah Tjhie Siang Ling, seorang Cina yang mahir berbahasa dan sastra Jawa. Pada 1910, Organisasi Budi Utomo cabang Surakarta membeli Darmo Kondo seharga 50.000 gulden dan dua tahun kemudian Darmo Kondo menyerahkan hak penerbitannya pada kantor percetakan Budi Utomo cabang Surakarta dengan hak keuntungan sebesar satu persen. Darmo Kondo menjadi corong utama Budi Utomo saat majalah organisasi tersebut untuk sementara berhenti terbit antara November 1913 hingga November 1915 (Komandoko 2008: 98).
Sebuah kutipan dari surat kabar Darmo Kondo pada masa awal berdirinya berisi sorotan terkait kondisi kaum buruh industri gula di Surakarta yang belum sejahtera. Kutipan tersebut berbunyi: “Hai kaoem boeroeh sedoenia! Kita mengerti bahwa dimana pangkat kaoem boeroeh, meskipoen belandja tjoekoep, poen belandja sedikit, semoeanja bersama nasibnja. Artinja, dimana diseboet boeroeh, tentoe sama-sama tiada hormat badannja, tiada merdeka dan sejahtera badannja” (Darmo Kondo, 21 Maret 1904). Selain itu artikel Darmo Kondo yang berjudul “Hai Budi Manusia”, tertanggal 21 April 1904, disinyalir menjadi inspirasi para pendiri dan pendukung Budi Utomo. Artikel itu berisi analogi seorang hakim yang sangat pandai tapi tak berbudi sehingga ia tak berarti apa-apa. Karena itu, tidak heran bahwa para pemimpin Budi Utomo selalu menekankan serta menjunjung tinggi keluhuran budi yang menjadi falsafah terbentuknya Budi Utomo. Menurut Budi Utomo, sifat-sifat luhur semacam ini akan mengatasi sifat buruk dan jahat (Pranoto 2013: 47).
Darmo Kondo kemudian berkembang menjadi surat kabar paling terkemuka di Jawa sebelum meredup dan tergeser oleh surat kabar lain, khususnya Oetoesan Hindia, yang memiliki target pasar lebih luas. Salah satu penyebab meredupnya Darmo Kondo adalah isinya masih berpusat pada kebudayaan Jawa sehingga tidak mampu menjangkau pemirsa yang lebih luas, disamping pembiayaannya yang masih bergantung pada para Priyayi (Surjomihardjo 1980: 9). Dalam laporan rahasianya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 19 Februari 1912, D.A. Rinkes mengakui bahwa selain Medan Priyayi yang didirikan oleh Tirto Adi Suryo, Darmo Kondo adalah salah satu surat kabar yang memiliki pasar pembaca yang luas (Sudiyo dkk, 1997: 31). Oplah Darmo Kondo pada 1912 tidak pasti, namun perkiraan penjualannya sekitar 800 eksemplar perhari. Jumlah ini dianggap luar biasa untuk ukuran sebuah majalah pribumi (Tempo 2019: 44).
Pada tahun 1912, alamat kantor redaksi dan administrasi surat kabar Darmo Kondo berada di kampung Kauman, Surakarta. Demi menunjang keuangan, Darmo Kondo membuka kolom iklan seharga 4 sen per kata dan tidak boleh kurang dari satu Gulden per iklan yang akan dimuat sebanyak dua kali. Redaksi juga mengingatkan kepada yang ingin berlangganan iklan akan mendapatkan diskon lebih murah namun pembayaran harus dilakukan dimuka (Darmo Kondo, 21 Oktober 1912). Surat kabar ini terbit setiap hari senin, rabu dan sabtu kecuali hari raya dan memuat berita yang ditulis organisasi Budi Utomo, berita seputar tradisi dan kebudayaan Jawa, seputar Surakarta dan sekitarnya serta berita-berita lainnya. Disebutkan pula bahwa tiga persen dari pendapatan bersih surat kabar tersebut disumbangkan kepada Organisasi Budi Utomo (Darmo Kondo, 5 Mei 1915).
Sebagai corong Budi Utomo, Darmo Kondo banyak memuat berbagai laporan tentang organisasi itu. Pada 1915, misalnya, Darmo Kondo menerbitkan sebuah berita tentang laporan kegiatan Budi Utomo cabang Medan dari Januari hingga Maret 1915. Diantara kegiatan organsiasi itu di Medan antara lain membuka kursus bahasa Belanda setiap hari senin untuk para mantri dan juru tulis, sedangkan untuk pengajarnya ditunjuk R. Notosoediro. Selain itu diadakan pula kelas belajar setiap hari senin di kantor pusat Budi Utomo Cabang Medan. Pada 15 Maret 1915 mulai diadakan pula perkumpulan bagi putri-putri anggota Budi Utomo untuk melatih percakapan bahasa Belanda mereka. Dalam pengumuman ini terungkap keluhan bahwa anggota Budi Utomo cabang Medan semakin berkurang dari semula didirikan berjumlah 123 anggota, kini hanya tersisa 63 saja (Darmo Kondo, 5 Mei 1915).
Penulis: Muhamad Mulki Mulyadi Noor
Instansi: Masyarakat Sejarah Indonesia
Editor: Dr. Bondan Kanumoyoso
Referensi
Darmo Kondo, 12 Maret 1904
Darmo Kondo, 21 Oktober 1912
Darmo Kondo, 5 Mei 1915
G. Setiono, Benny (2008) Tionghoa Dalam Pusaran Politik. Jakarta: Transmedia.
Komandoko, Gamal (2008) Boedi Oetomo: Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa. Jakarta: Niaga Swadaya.
Pranoto, Suhartono W. “Budi Utomo: Menolak “Jaman Edan” Membangun Kebangsaan”, dalam Isnudi (ed) (2013) Makna Organisasi Budi Utomo untuk Hari ini dan Esok. Jakarta: MUSKITNAS.
Sudiyo dkk (1997) Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia: Dari Budi Utomo sampai dengan Pengakuan Kedaulatan. Jakarta: DEPDIKBUD-MUSKITNAS.
Surjomihardjo, Abdurrachman (1980) Sejarah Pers Indonesia. Jakarta: Departemen Penerangan RI.
Tempo (2019) “Ketika Nasib Bangsa Diperbincangkan Di…: Setelah Pembaru Islam Bergabung dengan Budi Utomo” dalam Muhammadiyah dan Perjalanan Bangsa Jilid III. Jakarta: Tempo Publishing.